23. Perasaan yang sama

6.8K 399 0
                                    

"Karena terkadang hati perlu berkorban, untuk melihat kebahagiaan orang yang kita sayang, untuk seseorang yang lebih membutuhkan dia yang kita perjuangkan, yakinlah... Setelah pengorbanan, akan Allah hadirkan seseorang yang membuatmu senang"

–––– ARAFASYA ––––
© Auliariskamaula

Safira sedang berdiri di depan pintu ruangan tempat Ara dirawat.
Hanya berdiri dan memandang Ara yang saat ini terbaring tak berdaya dengan tatapan sendu.
Safira tak berani masuk ke dalam, Ia belum siap untuk melihat keadaan Ara saat ini secara langsung.
Rasanya sebagian hatinya terluka melihat kondisi gadis cantik yang sudah dianggapnya sebagai seorang adik sendiri.

Masih dengan menggunakan jas dokternya, Safira memperhatikan Ara dari jendela depan pintu ruang perawatan Ara.
Air matanya seperti tak dapat berhenti mengalir melihat Ara dengan kondisi seperti itu.

***

Perlahan dokter cantik yang saat ini mengenakan jilbab abu-abu dengan jas dokter yang masih dipakainya itu mengalihkan pandangannya pada seorang pria yang duduk di kursi sebelah bed Ara.
Pria yang sedari tadi hanya diam dan menunduk, pria yang masih menggunakan jas dokter yang sama seperti dirinya.
Ada banyak pertanyaan dalam benak Safira tentang hubungan pria itu dengan Ara, dan semua pertanyaan itu juga menyangkut bagaimana keadaan hatinya nanti.

Ilham, pria yang membuat Safira bertanya-tanya apakah hubungan Ilham dengan Ara?, Kenapa mereka terlihat sangat dekat?, Kenapa Ilham terlihat sangat khawatir dengan Ara?, Sebenarnya apa hubungan keduanya?.

Di dalam ruangan itu hanya ada Ilham dan gadis remaja yang Safira tahu sebagai sahabat dekat Ara bernama Nina, hanya mereka yang menemani Ara saat ini.
Tadi Safira sempat melihat Fikri keluar ruangan dan pergi entah kemana sebelum Ia berdiri di depan pintu ini.

Tiba-tiba pendengaran Safira menangkap samar percakapan antara Ilham dan Nina.

"Apa kau benar-benar baru tahu tentang penyakit Ara?" tanya Ilham.

"Iya Dok, saya baru tahu" jawab Nina yang duduk di sofa yang ada tidak jauh di belakang Ilham.

"Apa ini alasan Ara menolak khitbah saya beberapa waktu lalu?" tanya Ilham lagi dengan suara lirih namun masih terdengar oleh Safira.

Deg...!!!

Tubuh Safira seketika mematung mendengar pertanyaan Ilham yang satu itu, jadi selama ini???

"Saya tidak tahu, tapi mungkin itu salah satu alasannya Dok" jawab Nina.

"Seandainya Ara tahu bahwa saya mencintai dia apa adanya, seandainya Ara tahu bahwa saya siap menerima apapun kekurangannya, seandainya Ara memberi tahu semuanya lebih awal pasti semuanya tidak akan seperti ini" ucap Ilham lirih sambil memandang wajah Ara yang terlihat pucat.

"Kata Ara jangan suka berandai-andai Dok, itu membuat manusia semakin lupa bagaimana caranya mensyukuri yang ada saat ini" ucap Nina sambil menghela napas berat, air matanya kembali menetes saat mengutip kata-kata sang sahabat.

"Astaghfirullah" ucap Ilham lirih sambil mengusap wajahnya kasar.

Air mata Safira lagi-lagi menetes, kali ini hatinya remuk redam, melihat kondisi Ara saat ini saja sudah membuat sebagian hatinya terluka, dan sekarang Ia harus mendengar percakapan yang sukses membuatnya semakin hancur.

ARAFASYA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang