Happy Reading
Matahari bersinar lebih cerah dari kemarin. Belakangan ini cuaca sedang tak menentu, terkadang panas, terkadang hujan, membuat siapa pun malas melakukan aktivitas di luar rumah.
Melihat dari bulannya, ini sudah mulai memasuki musim hujan, tak jarang matahari sering tak terlihat karena tertutup awan. Jika keadaan seperti ini, kita harus lebih menjaga diri agar tak terserang penyakit.
Duduk menatap langit, Syabilla kini tengah memantau keadaan. Jika di pastikan cerah hingga sore nanti, dia akan mengeluarkan semua cuciannya. Tapi jika tidak memungkinkan, dia akan kembali berjemur di dalam.
“Perlu Mas panggil pawang hujan biar kamu bisa jemuran?” ucap Fajar yang lelah melihat diamnya Syabilla.
Suara tawa terdengar pelan. "Tidak perlu pawang hujan, Mas marahi saja awannya pasti dia akan pergi."
"Iya pergi sebentar, nanti datang lagi bawa pasukan." Fajar berguling memberantakkan kasur yang sudah Syabilla bereskan. Hal itu sudah menjadi kebiasaannya baru, membuat gara-gara agar di marahi istrinya.
Dengan langkah gontai, Syabilla menghampiri sang suami. "Mas ini kebiasaan banget, maunya setiap hari di tegur terus." Dia duduk di tepi kasur, mengamati sejauh mana Fajar akan menghancurkan kasur.
Bantal berserakan jatuh ke lantai, selimut berhamburan dengan boneka beruang kesayangan Syabilla yang tergantung di dinding untuk di gunakan Fajar berlatih tinju.
Syabilla sudah sering menegurnya, ralat memarahinya hingga mulut berbusa. Tapi, suaminya itu masih saja berulah. Katanya sih, "Aku tu kangen sama suara cerewet kamu." Padahal setiap hari tanpa dia ganggu Syabilla pasti cerewet mengomentari setiap hal yang dia lihat.
Fajar menggulingkan diri hingga menabrak tubuh Syabilla. Dia mengangkat kepalanya, memindahkannya ke atas pangkuan sang istri.
"Elus-elus sayang." Tangan Syabilla menyisir rambut sang suami, memainkan helai rambutnya yang begitu tebal. "Aku suka banget kamu yang sekarang, berisi. Makin gemas pengen gigit.”
Ya, keadaan Syabilla sudah jauh lebih berisi dari beberapa bulan yang lalu. Setelah kekurangan sedikit berat badan karena Morning sickness, kini nafsu makannya jauh lebih baik dari sebelumnya.
Hal itu membuat Fajar semangat untuk menyiapkan makanan terbaik untuk sang istri, mengingat kandungan Syabilla yang saat ini sudah semakin besar.
"Mas hampir setiap saat gigitnya, entah pipi, tangan, paha, semuanya. Sya berasa jadi ayam tahu gak sih?!”
Fajar terkekeh pelan. “Kamu sudah minum vitaminnya?” tanyanya yang langsung di jawab anggukkan pelan dari Syabilla.
“Bagus, biar tambah sehat.” Fajar menghadap perut Syabilla lalu memasukkan kepalanya ke dalam baju agar bisa melihat langsung perut sang istri.
“Adek, gimana kabar baik? Sudah bisa di ajak main bola belum?” tanya Fajar di dalam sana.
“Ada-ada aja pertanyaannya Mas.” Semakin Fajar mengajak anaknya berbicara, Syabilla bisa merasakan gerakan di dalam perutnya. “Adeknya bergerak.”
Fajar mengeluarkan kepalanya, lalu melotot menatap Syabilla. “Mana? Kok aku gak merasakan?”
“Kan aku yang hamil Mas.” Keduanya saling memandang bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Imam Terbaikku (END)
Ficción GeneralBerawal dari pertemuan pertama yang tak di sengaja, lalu tumbuh sebua rasa yang tak bisa di jelaskan. Serumit itukah sebuah rasa? Awalnya terasa begitu semu, hampir tak terlihat. Aku pikir itu akan menghilang seiring berjalannya waktu, tetapi takdi...