Mulai Menunggu
Aku telah sampai di pelabuhan rindu. Setia menunggumu datang, untuk kembali membawaku berlayar.
-Syabilla Anastasia Ciara-
⅏
Tiba di supermarket, Fajar segera mengambil troli belanjaan. Berjalan mengikuti ke mana sang istri pergi, memilih sayur dan perdagingan yang ada di sana.
Matanya tak lepas dari wajah sang istri yang begitu serius memilih daging, tersenyum kecil sembari mengeluarkan ponsel untuk memotret.
"Cantik," ucapnya membuat Syabilla menoleh, menatapnya bingung.
"Kamu ngapain Mas?"
Dengan penasaran, wanita itu mengambil ponsel Fajar. Menoleh kesal, saat mendapati fotonya yang tengah serius memilih. "Hapus ya, jelek banget mukaku di situ."
"Jangan sayang." Fajar mengambil ponselnya kembali lalu menyimpannya di saku celana. "Menurutmu jelek, tapi di mataku itu cantik."
"Yo wes terserah Mas aja." Wanita itu kembali berjalan ke bagian sayuran. Dia mengambil beberapa sayur hijau dan juga wortel dan kawan-kawan yang lain.
Merasa sudah selesai dengan sayur dan daging, dia kembali berjalan ke bagian perbumbuan. Sesekali menoleh sang suami yang tak henti menatapnya.
"Mas gak capek, lihat aku terus?"
"Gak, liat kamu berasa liat masa depan yang indah. Makanya aku betah." Menggeleng geli mendengar gombalan sang suami.
"Oh iya, tadi Mas bilang mau ngomong sesuatu. Apa?" Fajar berdecap pelan, lalu mendorong troli ke bagian makanan ringan. "Nanti saja di rumah."
"Nanti terus Mas, kalau lupa gimana?" Menggeleng. "Gak akan lupa."
Syabilla berhenti, membiarkan sang suami berjalan menjauh. "Apa dia akan sadar, aku tidak ada?" Gadis itu berlari ke rak parfum.
Mengintip dengan hati-hati pergerakan sang suami. "Nah kayaknya gak sadar."
Melihat beberapa parfum, seraya mencium baunya. Syabilla tertarik dengan salah satu parfum, yang memiliki wangi begitu sangat dia kenali. "Ini parfum Mas Fajar?"
"Permisi," ucap seseorang yang ingin melihat parfum, namun terhalang Syabilla.
Gadis itu bergeser. "Maaf ya," ucapnya menatap laki-laki yang ada di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Imam Terbaikku (END)
General FictionBerawal dari pertemuan pertama yang tak di sengaja, lalu tumbuh sebua rasa yang tak bisa di jelaskan. Serumit itukah sebuah rasa? Awalnya terasa begitu semu, hampir tak terlihat. Aku pikir itu akan menghilang seiring berjalannya waktu, tetapi takdi...