CHAPTER 20

6.7K 408 12
                                    

Terakhir Bersamanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terakhir Bersamanya

Tidak selamanya hidup ini tentang kebahagiaan. Ada kalanya, kebahagiaan itu harus berganti dengan sebuah kesedihan. Entah kesedihan sesaat, atau mungkin selamanya.

-Dia Imam Terbaikku-

"Nana! Jangan lari sayang, nanti jatuh," tegur Syabilla pada keponakannya itu.

"Nana uda gede, gak pelu kawatil," ucapnya masih asyik berlari menghindari kejaran Fajar.

"Nanti kalau jatuh, jangan nangis ya. Kalau nangis gak Ila belikan Ice cream!" Gadis kecil itu mengangguk.

Duduk dengan tenang di bawah pohon mangga, yang buahnya bisa di ambil walaupun berbaring. Syabilla mengamati dua orang yang tengah berlari itu, khawatir hal yang tidak menyenangkan terjadi.

"Mas! Sudah ih, jangan di ajak lari terus." Fajar berhenti, menoleh pada sumber suara. "Iya," jawabnya melihat wajah khawatir sang istri.

Fajar berhenti berlari, menunggu Nana mendekatinya. "Nana, ayo duduk dulu."

Menggeleng tak mau. "Anti ulu, ayo main laji!" Gadis itu berlari menghampiri Fajar, dua langkah lagi hampir sampai. Namun sebuah batu kecil membuatnya tak seimbang, dan jatuh menghantam semen.

Dengan posisi tiarap, matanya kini mulai memerah ingin menangis. Buru-buru Fajar berpura-pura terjatuh sepertinya. "Aduh!" ucapnya seolah kesakitan.

Nana yang ingin menangis, kini tertawa mengejek Fajar dengan air mata yang mulai berderai. "Ajal lemah!" ejeknya, lalu bangkit dari posisinya.

"Iya, Nana yang kuat." Fajar ikut bangkit, membantu gadis itu membersihkan bajunya.

Syabilla yang melihat itu hanya memijit keningnya pusing. "Ayo sini!" Dua orang di sana saling bertatapan, seolah tahu akan di marahi oleh ibu bos.

"Nana nanti, bantu Ajal rayu Ila ya." Nana mengangguk, lalu menghampiri Syabilla.

"Adu Ila, cenapa ukanya kucut itu?" tanya Nana seraya duduk di pangkuan wanita itu, mencium kedua pipi Syabilla. "Nana gak nanyis kok, Ila gak ucah mala."

Mendengus pelan, lalu mengangkat sedikit celana gadis itu. "Lihat, kakinya Nana jadi begini, tangannya juga."

Nana tersenyum, hingga deretan giginya terlihat. "Gak cakit kok!"

Mencium gadis itu gemas. "Tunggu sini." Syabilla berlari masuk ke dalam rumah, meninggalkan Nana dan Fajar yang kembali bertatapan. "Ajal gak duduk?"

Dia Imam Terbaikku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang