Selamat membaca...
Sabrina menghentikan laju mobilnya tepat di depan kafe Khiny. Sebelum keluar, ia menyempatkan diri dulu untuk mematut panampilannya di cermin yang sengaja ia bawa. Merasa oke, ia pun berjalan memasuki kafe. Ia menarik nafas panjang, sedikit kecewa lantaran Aksa tidak menjemputnya langsung dari rumah.
Tadi malam Aksa berpesan jika lelaki itu pagi ini ada rapat anggota futsal. Mau tidak mau Sabrina harus mengerti dan menuruti permintaannya untuk bertemu di kafe ini saja. Katanya, lelaki itu setelah rapat selesai langsung menuju ke sini.
Sabrina menarik tangannya untuk melirik benda bergerak di pergelangan tangannya, begitu ia tahu Aksa sudah terlambat lebih dari waktu yang dikatakan lelaki itu sendiri untuk sampai di sini ia hanya bisa mengecek ponselnya, meskipun tidak berharap, tapi Sabrina sangat menyayangkan jika Aksa membatalkan janjinya tanpa memberinya pesan.
Guna membunuh waktu ia berniat membuka ponsel, bersamaan dengan itu ada satu pesan masuk membuat pemiliknya langsung cepat-cepat membuka notif. Ada kelegaan terpancar dari wajah cantiknya kala pesan itu ternyata bukan berisi pembatalan Aksa, pun bukan pesan dari lelaki itu juga. Pesan itu berasal dari Fara yang mengucapkan terimakasih atas pemberiannya setelah pulang dari mengantarnya membeli banyak barang kemarin. Sejujurnya, di sini, ia lah yang sangat berterimakasih karena merasa terbantu. Dan seperangkat make up paket komplit yang ia berikan kepada Fara tanpa tanggung-tanggung itu tidak ada apa-apanya dibanding rasa terimakasihnya.
Siapa sangka, kakak kelasnya itu sepulang dari belanja kemarin juga ikut turun ke rumahnya untuk mengajarinya cara berdandan langsung dengan make up yang baru mereka beli itu. Dan baru pulang ketika angka sudah menunjukkan pukul delapan malam dengan diantar sopir di rumah Sabrina.
Balasan 'good luck' Fara sebagai penutup pesan belum sempat ia balas saat suara orang berdehem di dekatnya mengagetkannya disusul dengan sodoran bucket bunga kepadanya secara tiba-tiba. Perlahan Sabrina mendongak menatap siapa orang tersebut.
"Ini gue beli di jalan, kasihan penjualnya enggak ada pembelinya," ujarnya.
Sabrina menahan senyumnya. Wajah lelaki itu sudah memerah seperti kepiting rebus, apalagi ketika ia sengaja tidak langsung menerima bucket bunga dari tangan lelaki itu.
"Makasih, ya," Sabrina menghirupnya dengan mata terpejam. Harum batinnya. Ia tidak akan menyanggah ucapan lelaki itu ketika memberikannya bucket ini tadi. Toh, benar tidaknya ucapan Aksa, lelaki itu tetap akan memberikan alasan seolah-olah ia tidak berniat memberikan bunga kepada gadisnya. Sabrina berusaha mengerti kekakuan lelaki itu kepada seorang gadis sepertinya, Aksa mau membelikan bunga ini saja sudah seperti kejadian langka.
Sabrina melirik Aksa yang sibuk membolak-balikkan menu di hadapannya. Ia letakkan buketnya di meja, kemudian ia menegakkan tubuhnya dan memajukan tubuhnya hingga wajah Aksa terasa begitu dekat dengan wajahnya. Namun, lekaki itu masih belum menyadarinya.
Aksa sedikit terkejut saat menegakkan kepalanya. Lelaki itu mengernyit menatapnya, "ngapain lo?" Tanyanya aneh.
Senyum Sabrina lenyap seketika, namun, langsung tersenyum kembali--agaknya kali ini terpaksa. "Kamu enggak lihat penampilan aku? Gimana hari ini?" Sabrina menampilkan senyum andalannya.
"Kayak biasanya." Jawabnya tanpa minat. Lelaki itu bahkan mengalihkan pandangannya--menghindarinya tatapannya.
Dandanan aku enggak ada harganya di mata dia? Jerit Sabrina dalam hati.
"Jujur, sih, padahal aku sengaja dandan beda hari ini. Ya meskipun beda dalam artian dalam batas normal, enggak over-over banget, lah, ya. Tapi, kenapa respon Kamu--"
KAMU SEDANG MEMBACA
Abisso D'amore [Completed]
FanfictionSeharusnya Sabrina sadar, masuk ke kehidupan lelaki sedingin Aksa sama saja dengan menentang sebuah resiko. Namun, apapun demi mimpinya, begitu dulu prinsipnya. Rela dengan segala konsekuensi, termasuk membiarkan hatinya diam-diam jatuh dalam pesona...