33 : Bad One

332 87 22
                                    

"Jangan berani menyentuhku!"

Nadanya yang dingin dan memerintah membuat gerakanku terpotong seketika di udara. Jaehyun menepis jemariku dengan jemari bersarung tangannya yang biasa.

Tak tahu malu, aku memandangnya penuh harap. Menatap kedua mata Jaehyun yang hanya ada amarah disana. Dia marah.

Tentu saja dia marah, aku sudah menyepelekan semua peringatan-peringatan Jaehyun. Terlebih lagi ketika dia sedang mencoba membantuku keluar dari kawasan ini.

Kacau balau, aku membuat semua rencana pelarian tidak berguna. Sia-sia. Pertama-tama Mark yang terluka dan aku benar-benar berharap dia bisa lolos dari kawasan ini, lalu mereka berhasil menangkap Johnny si arogan yang tidak aku sukai tapi bukan berarti aku tidak mencemaskannya. Lucas yang bahkan aku tidak tahu apakah dia baik-baik saja, untuk menanyakan pada Yuta saja aku berpikir seratus kali sekarang. Kini Jaehyun, dia pasti kecewa.

Why am I keep messing things up?

"I'm sorry," ujarku terlampau lirih sampai-sampai Yuta dan Jaehyun memandangiku meyakinkan diri mereka kalau memang aku yang bersuara.

"Ini semua gara-gara aku." kataku lagi dengan penuh sesal.

Diluar dugaan Jaehyun menjawabnya, dengan santai kali ini. "Kenapa kau harus meminta maaf? Kau sungguh percaya aku akan membantumu Amy?"

Aku hampir berpikir Jaehyun sedang memulai argumen dengan Yuta ketika di detik yang sama aku mendengar namaku disebut. Aku mengganti tujuan pandangku dari lantai menuju sepasang mata coklat keemasan Jaehyun, tidak percaya dengan apa yang baru saja dia katakan.

Dia menyunggingkan senyum, terlalu tiba-tiba tetapi ada sesuatu yang tidak pernah ku lihat sebelumnya. Tidak pernah dia menyunggingkan senyum licik itu, tidak dalam setiap lembar ingatanku walau dalam keadaan mempertahankan diri sekalipun.

Jaehyun berputar pada Yuta, berkacak pinggang. "Sudah kubilang aku akan membawanya padamu. Aku hanya perlu waktu untuk menggali rahasianya lebih dalam lagi-" Jaehyun terhenti untuk mengernyit pada luka di sudut bibirnya. "ahh..tidak kusangka Ten memukulku dengan gagang pistol."

"Kau kan bisa membahasnya dulu dengaku." Yuta menyelonjorkan kakinya yang panjang. Aku bisa melihatnya dari sudut mataku, dia mengerutkan kening pada Jaehyun.

"Kau kira Ten akan membiarkan mereka disini dengan caraku? Kita tidak akan mendapatkan apa-apa jika metode kita terlalu sembrono. Kau kira mereka peduli nyawa mereka dan akan mengatakan semua yang sedang terjadi terang-terangan? Tidak! Tidak lagi Yuta. Mereka semua diluar sana sama gilanya dengan kita. Mereka tidak peduli dengan nyawa mereka, tujuan mereka hidup hanya satu. Kemenangan kelompok. Jika tertangkap maka lebih baik mati dengan mulut terkunci. As simple as that."

Yuta terdiam sesaat lalu menjawab, "Kaum Pemberontak tidak melunak. Itu cara kita. Itu identitas yang membuat mereka semua takut." Suaranya dalam.

"Teruslah seperti itu dan kita hanya akan mendapati Anjing Gila lain lalu keluarga mereka yang menangisi mayat-mayat itu keesokan hari. Kita mulai ketinggalan, Ibu Kota sudah mempunyai serum penyembuhnya. Jika kita tidak bisa mendapatkannya maka kita gunakan cara satunya, gali sumber yang ada." Jaehyun mengalihkan pandangannya padaku.

Dengan cara yang menyakitkan, tatapan hangat itu kini menusuk suatu tempat di antara rongga dadaku. Tekanannya mencuat naik ketenggorokan membuat nafasku tercekat payah. Mataku memerah meski aku berusaha tidak tampak bodoh untuk berfikir jika Jaehyun memang memanfaatkanku dan menganggapku seperti objek informasi saja.

"Kau- menipuku?" aku mendengus tidak percaya dengan nafas pahit yang masih tertahan tadi.

"Tidak. Aku menipu Lucas juga. Seharusnya kau mendengarkan kata-kata kakak mu Amy. Seharusnya kau tetap tinggal di balik gerbang Ibu Kota." Jaehyun menjawab itu cepat, suaranya lantang. Aku benar-benar tidak bisa mempercayai apa yang barusan aku dengar.

Mr. Midas | NCT Jaehyun [BAHASA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang