Jujur saja, setiap langkah yang ia ambil terasa berat menurut Sabrina. Segala kemungkinan-sampai yang terburuk sekalipun sudah menghantui pikirannya. Satu-satunya jalan hanya lah menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Tak memenuhi panggilan hanya akan membuat ayahnya curiga. Padahal belum tentu juga, kan, apa yang akan dibicarakan nanti seperti apa yang ia takutkan?
Namun, harapannya langsung musnah sesaat setelah membuka pintu ruang kepala sekoah. Di sana sudah ada Shera, seorang satpam, ayahnya, dan juga Pak Manto. Sabrina duduk dengan canggung. Ia tak berniat membuka suara untuk sekedar menanyakan 'ada apa ini?' Toh, sepertinya masih ada seseorang lagi untuk ditunggu-terlihat dari Pak Manto yang sesekali melirik jam di pergelangan tangannya.
Menunggu siapa lagi? Pikirnya.
Tak lama setelah itu terdengar suara pintu terbuka. Sabrina mendongak, Aksa masuk dengan wajah datar. Ia masih terus menatap lelaki itu sampai dia duduk. Sabrina tersenyum. Kenapa bertemu seperti ini membuat hatinya senang?
Merasa sudah cukup, Shim menegakkan tubuhnya. Jangan lupakan tatapan tajam yang terus dihujamkan kepadanya, "Benar kalau tadi malam Kamu tidur di sini bersama lelaki ini saat ayah sedang ada di luar kota, Sabrina?" Shim melirik Aksa yang cowok itu balas dengan menatapnya datar sedatar triplek.
Sabrina yang diberi pertanyaan seperti itu langsung merasa panik.
"Ngghh...," matanya melihat ada keberadaan satpam di sana. Percuma menyangkal. Menghela napas sesaat lantas menjawab, "Iya, Yah."
Shim semakin menajamkan matanya. Rahangnya pun ikut mengeras.
"Saim, jelaskan apa yang Kamu lihat tadi pagi!" Perintah Pak Manto.
Satpam bernama Saim yang Sabrina ingat dia adalah orang yang membukakan pintu perpustakaan tadi pagi tampak yakin ingin menjelaskan.
"Begini, Pak. Tadi pagi-pagi sekali Neng Shera ini meminta saya membuka pintu perpustakaan. Dan ketika dibuka, Neng Sabrina dan Nak Aksa ini sudah ada di dalam."
Pak Manto beralih ke Shera, "Apa tujuan Kamu ke perpustakaan pagi-pagi hanya untuk membaca buku? Bapak tahu, poin Kamu di BK sudah mencapai setengah bahkan lebih dari batas maksimal."
Sebelum menjawab, Sabrina dapat melihat jika kakak kelasnya itu sempat memberenggut kala Pak Manto menyinggung masalah poin di BK.
"Buku Ekonomi saya hilang, Pak. Dan hari ini ternyata ada ulangan harian Ekonomi dari Bu Rida. Jadi, ya saya pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku. Dan kenapa pagi-pagi sekali, karna saya lupa ada ulangan dan logikanya saya harus berangkat pagi dong, Pak, biar saya bisa mempelajari semua materi ulangan yang gak mungkin cuma dua bab." Jawaban Shera hanya dibalas anggukan kecil dari Pak Manto.
Sabrina mengenyit. Semudah itu untuk percaya?
"Lalu...kenapa Kamu bisa ada di perpustakaan bersama Aksa?" Pak Manto bertanya kepadanya.
Sebelum menjawab ia sempat melirik Aksa yang juga menatapnya.
Ia meneguk salivanya, "Kami sedang kerja kelompok, Pak, Yah. Tapi, kami tidak sadar kalau jam sudah terlalu malam kemarin. Dan mungkin satpam gak tau kalau kami masih ada di dalam. Jadi, kami memutuskan untuk tidur di perpustakaan saja. Tapi, kami tidur di tempat yang berbeda kok."
"Kalian, 'kan, beda kelas. Gimana bisa kalian ada tugas satu kelompok?" Tukas Shera seraya tersenyum miring.
Semua mata langsung mengarah ke Sabrina. Menuntut jawaban.
"Lo yang foto, 'kan? Berarti tadi malam lo juga ada disana, 'kan, ya?" Pertanyaan telak dari Aksa nyatanya mampu membuat Shera mati kutu.
Shera tampak gelagapan, "Lo...lo bisa aja lo yang sengaja mau jebak Sabrina di perpustakaan." Elaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abisso D'amore [Completed]
FanfictionSeharusnya Sabrina sadar, masuk ke kehidupan lelaki sedingin Aksa sama saja dengan menentang sebuah resiko. Namun, apapun demi mimpinya, begitu dulu prinsipnya. Rela dengan segala konsekuensi, termasuk membiarkan hatinya diam-diam jatuh dalam pesona...