[23] Marah?

845 54 7
                                    

Ting!

Getaran disertai bunyi notifikasi terdengar dari benda pipih berwarna hitam yang terletak di atas meja.

Sang pemilik segera mengambil dan mengecek notifikasi tersebut. Rupanya, ada pesan WhatsApp dari seseorang dan mengirimnya sebuah foto.

Azmi membuka dan mendownload foto itu, dan betapa terkejutnya ia ketika melihat foto tersebut. Sontak dirinya berteriak kaget yang menyebabkan temannya datang menghampiri.

"Ada apa mi? Kenapa?" Tanya Aban.

"Liat sendiri aja nih! Males aku!" Suruh Azmi sambil memberikan hpnya kepada Aban dan menunjukkan foto itu.

"Astaghfirullahaladzim. Itu beneran Nisa sama kak Hafidz?" Aban mengembalikan hp itu kepada Azmi.

"Iya bener lah. Kan udah jelas."

"Ah masa sih? Editan itu."

"Editan dari mananya sih ban? Orang udah jelas-jelas gini." Ujar Azmi.

"Tau ah." Lanjut Azmi yang mengacak-acak rambutnya frustasi.

Kemudian Azmi segera pergi dari perpustakaan untuk mencari keberadaan Nisa, disusul Aban yang terus berjalan membuntutinya. Tak lama, ia bertemu dengan Fina di jalan.

"Assalamualaikum Fin? Nisa mana?" Tanya Azmi.

"Waalaikumsalam. Nisa ada di UKS mi. Kenapa?"

"Makasih infonya." Azmi segera pergi ke UKS menemui Nisa.

"Aban!" Panggil Fina.

Aban yang merasa terpanggil memberhentikan langkahnya.

"Iya Fin?"

"Azmi kenapa nyariin Nisa sampe lari-lari gitu? Ada apa sebenernya?" Lanjut Fina.

"Aaaaanuuu, fin" Aban menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal, dan berfikir bagaimana ia menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.

"Aduh gimana ceritanya ya Fin? Bingung mau mulai dari mana." Jawab Aban seadanya.

"Ayolah ban, cerita. Pelan-pelan aja!"

"Yayaya. Aku cerita tapi kamu harus dengerin!

"Iyaaa bawel!"

"Jadi tadi pas lagi ngerjain tugas di perpustakaan, ada seorang akhwat yang mengirimi foto ke Azmi. Ternyata foto itu adalah fotonya kak Hafidz sama Nisa yang lagi berduaan. Si Azmi langsung marah. Makanya dia buru-buru cari keberadaan Nisa buat nyari tau apa yang sebenernya terjadi." Jelas Aban singkat, padat, dan jelas.

"Akhwat siapa?"

"Gatau sih Fin, soalnya nomornya ga disimpan sama Azmi."

"Eh tapi kok boleh bawa hp si? Bukannya peraturan pondok sudah sangat jelas, kita itu ga boleh pegang ataupun bawa hp selama kegiatan KBM."

"Kan tadi udah dibilangin Fin, kita itu lagi ngerjain tugas. Tugasnya ustadz Ali. Suruh cari informasi tentang Iman Kepada Malaikat di internet. Gitu!"

"Oalah."

"Lah kamu sendiri mau ngapain disini? Kok ga nemenin Nisa di UKS? Tapi malah lari-lari? Pasti mau kabur dari pondok ya?"

"Kabur? Ya enggak lah. Ngaco!"

"Fin, fin, kenapa kamu bohong si? Udahlah ngaku aja! Kalo ga ngaku aku bakal aduin sama ustadzah Rumi loh!" Ancam Aban.

"Heh! Mulutmu itu ya ban!"

"Kenapa? Emang bener kan kamu mau kabur? Ngaku aja deh. Daripada aku aduin!"

"Aku ga mau kabur Muhammad Nurus Sya'ban!!"

"Oh masih gamau ngaku? Yodah deh. Aku aduin!" Canda Aban seraya melangkahkan kakinya pergi.

Bruk!

"Astaghfirullah. Arghh. Sakit Fin! Kejam banget si ini akhwat satu. Baru jadi santri dan masih remaja aja udah galak bin kejam gini, gimana nanti kalo udah jadi ibu dari anak-anakku. Pasti lebih galak lagi. Duh jadi kasian sama anak-anakku. Jadi korban kekesalan ibunya. Wkwkwk" Keluh Aban memegangi punggungnya.

Bruk!!

"Innalilahi Fina! Kamu galak banget si sama calon suami? Ini tuh sakit tau!"

"Itu akibat kalo mulutnya ga mau dijaga! Asal ngomong aja! Bercandanya ga lucu ban!"

"Siapa sih yang lagi bercanda? Orang aku serius. Liat aja nanti kalo udah lulus, aku bakal langsung mengkhitbah kamu. Tunggu aja ya Fin!"

Blushh!

Kalian ga usah tanya gimana keadaan jantungnya Fina.

"Heh pipi kamu tuh udah kayak kepiting rebus. Merah semua! Haha!"

Lantas Fina memegang pipinya dan mengatakan, "Padahal enggak."

"Bohong mulu. Itu tuh hidungnya udah panjang, kalo kamu bohong lagi, ntar hidung kamu jadi tambah panjang."

"Apaan sih."

"Dahlah ga jelas, lupain aja, tapi sebenernya kamu mau kemana sih?" Tanya Aban kini serius.

"Mau beli obat di apotik. Obat di UKS udah mau abis soalnya."

"Tak kirain mau kabur."

"Ga lah. Udah gila apa?"

"Mau ditemenin gak?" Tawar Aban.

"Ga, ga usah ban. Kamu bantu Azmi sama Adel jagain Nisa aja deh!"

"Serius ga mau?"

"Ga."

"Ga berarti ayok. Oke yok kita pergi ke apotik!"

"Hah? Maksudnya apa sih ban? Ga jelas banget kalo ngomong?!"

"Udah kamu diem, sekarang juga aku anter kamu beli obat. Aku gamau kamu kenapa-kenapa di jalan soalnya."

"Ya udah deh kalo maksa. Aku bisa apa. Kamu kan keras kepala banget jadi orang."

Akhirnya Aban memilih menemani Fina pergi ke apotik terdekat.

💚💚💚

"Nis? Nisa?!!?" Teriak Azmi sesampainya di UKS.

"Nisa?! Nis!!" Teriak Azmi.

Adel yang tengah memberikan perban di kaki Nisa terkejut mendengar teriakan Azmi.

"Azmi? Ada apa mi?" Tanya Adel.

"Nis. Ini maksudnya apa? Hah?" Tanya Azmi yang langsung to the point dengan emosi.

Nisa mengambil hp Azmi dan mencermati foto itu baik-baik.

"Astaghfirullahaladzim. Ini yang ngefoto siapa?"Tanya Nisa balik.

"Kamu ga perlu tau siapa yang ngefoto ini. Yang penting sekarang jelasin ke aku, apa yang sebenernya terjadi dan apa maksud dari foto ini? Jelasin sekarang Nisa!!!"

Nisa yang mendengar seorang Azmi Askandar berteriak sekencang itu, merasa takut mendengar suara itu. Telinganya seolah tak biasa untuk mendengar suara teriakan seperti itu. Reflek, ia menutupi telinganya.

Kini jantungnya berdetak kencang, badannya gemetar, dan keringat mengucur di seluruh tubuhnya.

Ia bingung harus menjelaskan dari mana. Ia takut jika nanti Azmi akan semakin salah paham dan malah semakin marah.

"Baiklah, akan aku ceritakan semuanya, jadi-"





Waduh Nisa mau jawab tapi kok kepotong. Kenapa ya? Kalo mau tau, tunggu jawabannya di next part ya!!

The Power of SantriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang