CHAPTER 21

5.4K 373 6
                                    

Hari Kesedihan 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari Kesedihan 

Dia yang dulu dekat, kini menjadi asing. Memaksa kembali, seolah semua yang dia lakukan begitu mudah untuk di lupakan.

-Dia Imam Terbaikku-

Setelah mengantar Fajar, dia kembali ke rumah. Sunyi, sepi, yang saat ini terasa. Menahan diri untuk tidak bersikap cengeng, Syabilla bergegas bersiap untuk kembali mengajar.

Tok! Tok!

Suara ketukan pintu terdengar, bergegas Syabilla membukanya. Tidak ada siapa pun di sana, hanya sebuah bunga Lily tergeletak di depan pintu. “Akhir-akhir ini, mengapa banyak sekali yang mengirimkan bunga. Sekarang Siapa lagi yang kasih.”

Syabilla mengambil, membawanya masuk ke dalam. Duduk dengan tenang, membaca sebuah kertas yang ada di sana. “Suamimu sudah pergi, aku akan kembali.”

Bunga Lily itu jatuh dari tangannya. Segera Syabilla mengambil ponselnya, mencari nomor Fajar di sana. “Gak! Gak boleh buat Mas Fajar khawatir, aku bisa hadapi ini sendiri!”

Menenangkan dirinya. Mengambil bunga itu, lalu di buangnya ke luar rumah. Dengan semua perasaan yang bercampur aduk, Syabilla bersiap melaksanakan niat awalnya. Dia harus tetap profesional membimbing semua muridnya.

Mengunci pintu rumah, lalu menyalakan mesin mobil untuk bersiap berangkat. “Bismillah, Ya Allah lindungi hamba.”

Tiba di sekolah, dia segera masuk kelas. Menyapa para murid dengan senyum ceria. “Selamat Siang!”

“Siang, Bu Guru!” Syabilla mulai mengabsen, mengecek kehadiran para muridnya. Satu persatu, nama mereka di sebut.

“Di mana Dimas? Sudah dua hari ini dia tidak masuk,” tanya Syabilla menatap para muridnya.

“Gak tahu Bu!” ucap Windi, sang ketua kelas. “Ada yang tahu rumah Dimas?” Semuanya menggeleng.

“Bu guru, anak sebelah tahu di mana rumahnya,” ucap Mamat. “Siapa namanya?”

“Bayu!” Syabilla mengangguk, lalu meneruskan mengajar. “Anak-anak, libur sekolah telah tiba. Sampai ketemu lagi, di tahun ajaran baru.”

Sepulang sekolah, dia bersama Bayu pergi ke rumah Dimas. “Bayu, ini betul rumah Dimas?” tanya Syabilla ketika melihat sekeliling tempat itu.

“Betul Bu. Biasanya ada nenek Dimas di dalam.” Syabilla yang masih tak percaya dengan tempat itu.

Hampir semuanya tertutup oleh sampah, beberapa rumah yang tak layak huni menjadi harta satu-satunya milik mereka. Ingin rasanya Syabilla menangis, melihat seberapa parah kehidupan yang muridnya itu jalani.

Dia Imam Terbaikku (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang