[5] Mulai Peduli

1.5K 74 0
                                    

Setelah kurang lebih 4 jam perjalanan, sampailah rombongan ponpes Nurul Qadim di Bandung. Mereka menuju salah satu hotel yang bernama Hotel Serena.

Suasana malam yang aneh dan hawa yang begitu dingin menyambut kedatangan mereka. Karena sudah malam, ustadz Ali menghimbau agar para santri untuk segera masuk ke kamar mereka dan tidur.

Kebetulan, Azmi, Aban, dan Hafidz satu kamar. Sedangkan Adel dan Nisa sekamar lagi dengan Fina.

"Kamar kita nomor berapa sihh?" Tanya Azmi.

"24." Jawab Hafidz.

"Nah ini dia kamarnya." Sahut Aban.

"Serius ini kamar kita? Ya Allah, ni kamar udah dipojok, kecil, AC nggak nyala, nggak ada tempat sampah lagi. Astaghfirullah." Azmi mengeluh.

"Udah, syukuri aja, daripada tidur di bis, lagian cuma semalem doang." Ucap Hafidz.

Mereka mengeluarkan beberapa barang ditas. Karena sudah tak tahan dengan keringat dan bau badan, Aban berinisiatif untuk mandi pertama.

10 menit sudah ia mandi, dan sekarang Aban merasa badannya lebih segar. Ketika Hafidz dan Azmi sibuk ngemil sambil nonton tv, Aban memilih untuk langsung tidur.

Tanpa permisi, Aban langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur king size itu. Azmi dan Hafidz yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya.

"Kak, aku mandi duluan ya," ucap Azmi.

"Oke. Tapi cepet!!"

"Siap."

Memasuki kamar mandi, Azmi melihat kamar mandi yang kecil ditambah kaca yang begitu besar, yang berhasil membuat Azmi merasa takut. Ia merasa begitu banyak pasang mata yang sedang melihat ia.

Ya walaupun nggak ada siapa-siapa. Entah mengapa, setiap Azmi melirik ke kaca, ia tak tenang. Sebelum rasa takutnya memuncak, Azmi segera menyelesaikan mandinya dan keluar.

"Astaghfirullah kak, ni hotel angker ya?" Tanya Azmi pada Hafidz.

"Lah emang kenapa?"

"Tadi selama mandi tuh kayak banyak yang liatin gitu. Mana airnya dingin banget lagi."

"Alah paling itu cuma perasaan kamu aja,"

"Aku yakin banget, disini pasti banyak penunggunya."

"Mungkin, nih ya, kalo dilihat dari bangunannya, hotelnya kayak hotel lama. Tapi ya, nggak tau juga sih, udah ah, malah bahas setan. Mending mandi." Ucap Hafidz meninggalkan Azmi.

Azmi memilih duduk didepan tv dan membuka kwaci. Yap itu makanan kesukaan Azmi. Ia mulai mengupas kulit kwaci, tiba-tiba ia mendengar dering telepon didekat meja rias.

Angkat? Enggak? Angkat? Enggak? Azmi bingung. Karena telepon itu terus berbunyi, ia memutuskan untuk mengangkat telepon itu.

"Assalamualaikum." Ucap Azmi.

1 detik, 2 detik, tak ada jawaban dari seberang sana. Tapi Azmi tetap berusaha tidak panik. Ia tetap menunggu.

"Hallo?" Sapa Azmi.

"Mas Azmi?" Akhirnya ada jawaban.

"Iya,"

"Mas ini pizza nya sudah sampai. Silahkan ambil didepan pintu."

"Tapi saya tidak pesan pizza." Sahut Azmi dengan jujur.

Si penelpon diam. Tak menyahut lagi. Azmi dibuat bingung dan takut.

"Hallo?" Sapa Azmi lagi.

Lagi-lagi tak ada jawaban, tapi telepon masih tersambung. Karena takut, Azmi memutuskan telepon itu, dan membuka pintu kamar untuk memastikan hal tadi.

The Power of SantriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang