27 : 10 Out Of 10

1K 148 26
                                    

"So, Julie. Penduduk Ibu Kota yang melarikan diri dengan si tinggi pirang yang payah bersandiwara." Jaemin membuka penilaiannya dengan duduk santai pada satu-satunya sofa panjang yang mungkin saja itu singgasana favorit si rambut oranye. "Oh, itu tidak akan bagus, sama sekali tidak berhasil. Kekasihmu—jangan tersinggung ok, dia agak...yah, lamban." Lalu berdecak tidak setuju, bibirnya dilipat, hidungnya dikerutkan seperti habis mencium bau tidak enak.

Secara teknis aku memang masih ber-identitas sebagai warga ibu kota jadi aku menyetujui semua yang pemuda itu katakan, sampai sini, toh Lucas memang agak sedikit lamban, kecuali bagian 'pacar' tadi. Rasanya aneh mengiyakan, tapi lebih aneh lagi jika aku menyangkal. Jadi, aku ikuti saja kemana arah bicaranya.

"Jelas sekali bukan." kataku.

"Tenang, aku hanya meng-cross check. Untuk lebih meyakinkan diriku sendiri." tambahnya lagi. "Lalu kenapa kalian pergi dari tempat yang aman di balik tembok dan repot-repot sampai kesini? Itu pasti karena sesuatu yang sangat besar."

Aku tidak mungkin terang-terangan walau Jaemin ikut terlihat khawatir. "Kakak ku, dia menghilang." jawab ku.

Jaemin mengangkat kedua alis sedikit kaget, "Oh," serunya pendek. "tidak seperti apa yang aku pikirkan sih tapi ini juga mengejutkan. Kenapa? karena ini bukan kali pertama aku melihat sejoli dari Ibu Kota melarikan diri keluar dari tembok pertahanan pemerintah yang selalu dijaga ketat. Boneka dalam rumah kayu yang semata-mata menunggu kapan dimainkan yah, kalian kan senang bermain dipanggung jadi ya pasti tidak apa-apa."

Aku sedang tidak peduli pada sarkasme atau ketertarikan akan nasib pasangan-pasangan itu berada sekarang, aku ingin cepat kebagian inti yang mana aku pertaruhkan dengan menyelinap tengah malam ke salah satu pemasok senjata Kaum Pemberontak.

"Bisakah aku bertanya sekarang?" lontarku sebelum Jaemin sempat bertanya lagi.

"Tidak sabaran? Oke oke."

"Bagaimana kau tahu aku akan menanyakan tentang belati itu?"

Jaemin mengangkat satu alisnya, "Sudah ku bilang aku lebih mampu dari kelihatannya. Aku seorang kolektor, senjata. Aku biasa berurusan dengan orang-orang yang suka mengorek informasi hanya dengan membodohi objek mereka, makanya aku harus bisa membaca keinginan lawan ku terlebih dulu."

"Jadi kau menganggap aku lawanmu atau objek yang akan kau bodohi?"

"Bukan begitu maksudnya, Julie, aku jadi terbiasa menebak-nebak apa yang ada dibenak semua orang yang aku ajak bicara. Dan ketika kau melihat belati itu, aku tidak ragu bahwa kau menginginkannya. Dengan putus asa. Sekarang giliranku, belati siapa itu?"

Apakah seperti itu aku melihatnya? Putus asa? Aku menatap Jaemin dalam-dalam, "Itu yang sedang aku cari tahu."

Jaemin menggerakkan kepalanya sedikit karena itu, kening dikerutkan. "Kau seolah-olah mengenalnya walaupun berbohong tentang ketidak-tertarikan. Aku kira kau mengetahui sesuatu. Hmm, jadi kita berdua sedang berada di jalan buntu huh?"

"Kau- darimana kau mendapatkannya?"

"Tentu saja Ibu Kota. Darimana lagi bisa aku dapatkan senjata se-eksentrik itu? Sampai aku rela membayarnya lebih dari perjanjian ketika mereka tahu aku seorang kolektor dari Kaum Pemberontak."

Pemuda itu terdengar sedikit kesal, dia bersandar sekarang begitu melihatku. Satu fakta tambahan untuk pemuda ini, dia bisa keluar masuk Ibu Kota. "Tadi siang kau bilang ada tiga orang yang menanyakan belati itu, selain aku dan pemimpin kalian, siapa satunya?"

"Oh, aku bilang begitu? aaah Na Jaemin, kau benar-benar!" umpatnya pada dirinya sendiri. "Tapi sekarang giliranku bertanya jadi aku anggap tidak valid oke. Dimana kau pernah melihatnya?"

Mr. Midas | NCT Jaehyun [BAHASA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang