Part 14

18 3 2
                                    

Lo jahat banget, bang. Salah lo nih karena baik terus ke dia. Makannya dia sampe kayak gini ke lo. Tanggung jawab kek! Lo malah sibuk tidur gak bangun bangun.

Setelah puas memaki, Zacky bangkit dari posisinya, lalu mendekati ku. Dielusnya puncak rambut ku pelan pelan.

Harusnya gue yg nangis. Kenapa malah lo yang gini?

"Yuk ke sekolah," ajak Zacky sambil menggenggam sebelah tangan ku.

"Kita berangkat dulu ya, Bang."

Zacky mendengus kecil. Bisa bisanya aku berpamitan pada sebuah makam.

Langkah Zacky berhenti setelah sampai di dekat motornya. Keningnya mengernyit saat mendengar isakan kecil di belakangnya. Tapi, saat akan membalikan tubuh, dengan cepat tangan ku langsung menghalangi nya untuk tidak berbalik.

"Jangan noleh ke belakang dulu." Sekuat tenaga aku berusaha menahan isakan kecil yang sedari tadi ku tahan.

"Ilaa... "

"Apaan si, bentar." pinta ku. "Gue tiba tiba keinget Bang Zein lagi."

Zacky bergeming. Isakan ku semakin terdengar.

"Bentar ingus gue ngalir terus. "

Tak mau lagi mendengar isakan ku, Zacky langsung berbalik dan memeluk ku.

"Bego malah balik badan!" protes ku yang masih sesenggukan.

Zacky hanya diam, sambil sesekali menepuk punggung ku pelan.

"Lo sih! Jadinya gue maluu," makin terisak. "Ntar lo ledekin gue. Ngatain gue cengeng."

"Aslinya emang kan?"

Tangisan ku semakin menjadi jadi. Tadi saat berada di depan makam Zein, tiba tiba satu pemikiran terlintas dibenaknya. Bagaimana kalau waktu itu, Tuhan juga meminta Zacky? Lebih sering bersama Zacky jelas akan membuat ku semakin kehilangan. Karena yang aku tahu, sekalipun mudah bergaul dengan siapa saja, hanya Zacky yang benar benar mengerti diri ku. Dan selain keluarganya, mungkin hanya Zacky lah yang bisa menerima diri ku tanpa banyak menuntut. Karenanya, aku sangat bersyukur. Sekalipun tahu kalau Zacky tidak lagi sama setelah kejadian itu.

Zacky menarik napas. "Lo lagi halangan ya?"

"Kenapa emang?"

"Biasanya gak sealay ini?"

Aku hanya menggeleng. Jelas tidak akan mengatakan kalau tadi dirinya sempat berpikir tentang kepergian Zacky untuk selamanya. Dan, otaknya langsung mendengungkan penolakan yang keras karena tidak ingin kehilangan. Sial. Ada apa dengan diri ku pagi ini?

Dengan cepat aku melepaskan pelukan Zacky. Secepat tangan ku yang sudah mendarat di lengan Zacky.

"Lu niat bunuh gue di pelukan lu?"

Zacky tersenyum sambil menggeleng gelengkan kepalanya. Sadar betul kalau cara itu digunakan diriku karena sedang menahan malu. Biasanya jika habis menangis aku pasti akan marah marah tak jelas. Seperti saat ini.

"Silahkan naik nyonya," ujar Zacky sambil menaiki motornya. Dan aku pun naik ke atas motornya sambil berjinjit dengan bibir yang mengerucut. Harusnya tadi dia menahan kecengengannya. Sehingga tak perlu merasa malu seperti sekarang. Alasan yang membuatnya menangis kali ini gak banget, membayangkan kehilangan Zacky untuk selama lamanya? Huh! Melankonis sekali.

Saat akan menyalakan mesin motor, tiba tiba Zacky menoleh ke samping.

"Apa si, Ky?"

Sambil menoleh, dengan sebelah tangan yang diletakkan di kaca spion, Zacky tersenyum pongah. Mengejek lebih tepatnya. "Sayang banget ya lo sama gue? Sampe nangis pas nbayangin kalo gue ikut pergi?"

ZackylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang