39 | Kemarahan Candra

1K 58 7
                                    

Tamparan keras di pipinya tidak akan ada apa-apanya dibanding dengan tatapan marah dan kecewa yang terpancar dari mata kedua orangtuanya, khususnya ayahnya yang baru saja menamparnya. Hatinya terasa tercabik saat mengetahui ia baru saja membuat kedua orangtuanya kecewa sekaligus malu.

"Ayah akan mengirim Kamu ke Singapura lagi. Kali ini sendiri. Kami tidak akan ikut ke sana," putus Candra.

"Sen...diri?" Gagap Galen.

"Tidak sendiri. Di sana akan ada paman Kamu yang akan mengajari Kamu bekerja. Ayah akan transfer uang untuk kebutuhan Kamu. Hanya kebutuhan pokok. Jadi gunakan baik-baik semuanya. Kamu akan tetap sekolah, dan ayah akan menaikkan uang bulanan Kamu jika Kamu mampu untuk berubah menjadi lebih baik. Ayah akan mendapat laporan satu minggu sekali dari paman Kamu. Jika tidak bisa, kamu akan semakin lama tinggal di sana," jelasnya.

Galen tidak diizinkan menolak, bahkan hanya untuk menawar. Karena Candra berlalu begitu saja. Kini hanya ada ia dan ibunya di sini. Ia menatap ibunya sayu, sedangkan ibunya balas menatapnya sendu. Galen ingin memeluk tubuh ibunya, tapi takut ibunya menolak karena marah. Sehingga ia hanya bisa berdiri dengan hati yang hancur.

Seolah mengetahui apa yang diinginkan anak bungsunya, Rani langsung memeluk Galen.

Tidak ingin menyia-nyiakan waktu, Galen balas memeluk tubuh mungil ibunya. Kata maaf dan menyesal sudah ia katakan berkali-kali, tapi, rasanya belum juga melegakan hati. Galen rela menerima hukuman dari kedua orangtuanya jika itu memang jalan untuk mendapat maaf dari mereka.

Rani melepaskan diri, lalu mengusap air mata Galen dengan lembut. Sedangkan mulutnya mulai berbicara.

"Sebenarnya ayah sama ibu nggak tega memberi hukuman seperti ini ke Kamu. Kami hanya ingin Kamu membayar masalalu dan menjadikannya sebagai pelajaran. Ayah ingin Kamu menjadi lelaki sejati yang bertanggung jawab," Rani menjeda.

"Kamu tidak perlu takut. Selama Kamu di sana, sebagian penghasilan ibu akan ibu kirimkan ke rekening Kamu tanpa sepengetahuan Candra. Ibu juga akan terus membujuk ayah kamu agar kamu bisa kembali ke Indonesia lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Semua usaha ibu juga mustahil terwujud jika kamu tidak berusaha."

Galen memeluk tubuh ibunya kembali. Ibunya tidak akan pernah bisa marah kepadanya. Maka ia mana tega mengecewakannya lagi. "Aku mau berusaha, Bu. Aku mau membuktikan pada ayah kalau aku bisa berubah menjadi lebih baik. Galen akan berusaha keras selama di sana. Sehingga usaha ibu tidak akan sia-sia," tekatnya.

●●●

Satu minggu berlalu, dan keadaan Sabrina semakin membaik. Dia sudah terlihat seperti sedia kala. Tapi, Aksa tahu, pasti di dalam hatinya, Sabrina masih memendam trauma yang mendalam. Dan butuh beberapa waktu lagi sampai gadis itu tidak sensitif terhadap sentuhan. Aksa mendapat kabar jika Sabrina juga mendapat bantuan dari psikiater.

Namun, entah seperti ada yang janggal atau hanya ia saja yang terlalu berlebihan, Sabrina pergi sekolah satu hari sebelum hari libur. Yang benar saja, kejadian itu belum ada satu minggu dan Sabrina sudah sehat seperti biasa, seolah tidak ada apa-apa.

Tapi, Aksa tidak memperdulikannya. Apapun yang terjadi asal Sabrina bisa tersenyum kembali ia sudah sangat bahagia. Seperti saat ini, setelah pulang dari sekolah, Sabrina mengajaknya keluar mencari makan.

"Kamu tahu nggak, Ak. Tadi Teresa minta maaf loh sama aku."

"Ya bagus dong," balas Aksa. Beberapa detik kemudian ia memincingkan matanya, "lo maafin, kan?"

Sabrina tertawa, "ya iyalah."

Beberapa menit kemudian hanya keheningan yang mengisi. Makanan mereka sudah habis jauh sebelum Sabrina membicarakan tentang Teresa tadi.

Abisso D'amore [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang