Pamit
Pada dasarnya takdir Allah selalu baik, walau terkadang perlu air mata untuk menerimanya.
__________________________________________Happy Reading
Langit masih gelap, udara dingin begitu terasa. Namun itu semua tak berlaku untuk Syabilla. Wanita itu begitu nyaman kini berada di dalam pelukan Fajar.
Setelah cerita yang begitu panjang kemarin malam, Syabilla tak langsung tidur. Urusan yang tertunda dengan sang suami, tetap saja di lakukan malam itu juga.
Matanya perlahan terbuka, menatap diam wajah Fajar yang begitu jelas di depannya. Syabilla tak bisa menahan senyumnya, tangannya tergerak menyentuh hidung mancung Fajar.
"Jangan senyum-senyum sayang," suara khas bangun tidur terdengar, Fajar membuka matanya lalu menghadiahkan sebuah kecupan manis untuk sang istri. "Tidurmu nyenyak?"
"Menurutmu, Mas? Apa aku bisa tidur nyenyak ketika seluruh tubuhku sakit? Pakai nanya lagi, tidur nyenyak gak." Syabilla langsung memasang wajah kesal, ingin menyingkirkan tangan sang suami yang melingkar di perutnya.
Fajar terkekeh pelan, semakin mempererat pelukannya. "Itu balasan setelah hampir setahun sayang, maaf ya. Makasih juga," ungkapnya.
Syabilla yang tadinya kesal, kini kembali tersenyum. Dia memperbaiki posisi tidurnya agar lebih nyaman. "Tapi, Mas gak marah tentang perasaan Lyam?"
"Untuk apa marah? Tidak ada salahnya dengan seseorang yang jatuh cinta." Syabilla ingin membalas, tapi telunjuk Fajar menyuruhnya diam.
"Sayang, cinta itu anugerah. Aku tak marah dengan perasaan Lyam. Tapi, jika Lyam memaksa dan menyakiti dirimu atas nama cintanya, kamu tahu betul apa yang akan aku lalukan selanjutnya kan?"
Mendengar penjelasan Fajar Syabilla mengerti. "Tapi, Mas juga tak cemburu?"
"Suami mana yang gak cemburu dan kesal jika istrinya di cintai pria lain? Sudah jangan bahas ini, aku jadi mau makan kamu aja."
Merasa ada bahaya, Syabilla menjaga jarak antara mereka. Namun terlambat, Fajar sudah lebih dulu menggigit ujung hidung kecilnya hingga merah. "Mas Fajar! Udah aku mau mandi aja, gak usah gigit-gigit!"
"Makanya jangan gemas-gemas." Fajar mencium kening sang istri, sebelum Syabilla beranjak bangun. "Semangat mandinya, nanti lanjut lagi."
"Gak ada lanjutan, udah tamat!" Syabilla mengambil peralatan perangnya, kemudian pergi keluar.
Syabilla berjalan pelan-pelan menuju dapur, di sana sudah ada Mama Odi yang sedang bersiap memasak. Seperti maling yang ketahuan, Syabilla tersenyum canggung menyapa.
"Pagi Mama." Mama Odi yang mengerti dengan tingkahnya, hanya tertawa. Tak ingin berlama-lama dalam kecanggungan, Syabilla segera bergegas menuju kamar mandi.
Setelah menghabiskan cukup waktu di kamar mandi, Syabilla keluar dengan handuk di kepalnya. Sambil menggigil dia lari masuk ke kamar. "Minggir Mas!" Syabilla menarik selimut, lalu menyelimuti tubuhnya.
"Itu rambutnya di keringi dulu, nanti sakit loh." Fajar menarik selimut itu kembali. "Berdiri."
Syabilla berdiri. Fajar membentangkan selimutnya lalu menyelimuti sang istri seperti bayi, kemudian dia mendudukkannya di pinggir ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dia Imam Terbaikku (END)
General FictionBerawal dari pertemuan pertama yang tak di sengaja, lalu tumbuh sebua rasa yang tak bisa di jelaskan. Serumit itukah sebuah rasa? Awalnya terasa begitu semu, hampir tak terlihat. Aku pikir itu akan menghilang seiring berjalannya waktu, tetapi takdi...