6 | Kejadian

1.4K 84 2
                                    

"Lo kemarin nurunin Sabrina di jalan ya?"

"Ya."

Jawaban singkat, padat, dan jelas namun cukup menyebalkan di telinga Daffa.

Ia berdecak tak percaya, "Lo taruh hati lo dimana kemarin? Dia cewek dan lo tau kemarin dia udah nunggu lo sampai sore, gimana, sih, lo," Daffa memberenggut.

Masih berjalan di koridor menuju kelas dengan kedua tangan di saku celana, Aksa menatap Daffa malas, "Kalau lo pengen seharusnya lo aja yang antar dia pulang."

"Weits, ada yang cemburu, nih?" Ia menatap Aksa jahil.

"Gue udah nurunin dia di pinggir jalan, dan lo masih bisa bilang kalau gue cemburu? Otak lo, lo tinggalin di laundryan apa gimana, sih,"

Daffa menghentikan langkahnya di saat Aksa tetap berjalan. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Gue juga ragu lo bisa suka sama perempuan, Ak."

●●●

Entahlah, Aksa merasa kalau beberapa hari ini ia lebih banyak menghabiskan waktu di ruang kepala sekolah. Dengan topik yang selalu sama. Olimpiade. Kepala sekolahnya itu tetap bersikeras memaksanya bahkan ketika di waktu pulang sekolah seperti ini.

"Kamu masih mau menolak? Saya panggil orangtua Kamu!"

Ancaman Pak Manto nyatanya malah membuat Aksa tersenyum miring, "Panggil saja."

"Yang benar saja," gumamnya tak percaya.

"Ayah Kamu pasti kecewa jika melihat Kamu seperti ini."

"Saya sudah lebih dulu kecewa." Tukas Aksa.

"Kesimpulannya, Kamu tetap menolak?"

Aksa mengangguk.

"Sekarang saya beri pilihan. Ikut olimpiade atau saya akan mencabut beasiswa Kamu?!"

Aksa menatap Pak Manto datar.

"Bagaimana?" Pak Manto menaikkan kedua alisnya.

Aksa memajukan wajahnya, "Saya...tidak memilih keduanya."

Dengan gerakan cepat Aksa berdiri dari duduknya kemudian berlari keluar menjauhi ruangan yang beberapa hari ini menjadi tempat yang paling memuakkan menurutnya. Tak kehabisan akal, Pak Manto ikut mengejarnya dengan meminta bantuan satpam yang entah sejak kapan kepala sekolahnya itu memanggil.

Aksa bersembunyi dari balik tangga. Untungnya orang-orang yang mengejarnya tadi tak melihatnya. Dengan mata penuh was-was, Aksa mulai berjalan menuju ruangan satu-satunya yang dekat dengan tempatnya. Perpustakaan.

Ia bersembunyi di balik rak buku. Perpustakaan masih belum sepenuhnya sepi meski orang-orang di dalamnya hanya segelintir saja. Mungkin sebentar lagi mereka akan meninggalkan ruangan ini.

Tak ingin ditangkap oleh kepala sekolah, Aksa memilih duduk dan bersandar pada dinding. Ia memejamkan matanya.

Semua orang yang menilai hanya dari luar lebih pandai menebalkan egonya tanpa mau tau apa yang dirasakan di dalamnya.

●●●

Melirik jam di pergelangan tangannya, Sabrina berjalan pelan dari koridor ke parkiran. Hari ini ia tidak ada jadwal les kesehatan, makanya ia menikmati setiap langkah yang ia tapaki ini.

Tapi, tiba-tiba saja ia merasa ingin buang air kecil. Merasa jalannya masih tak jauh dari kamar mandi, Sabrina berbalik. Tidak baik menahan buang air.

Tak berapa lama, ia keluar setelah selesai. Seperti kebiasaannya, saat akan keluar dari kamar mandi ia menghadap kaca di westafel guna merapikan pakaiannya terlebih dahulu.

Abisso D'amore [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang