18. Luka Di Atas Luka

6.6K 366 6
                                    

"Sabar adalah ketika hati tidak meratap, dan mulut tidak mengeluh"
–– Ibnul Qayyim ––

"Bersabarlah, Allah menciptakan luka pasti juga dengan obatnya, kau hanya perlu bersabar, yakinlah bahwa Allah tidak akan meninggalkan, hamba hamba-Nya yang beriman"

–––– ARAFASYA ––––
© Auliariskamaula

Dua hari berlalu

Ara sedang duduk di sofa yang ada di balkon kamarnya, matahari masih malu-malu untuk bersinar, udara pagi masih begitu menyegarkan, mungkin orang-orang baru saja turun dari masjid setelah melaksanakan shalat subuh.
Sedangkan Ara baru saja selesai melaksanakan shalat subuh nya.

Ara menghirup udara segar banyak banyak, menurut ahli kesehatan udara waktu subuh itu masih bersih dan bagus untuk kesehatan tubuh, ada yang bilang juga kalau udara waktu subuh itu masih bersih karena belum tercemar oleh napas orang-orang munafik atau orang-orang kafir yang jika siang sibuk mengejar dunia.
Entahlah itu benar atau tidak, Ara tidak tahu.

Meski raganya ada disini, namun pikirannya berkelana jauh entah kemana.
Memikirkan banyak hal membuat kepalanya sedikit sakit.

"Bagaimana keadaan Nina?"

"Apakah Ka Ilham sudah melupakan aku?"

"Bagaimana dengan penyakitku?, Apa aku harus melakukan kemoterapi?, Apa aku harus memberi tahu Ayah, Bunda, dan semuanya?"

Pikiran Ara melayang jauh, memikirkan berbagai masalah yang harus Ia hadapi, memikirkan bagaimana kondisi sahabatnya sekarang?.

Sudah dua hari berlalu dari kejadian Ara yang datang ke rumah Nina, dan selama dua hari ini Nina sama sekali belum mengabarinya lagi.

Ara tidak sadar jika matahari ternyata sudah memancarkan sinarnya, jam sudah menunjukkan pukul 06.00.
Berapa lama Ia melamun disini?
Ara akhirnya bangkit dari duduknya, kemudian melangkah memasuki kamarnya untuk bersiap-siap ke kampus.

Selesai bersiap-siap, Ara segera turun ke bawah untuk sarapan bersama keluarga nya, Ara sedikit tergesa karena tadi bundanya sudah sempat memanggil.

"Assalamu'alaikum, selamat pagi Ayah, Bunda, Ka Fikri, Ka Zaki" sapa Ara saat sampai di meja makan.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, pagi juga Dek" jawab semuanya kompak.

Ara duduk di sebelah Zaki, kemudian mengambil makanan untuk dirinya sendiri karena yang lain sudah mengambil makanannya masing-masing.

"Kuliah pagi Ra?" tanya Zaki.

"Masuk jam 9 Ka, tapi berangkat jam 8 nanti" jawab Ara.

Zaki mengangguk paham sambil memakan sarapannya.

Ting tong...!!

Bel rumah berbunyi, Ara segera bangkit dari duduknya untuk membukakan pintu.

"Biar Ara saja yang buka pintunya Bun" ucap Ara ketika sang bunda ingin membuka pintu.

Bunda Arini tersenyum, kemudian mengangguk.

Ara berjalan untuk membuka pintu sambil membenarkan niqabnya.

"Wa'alaikum––––––" belum selesai Ara menjawab salam, tubuhnya sudah dipeluk erat oleh orang dihadapannya.

"Astaghfirullah Nina, kamu kenapa?" tanya Ara.

ARAFASYA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang