Jika Kamu adalah sumber kebahagiaan, maka tidak ada alasan untuk aku menjauhimu.
●●●
Meski tidak berani sampai memeluk pinggang cowok itu, setidaknya lelaki tampan yang sedang fokus menyetir di depannya ini tidak menurunkannya di jalan sama seperti waktu itu. Sabrina tersenyum kecil.
Sepulang dari rumah Fara, Aksa mengajak Sabrina pergi makan. Bukan di restoran mewah seperti saat ayahnya mengajaknya makan di luar, tetapi, hanya di warung lesehan sederhana di pinggir jalan raya. Tempat itu cukup ramai. Bahkan untuk memesan saja harus antri. Untungnya keduanya sempat mendapatkan tempat kosong.
Kini keduanya duduk berhadapan dengan satu meja di tengahnya, dimana di atasnya sudah tersedia saus, sambal, kecap, tisu, dan yang lainnya. Sabrina kira meskipun nama tempatnya 'lesehan' tapi, masih ada kursinya. Ternyata ia dan Aksa harus tetap duduk bersila di bawah dengan alas matras. Begitupun pembeli yang lain.
"Lo izin dulu sama bokap lo sana,"
Sabrina yang tadinya mengamati sekeliling seketika langsung mengalihkan pandangannya kepada Aksa yang baru saja bersuara. Ia terdiam sejenak. "Harus, ya?"
Aksa berdecak, "Harus lah. Nanti ayah lo nyariin lo lagi. Jelas-jelas tadi perginya dadakan langsung setelah pulang sekolah,"
"Tapi, ayah aku pasti gak bakal nyari-"
"Izin atau pulang," putus Aksa.
Sabrina yang berdecak sebal, "Bentar." Lalu ia meraih ponsel bercase merah pudar miliknya di atas meja dan mengetikkan pesan kepada ayahnya di sana.
Sabrina melirik Aksa. Lelaki itu terus menatapnya sejak tadi, bahkan sampai Sabrina meletakkan ponselnya kembali. Sabrina jadi kikuk sendiri. Sayangnya ketika Aksa menyadari gelagatnya, lelaki itu langsung mengalihkan pandangannya.
"Aku mau lihat dompet kamu," pinta Sabrina.
"Buat apa?" Aksa menatapnya aneh.
"Ada foto kekasih Kamu di situ? Iya, kan?" Tanya Sabrina langsung.
"Gak," tolak Aksa tanpa pikir panjang.
"Lihat sebentar, Ak," paksa Sabrina.
"Gak."
Tiba-tiba Sabrina meringis sembari memegangi perutnya. Dari wajahnya tampak sekali menahan rasa sakit yang berlebihan.
"Kenapa lo?" Aksa bertanya, terselip nada khawatir di dalamnya tanpa lelaki itu sadari sendiri.
"Sshh, sakit banget, Ak. Kayaknya mag aku kambuh deh gara-gara tadi pulang sekolah belum makan."
Aksa mendekat, duduk di samping Sabrina. Merasa waktu sudah tepat, diam-diam tangan Sabrina meraih tas Aksa dari bawah meja dan membuka resletingnya. Dalam rintihan palsunya, Sabrina sempat tersenyum. Ia berhasil menemukan dompet Aksa.
"Udah, Ak." Sabrina tersenyum manis. Benar-benar tidak seperti orang sakit . Sangat berubah drastis dalam waktu kurang dari dua menit.
"Hah?"
"Aku udah dapat dompet Kamu," dengan senyum tidak berdosanya tangan Sabrina menunjukkan dompet Aksa yang sudah ada di genggamannya.
Seketika Aksa tersadar jika Sabrina tadi hanya bersandiwara. Ia menatap Sabrina tajam. Ketika Aksa akan merebut, dengan cepat Sabrina memasukkannya ke dalam saku rok abu-abunya. Ia yakin, Aksa tidak akan sampai merebutnya jika sudah seperti itu.
Aksa menghela napas jengkel. Ia kembali duduk di tempatnya. Membiarkan gadis itu mulai membuka isi dompetnya. Aksa mulai mengambil sendok dan mulai memakan nasi goreng pesanannya yang baru saja datang. Ia bahkan sudah tak peduli jika perempuan lampir itu lupa dengan makanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abisso D'amore [Completed]
FanfictionSeharusnya Sabrina sadar, masuk ke kehidupan lelaki sedingin Aksa sama saja dengan menentang sebuah resiko. Namun, apapun demi mimpinya, begitu dulu prinsipnya. Rela dengan segala konsekuensi, termasuk membiarkan hatinya diam-diam jatuh dalam pesona...