32 : Mistakes

572 111 21
                                    

Malam Hari Di Perbatasan Gerbang Ibu Kota

Sebuah mobil sedan hitam mengkilat bergaya antik berhenti tepat di depan pos penjaga yang berjarak satu kilometer jauhnya dari gerbang Ibu Kota. Beberapa prajurit yang berjaga mempersiapkan senjata, ketika salah satu dari mereka datang mendekat ke mobil untuk mengecek, kaca jendela dari kursi belakang turun dan sedetik kemudian sebuah tangan menjulur memperlihatkan kartu tanda pengenal dengan lambang bendera Ibu Kota serta border bintang keemasan di bagian fotonya.

Prajurit itu kaget dan langsung menunduk tanpa perlu berpikir, berteriak memerintah untuk memberi hormat kepada yang lain setelah mengenali si penumpang. Siapa yang tidak tahu, border bintang keemasan adalah milik putra kesayangan sang Presiden. Tidak ada yang memiliki tanda pengenal itu selain anak lelaki satu-satunya, calon pewaris tunggal kursi kepresidenan.

Untuk beberapa saat semua prajurit yang sedang bertugas spontan memberi hormat dengan tubuh tegap dan menurunkan tangan ketika mobil sedan itu masuk ke dalam kota. Si pemuda di dalam mobil memandangi tembok tebal monoton keabuan yang membungkus sebuah kota megah di dalamnya, ia merengut masam. Tidak menyangka ia merasa tertekan kembali ke dalam sangkar beton.

Lelaki muda itu terkenal ramah, untuk ukuran seseorang yang berpengaruh, mempunyai segalanya yang dibutuhkan di dunia itu juga termasuk jabatan. Para penduduk sangat mengidolakan sosoknya, terlebih lagi di kalangan gadis-gadis biasa yang orang tua nya tidak mempunyai kekuatan politik dalam pemerintahan. Mereka hanya bisa menyaksikan pemuda itu dari televisi dan mengagungkan sikap wibawa serta senyuman tampannya, yah meskipun hanya sepersen kecil wanita yang merasa senyuman itu palsu tapi mereka tetap menyukai wajahnya.

Sayangnya senyuman itu benar-benar tidak dia gunakan di dalam rumahnya sendiri. Seperti saat ini, mobil sedan itu melewati halaman luas yang bahkan akan terlalu menyita keringatmu jika kau menyusurinya berjalan kaki dari gerbang panjang sampai pintu depan rumah megah sang Presiden. Ketika akhirnya mobil berhenti terparkir di sisi halaman berjajar dengan beberapa mobil Mercedez dengan bendera Ibu Kota di moncongnya, si pemuda turun dengan mulut kaku setelah melihat tanda-tanda tersebut.

Dia menutup pintu penumpang bersamaan dengan sang supir yang menawarkan untuk membawakan tas nya tetapi ia tolak. Pemuda itu berjalan masuk terburu-buru melewati dua buah pintu raksasa yang mengayun terbuka ketika kehadirannya diketahui.

"Jungwoo." panggil seseorang sewaktu si pemuda hendak melewati aula di sebelah kanannya. Dia menoleh dan bertemu pandang dengan sang Komandan Pasukan Keamanan, bawahan sekaligus teman dekatnya. Dekat karena ayah si Komandan adalah teman ayah Jungwoo, setidaknya seperti itulah pertemanan mereka terjalin.

"Kenapa kau disini?" tanya Jungwoo ketika bayangan dari gelombang rambut coklat sang Komandan menyapa di depan dahi.

"Pengecekan berkala bagi semua orang setelah bepergian dari area Ibu Kota." katanya mendekat dengan lesu.

Lalu seorang wanita berpakaian formal keluar dari aula tadi, berjalan ke arah Jungwoo ketika dia melihatnya. Semakin mendekat, raut mukanya semakin menajam meski dandanannya terkesan dibuat polos dan ceria. Rambut coklat sebahunya tergerai lembut di sisi wajah anggun itu sebelum akhirnya di sibakkan ke belakang telinga ketika berhenti tepat di depan putra presiden.

"Kau sudah pulang dari kota kumuh itu?" sahutnya. "Perjalanan yang singkat, apa urusannya tidak berjalan lancar seperti yang kau kira?" sambungnya ketika Jungwoo belum sempat menjelaskan.

Jungwoo tidak suka itu, "Ibu, aku tidak akan mengecewakan Ayah." ujarnya pendek.

Wanita itu mengerutkan kening, berfikir, "Sebaiknya begitu." tambahnya tegas sebelum akhirnya wanita itu merasa jika tidak ada yang perlu dia katakan lagi dan pergi berlalu meninggalkan jejak manis parfum yang selalu Jungwoo sukai.

Mr. Midas | NCT Jaehyun [BAHASA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang