[15] Cari Tau

1K 87 4
                                    

"Masalah kamu masalah aku juga."
Aban.

"Ban kamu mau kemana?" Tanya Azmi membalikkan badan Aban.

"Ada urusan bentar. Kamu ke kamar aja sana temenin kak Hafidz!"

"Ehhh ta-" Ucap Azmi terhenti saat melihat Aban lari menjauhinya.

Aban lari menuju pintu belakang pondok, dimana pintu itu adalah jalan satu-satunya menuju pondok bagian Akhwat.

Ia melangkah dan membuka pintu dengan pelan, berharap tak ada ustadzah Rumi atau santriwati lainnya.

Pintu itu membawa Aban ke dapur ponpes. Ia melihat sekelilingnya dan Yap, tak ada orang di dapur. Aban segera pergi untuk menemui Fina.

Tok tok tok...

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Aban? Kamu ngapain ke sini?? Hayoo, aku bilangin sama ustadzah Rumi loh!" Jawab Nisa.

"Sstt. Jangan Nis!! Aku kesini cuma mau ketemu sama Fina. Bentar ajaaa. Yayaya? Bentar kok suerr" Ujar Aban memasang ekspresi sok imut.

"Fina? Kamu nyariin Fina? Kenapa emang?"

"Ga papa. Udah gausah kepo."

"Ih ya udah, aku gamau manggil Fina." Ancam Nisa.

"Astaga Nis. Tolong lah bantuin aku kali ini aja,"

"Finanya gaada."

"Jangan boong!"

"Ih serius. Emang Fina gaada kok."

"Terus Fina kemana?"

"Fina tuh pindah kamar, sekarang, dia sekamar sama Icha sama Dila. Udah ga sama aku lagi."

"Kok pindah?"

"Ya gitu."

"Oh ok aku pergi ke kamarnya Icha. Bye! Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

"Aban aneh." Ujar Nisa seraya menutup pintu.

Aban berlari menuju kamar Icha. Entah dari mana dia tau kamar para akhwat, yang jelas Aban tau betul dimana kamar Icha.

"Astaghfirullah, mampus aku." Gerutu Aban saat melihat ustadzah Rumi berjalan ke arahnya.

Seketika Aban panik sekaligus bingung mencari tempat persembunyian. Dan ternyata, disampingnya ada tempat sampah yang cukup besar, ia memilih bersembunyi dibalik tempat sampah itu.

Matanya terus membuntuti kearah jalannya ustadzah Rumi. Sampai-sampai ia tak sadar, ada orang dibelakangnya.

"Kamu ngapain ban?" Tanyanya.

"Ampun ustadzah, ampun. Aban minta maaf ustadzah, tolong maafin Aban. Aban gak mau dihukum ustadzah." Ucap Aban sambil menutup matanya.

"Ustadzah? Mana ustadzahnya? Kagak ada."

Aban mencoba mencerna omongan perempuan tadi dan berbalik badan. Huhhh. Aban kira tadi ustadzah, eh ternyata Fina.

"Astaghfirullah Fin, kamu tuh ngagetin aku tau gak. Hampir aja aku ketahuan. Kalo sampe ketahuan, mati aku kena hukuman."

"Lah salah sendiri ngapain kesini? Udah tau Ikhwan dilarang ke akhwat."

"Aku ada perlu sama kamu, aku mau ngomong sama kamu."

"Aku? Kamu mau ngomong apaan? Tumben banget."

"Eh tunggu, ini cuma kamu doang kan? Gak ada Icha atau Dila, atau setan gitu?" Oke. Aban mulai ngawur.

"Emang kamu liatnya aku sendiri atau sama yang lain?"

"Sendiri sih. Hehe. Jadi gini-"

"Jangan disini Aban! Ya kali ngomongnya di deket tong sampah. Jijik tauk. Mending ditaman aja."

"Oh okok."

Mereka berdua berjalan menuju taman dengan sembunyi-sembunyi. Dan sampailah mereka.

"Oke, mau ngomong apaa??" Tanya Fina.

"Tapi janji ya kamu jangan marah. Awas aja kalo marah." And Aban.

"Iya apaan sih. Lama amat."

"Kamu itu kenapa sih marah sama Nisa?" Ok. Aban to the point.

"Kok kamu tanya gituan sih ban? Kan ga ada hubungannya sama kamu?"

"Fin, masalah kamu, masalah aku juga. Lagian aku juga gamau kalo kamu marah terus sama Nisa. Apalagi sama Adel yang udah jelas ga salah apa-apa."

"Ishh." Ujar Fina dan berbalik membelakangi Aban.

"Tuh kan ngambek."

"Abis kamu nanya gitu."

"Please lah Fin, coba dong buat berfikir secara dewasa. Mau sampai kapan kamu kayak gini terus. Lagian kasian Nisa tau, dia tuh suka nangis kalo kamu lagi bentak-bentak dia. Ditambah sikap kamu yang selalu jauhin dia. Inget Fin, sejelek apapun Nisa, dia tetep sahabat kamu. Sahabat yang udah lama banget dampingin kamu. Sekarang coba inget deh. Berapa banyak waktu yang kamu lakuin berdua sama Nisa?"

"..."

"Bukannya aku belain Nisa, tapi aku tau Fin, dalam lubuk hati kamu, kamu masih anggep Nisa itu sahabat kamu kan?"

"Sok tau."

"Yeeee emang tau kali."

"Kok bisa tau?"

"Ya iyalah kan kamu separuh jiwaku, jadi aku tau. Eh." Reflek Aban menutup mulutnya yang keceplosan.

"Waduh gawat. Aban bego banget sih ban!!" Ujar Aban dalam hati.

"Ha?"

"Eh enggak kok Fin, intinya bener kan, kamu masih anggep Nisa itu sahabat kamu? Tanya deh sama hati kamu."

Lagi-lagi tak ada jawaban dari lawan bicara.

"Ya udah, mending kamu pikirin dulu. Tanya sama hati kamu, bukan pikirinmu. Aku pergi dulu ya, takut ketauan ustadzah. Hehe. Assalamualaikum Fina!"

"Iya waalaikumsalam."

Assalamualaikum. Maaf man teman, karena aku jarang update. Karena ya, biasa anak akuntansi. Banyak tugas wkkw. Jadi sekali lagi minta maaf.

Dan ya, aku nyadar kalo aku jarang up, tapi ya vomentnya jangan turun dong ☹️ aku udah usahain buat nulis, masa yang baca sama vote cuman dikit. Huaaaa😭. Jadi aku mohon kalian vote ya. Vote kalian itu penyemangat buat aku nulis looo :)

The Power of SantriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang