Sabrina menekan klaksonnya, menyapa Pak Fandi yang baru saja membuka gerbang rumahnya. Yang dijawab Pak Fandi dengan senyuman disertai gerakan hormat ketika ia membawa keluar mobilnya membelah jalanan siang ini.
Di saat mobilnya berhenti karena lampu menyala merah ia melirik jam di pergelangan tangannya. Belum terlambat untuk melihat pertandingan futsal SMA Preswara, lebih spesifiknya untuk menyemangati Aksa yang sedang ikut dalam pertandingan.
Tak butuh waktu lama untuk Sabrina sampai di gedung olahraga tempat pertandingan antar SMA di kotanya berlangsung. Ia segera keluar dan berjalan memasuki gedung besar itu bersama dengan beberapa orang yang melewatinya, beberapa ada yang bergerombol memakai kaos khas dari supporter SMA mereka masing-masing. Ada juga yang berpakaian santai seperti dirinya, Sabrina jadi tidak merasa aneh berada di sini.
Sabrina sudah pernah beberapa kali melihat Aksa bermain futsal di sekolah, namun ia tidak mengerti mengapa kali ini ia harus jatuh kembali ke dalam pesona lelaki yang sedang menggiring bola tersebut. Detik ini juga Sabrina percaya jika Aksa berkali-kali lipat lebih tampan saat sedang fokus terhadap sesuatu. Rambut seringan dan selembut kapas yang bergerak-gerak seirama saat lelaki itu berlari, di bawahnya ada dahi yang sudah lengket dengan poni karena keringat, juga kaos yang sudah basah akibat keringat pula menandakan jika waktu pertandingan sudah berkurang banyak, pun Sabrina yang masih setia duduk di kursi penonton sejak pertandingan itu dimulai.
Sabrina baru sadar jika pertandingan telah usai saat melihat Aksa dan teman-temannya yang turut andil dalam pertandingan saling berpelukan ala lelaki dan mulai berjalan menepi, menyambut air mineral yang sudah disediakan. Sabrina mengerjapkan matanya beberapa kali, tidak mengerti mengapa Aksa tiba-tiba meringis kesakitan seraya menjatuhkan tubuhnya. Teman-temannya, pelatih, serta beberapa orang yang tidak Sabrina mengerti sebagai apa langsung berjalan mendekat. Ketika salah satu orang di sana berusaha memijat kaki Aksa, Sabrina baru menyadari jika kaki lelaki itu mengalami cidera.
●●●
Sabrina berterimakasih kepada Galen dan Daffa, kedua lelaki itu yang sudah mengantar Aksa pulang, bahkan sampai ke kamarnya karene kamar lelaki itu harus menaiki beberapa undakan tangga untuk sampai di lantai atas.
"Nggak masalah, kayak kita siapanya Aksa aja," balas Daffa. Lelaki itu menepuk pundak Aksa yang bersandar pada kepala ranjang. "Cepet sembuh, Bro! Lo pinter juga cari alasan biar bisa berduaan sama Sabrina di rumah," kekehnya.
Aksa mendengus. Menatap tajam kedua temannya yang sedang tertawa geli. "Keluar sana kalian berdua!"
Keduanya semakin tertawa keras, dan lipatan di dahi Sabrina menandakan jika gadis itu tidak mengerti dengan apa yang mereka bicarakan. Hal tersebut tidak luput dari perhatian Aksa.
"Kalian pakai mobil siapa tadi?" Tanya Aksa.
"Mobil gue, tapi, Galen yang nyopir," sahut Daffa.
Aksa menghembuskan napas lega. Ia tidak akan membiarkan Sabrina berduaan saja dengan Galen. Mimpi yang diceritakan Sabrina tidak boleh terjadi, kalaupun kejadian itu memang pernah terjadi, maka jangan sampai terulang kembali.
"Antar Sabrina pulang juga, udah malam. Rumah lo satu jalur sama Galen, kan? Nanti lo anterin Sabrina ke rumahnya duluan," perintah Aksa.
"Lah, gue pikir sabrina nginep di sini," Galen bersuara.
"Nggak, dia harus pulang," tandas Aksa.
"Percaya gue. Mana tahan si aksa sama begituan," kekeh Daffa, hanya satu detik, karna setelah itu ia langsung mengatupkan bibirnya saat Aksa menatapnya nyalang.
"Begituan apa?" Sabrina mengerutkan keningnya tidak mengerti.
"Itu loh Sab..."
"Tunggu aja sampai gue bantai kemaluan lo," potong Aksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abisso D'amore [Completed]
FanfictionSeharusnya Sabrina sadar, masuk ke kehidupan lelaki sedingin Aksa sama saja dengan menentang sebuah resiko. Namun, apapun demi mimpinya, begitu dulu prinsipnya. Rela dengan segala konsekuensi, termasuk membiarkan hatinya diam-diam jatuh dalam pesona...