Fajar sudah hampir tandas saat sosok lelaki yang masih mengenakan pakaian seragam kemarin itu tengah berusaha keras membuka pintu maupun jendela.
Lelaki itu-Aksa, berkali-kali melirik jam di pergelangan tangannya. Sudah hampir setengah jam ia mencoba. Tapi, tetap saja, pintu perpustakaan tidak seperti terbuat dari kayu, melainkan dari baja. Sedangkan jendela hanya seperti gambar yang sebenarnya adalah dinding. Benar-benar mustahil untuk dibuka mengingat Aksa sendiri juga tidak menggunakan alat apa-apa.
Sabrina yang berdiri tak jauh dari lelaki itu hanya mampu terkekeh. Berbeda dengan Aksa yang mati-matian berjuang ingin keluar sebelum pintu perpustakaan dibuka apalagi sampai sudah ada murid yang datang, Sabrina malah sibuk mengamati pergerakan lelaki itu.
"Lo daripada senyam-senyum gak jelas mending bantuin cari alat!" Ketus Aksa tanpa menoleh. Tidak mengherankan, gambar Sabrina memantul dari kaca jendela.
Sabrina berjalan mendekat. "Ak, percuma,"
"Jendela itu hanya dapat dibuka dengan laser khusus. Dan laser itu cuma ada dua, satu dibawa ayah, dan satu dibawa Pak Candra-pemimpin perpustakaan ini. Kalaupun pintu, aku gak tau persis itu terbuat dari apa. Tapi, warna coklat hanya untuk memanipulasi agar terlihat seolah dari kayu," aku Sabrina.
Aksa menatapnya datar, "Pinter banget baru bilang."
"Maaf."
Aksa berdecak kesal.
Tiba-tiba saja terdengar suara kunci yang tengah diputar. Keduanya sontak langsung menoleh terkejut ke arah pintu. Terlambat! Tidak ada waktu untuk bersembunyi lagi. Pintu terbuka sempurna.
Ia melirik Aksa, layaknya tak terjadi apa-apa, lelaki itu hanya menatap dua orang di depan pintu tanpa ekspresi.
●●●
Pak Manto menerima ponsel yang menampilkan foto dua orang. Bukannya cepat-cepat melihat gambar yang sebenarnya sangat membuatnya heran sekaligus penasaran, ia malah masih saja menatap ragu murid yang baru saja memberikannya ponsel ini.
Perlahan ia menurunkan pandangannya-melihat gambar apa yang ingin ditunjukkan oleh gadis di hadapannya ini.
Seketika alisnya menukik tajam. Ia meletakkan ponsel ke meja lagi.
"Apa ini, Shera?"
"Yang Bapak lihat ini memang benar. Ini foto Sabrina yang sedang berdua dengan Aksa di perpustakaan tadi malam, Pak. Saya jamin, karna foto ini saya yang ambil sendiri. Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri mereka berdiri deket banget, apalagi malam-malam berdua doang," Shera menjawab mantap.
Pak Manto menyipitkan matanya, "Saya harus percaya sama Kamu? Kepercayaan saya ke Kamu sudah hilang, Kamu sama Fara dan teman-temanmu itu, 'kan, satu komplotan."
Shera memaksakan senyumnya. Padahal ingin sekali ia mengumpat. "Satu kali ini saja Bapak percaya omongan saya. Buktinya juga sudah jelas. Bapak bisa lihat kapan foto ini diambil,"
Pak Manto melirik ponsel Shera kembali. Tidak semua yang buruk akan selalu dinilai buruk pikirnya seraya menatap Shera.
Shera tersenyum miring.
●●●
"Gue dong!" Seru Yosi.
Trisya melempar sebungkus rokok yang sebelumnya sudah diambil isinya masing-masing satu oleh Dila dan Gea ke arah Yosi.
Fara mendekatkan wajahnya yang di bibirnya sudah terselip sebatang rokok. Dila yang mengerti langsung menyalakan pemantik api dan membakar ujungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abisso D'amore [Completed]
FanfictionSeharusnya Sabrina sadar, masuk ke kehidupan lelaki sedingin Aksa sama saja dengan menentang sebuah resiko. Namun, apapun demi mimpinya, begitu dulu prinsipnya. Rela dengan segala konsekuensi, termasuk membiarkan hatinya diam-diam jatuh dalam pesona...