22 | Sunset Camping

1.1K 62 3
                                    

Alasan kenapa hari ini Sabrina mau bangun pagi di hari libur adalah karena hari ini tanggal 5 September, dimana hari ini camping diadakan. Dirinya tidak perlu membawa banyak tas, karena camping ini hanya diadakan selama dua hari--Sabtu dan Minggu, sengaja memilih hari itu karena sekolah mereka fullday.

Dan yang membuat hati Sabrina terus menghangat sejak keluar rumah adalah adalah ketika ia tahu jika yang mengantarnya menuju sekolah bukanlah sopir, melainkan ayahnya sendiri. Bahkan ayahnya terus mengawasinya sampai ia memasuki bis. Ah, tidak, tapi sampai bis satu-satunya yang dijadikan transportasi camping ini benar-benar melaju sampai hilang dari pandangan Shim, baru Shim bergegas pergi dari sana dengan mobilnya.

Awalnya Sabrina bingung harus duduk dengan siapa, pernah terlintas di benaknya untuk memaksa Aksa yang sekarang tengah duduk di kursi nomor empat dari depan bersama Daffa agar duduk bersamanya saja. Namun, ia tidak ingin membuat lelaki itu tidak nyaman di sepanjang perjalanan karena duduk berdua dengannya.

Di tengah kebingungannya, tapannya terjatuh pada sosok peremuan yang sedang duduk sendirian dengan handset yang menyumpal di telinga juga wajah menunduk karena sibuk dengan ponsel di tangannya.

Senyum Sabrina terbit. Pas sekali! Pasalnya tempat duduk peremuan itu berada persis tepat di belakang kursi Aksa dan Daffa.

Dan di sinilah ia sekarang. Duduk berdua dengan perempuan yang masih saja tak mempedulikan kehadirannya meskipun sudah sejak 15 menit berlalu, hanya berkata sekali pun singkat menyuruh agar Sabrina saja yang duduk di dekat jendela. Sabrina sendiri tak bingung, ia berusaha menyibukkan diri dengan ponselnya. Mengirim sebuah pesan kepada lelaki yang duduk tepat di depannya--sama-sama duduk di dekat jendela.

Aksa.

Sabrina tersenyum. Karena sesaat setelah pesan itu terkirim, Aksa langsung membacanya. Iseng, Sabrina melongokkan sedikit kepalanya ke depan--di antara kaca jendela dan kursi yang diduduki lelaki itu untuk mengintip secara langsung. Dari sini Sabrina dapat melihat jika lelaki itu masih belum meninggalkan room chat dengannya, namun tangannya masih setia mengawang di udara tanpa berniat mengetikkan sesuatu. Sabrina mendesah frustasi, ia ketikkan sekali lagi pesan untuk lelaki itu tanpa mengundurkan kepalanya.

Tengok ke belakang deh, ke kanan.

Tanpa terpikir sebelumnya oleh Sabrina, lelaki itu menuruti perintahnya lebih cepat dari yang ia kira. Sabrina tersenyum canggung saat wajah mereka bereda begitu dekat, dan karena kecanggungan itu pula ia jadi malu untuk sekedar memundurkan wajahnya kembali. Mata mereka bertemu pandang cukup lama, cukup juga untuk membuat irama jantung Sabrina menggila tiada kira. Perlahan, yang membuat tubuh Sabrina mulai membeku adalah ketika lelaki itu menarik kedua sudut bibirnya membentuk garis lengkung yang biasa disebut dengan senyuman. Kini gantian senyum Sabrina yang luntur. Lelaki itu...bemar-benar tau bagaimana caranya membuat jantungnya berpacu di luar batas normal.

●●●

Bus yang membawa mereka pergi kemah di salah satu pantai ternama di Indonesia akhirnya sampai di tujuan dengan selamat. Perjalanan yang tak terlalu memakan waktu membuat Sabrina terus terjaga di sepanjang perjalanan meski tadi sempat harus bangun pagi-pagi sekali.

Sabrina melangkahkan kakinya keluar dari bus dengan koper di tangan kanannya juga tas punggung kecil yang menempel pas di tubuhnya. Senyumnya tercetak begitu hamparan pantai di depan sana terlihat begitu indah meski kakinya yang dilapisi flatshoes belum juga menyentuh pasir putih setelah suara pembina mampu mengintrupsi semua pergerakan peserta termasuk Sabrina. Sama seperti sebelum memasuki bus tadi, pembina di depan sana kembali menyampaikan beberapa hal yang harus dipatuhi peserta selama berkemah di sini.

Abisso D'amore [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang