[18] Spesial for you

835 82 23
                                    

Seperti biasanya, pagi ini para santri mengawali kegiatan di pondok dengan sarapan bersama di lapangan yang cukup luas, dan berada di sebelah masjid.

Pagi ini pagi yang spesial. Kenapa? Karena khusus sarapan kali ini, para santri bebas membuat dan memilih sendiri makanan yang akan mereka makan.

Kalo biasanya udah disiapin sama pondok, dan menunya itu-itu aja. Kali ini mereka bebas. Bebas banget mau makan apa. Asalkan masak sendiri.

Trio A duduk bersama dengan Azmi dan kawan-kawan. Tapi masih ada jarak antara mereka kok hehe.

"Azmi," panggil Nisa memulai pembicaraan.

"Iya Nisa?" Jawab Azmi yang ucapannya lembut bagaikan sutra :v

"Azmi mau makan apa? Ntar insyaallah Nisa buatin."

"Ha? Serius Nisa mau buatin?"

"Insyaallah kalo Nisa bisa buat, Nisa buatin."

"Masyaallah kamu benar-benar idaman Nis." Azmi mulai ngekhayal.

"Astaghfirullah Azmi. Sadar woii. Dosa!" Tegur Aban menepuk pundak Azmi.

"Astagfirullahaladzim. Maaf Nis. Maaf. Maafin Azmi ya Allah, Azmi khilaf." Sahut Azmi.

"Jadi mau makan apa?"

"Telur dadar aja deh. Yang simpel."

"Oke."

"Terus kak Hafidz mau makan apa? Ntar aku buatin sekalian," Tanya Adel sama kak Hafidz.

"Terserah aja deh."

"Yah kok terserah sih?"

"Ya udah samain kayak Azmi, telur aja. Tapi pake cabe sama bawang merah ya."

"Siap."

"Sekalian daun bawang, tapi dikit aja." Ralat Hafidz.

"Siap pak boss!!" Jawab Adel dengan penuh semangat.

"Udah tanyanya?" Tanya Fina pada duo A.

"Udah." Jawab Nisa dan Adel.

"Yaudah kita ke dapur." Seru Fina.

"Ehhhhhh. Loh kok aku ga ditanyain sih Fin? Aku ga dibuatin sekalian?" Tanya Aban.

"Ga."

"Jahat!"

"Bodo. Yuk Nis, Del, kita pergi!" Ajak Fina.

"Fin!! Fina! Fina anaknya Jubaidah. Woii!" Teriak Aban.

"Ish Fina mah. Masa cuma aku doang yang ga dibuatin. Padahal aku juga mau kali dibuatin. Biar spesial gitu." Gerutu Aban.

"Sabar ban. Wkwkw." Ucap Azmi.

Kini trio A tengah memasak didapur ponpes yang saat ini lumayan penuh dengan manusia-manusia penghuni ponpes Nurul Qadim.

Mereka sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Hingga tak ada satu kata pun terucap dari mulut mereka untuk sekedar berbasa-basi. Ya karena mereka sedang fokus dengan tujuan mereka disini.

Tak lama, akhirnya mereka selesai memasak dan segera menemui calon pendamping mereka kelak. Eaak.

"Masyaallah harumnya. Udah pasti enak nih." Kata Azmi memuji masakan Nisa.

"Kayaknya masakan Adel juga enak deh. Keliatan dari penampilan dan harumnya. Pasti kamu jago masak ya Del?" Tanya Hafidz pada Adel.

"Ga kok kak. Biasa aja." Oke. Kali ini, detak jantung Adel kenceng banget. Ga usah tanya kenapa, pasti kalian udah tau alasannya.

"Eh Del, serius ini masakan kamu enak banget lo. Belajar darimana?" Tanya Hafidz.

"Belajar sendiri."

"Wihhhh mantap!!" Puji Hafidz sambil mengacung jempolnya ke arah Adel.

"Hehe." Si Adel malah cengar-cengir ga jelas. Hadeuhh.

"Kok kak Hafidz kayaknya hari ini beda. Sikap dia,, lebih baik dari sebelumnya." Batin Adel.

"Iya percaya, kalian berdua dimasakin sama duo A. Akunya enggak. Tapi ya jangan dipamerin gitu kali. Kan akunya jadi pengen digituin." Kesal Aban.

"Pengen apa? Pengen dimasakin juga? Dasar manja. Nih makan!" Sahut Fina.

"Apaan? Eh?"

"Tadi katanya mau dimasakin. Ya udah ini aku masakin,"

"Buat aku?"

"Ga. Buat Syahdan."

"Oh syahdan. Ya udah sana kasiin Syahdan!"

"Ini buat kamu Muhammad Nurus Sya'ban!" Teriak Fina.

"Ha?"

"Ih lola banget sih ban. Tinggal makan aja ribet. Apa mau aku suapin sekalian biar ga lola terus mau makan?"

"Suapin? Serius kamu mau nyuapain aku? Ya udah kalo mau, sini aku disuapin dulu. Aaaaa." Ujar Aban membuka mulutnya lebar-lebar.

"Nih makan!" Sahut Hafidz sambil memasukkan potongan cabe ke mulut Aban.

Seketika Aban membuka mata dan mengipasi mulutnya yang kepedesan.

"Allahuakbar, ini apaan sih pedes banget?"

"Timun." Ujar Azmi.

"Kok timun pedes? Sejak kapan?"

"Sejak kapan ya? Hmm, bentar aku mikir jawabannya dulu." Canda Azmi.

"Minum gih, tadi kamu disuapin cabe sama kak Hafidz. Makanya pedes." Jelas Fina.

"Pantesan. Awas aja ya kak Hafidz."

"Ceritanya ngancem ni yee." Sahut Hafidz.

"Jadi makan ga ban? Kalo enggak aku kasihin ke syahdan mau?" Tanya Fina.

"Hehe. Iya iya. Ya udah sini piringnya!"

"Nih!" Ujar Fina menyodorkan piring dengan nasi ditambah telur mata sapi diatasnya.

"Widihh. Telur mata sapi. Tau aja si kalau suka telur mata sapi."

"Ya tau dong."

Mereka berenam sarapan bersama. Canda tawa selalu terukir di wajah mereka. Author jadi ikut seneng ngebayangin part ini. Huhuu.

Tapi, dibalik raut tawa yang mereka tunjukkan, ada rasa luka yang tak terlihat di hatinya Hafidz.

Hatinya teriris melihat kedekatan Azmi dan Nisa yang semakin bertambah. Tapi ia selalu mencoba untuk menyembunyikannya.

"Kak Hafidz ngapain ngelamun? Mikirin apa?" Tanya Adel.

"Ga. Ga mikirin apa-apa." Bohong! Hafidz sedang berbohong.

"Ga mungkin ga mikirin apa-apa. Orang jelas banget kakak lagi mikirin sesuatu."

"Beneran, gapapa."

"Ya udah kalo emang ga ada apa-apa. Tapi kalo beneran ada apa-apa nanti kasih tau Adel ya. Adel gamau liat kak Hafidz sedih terus ngelamun kayak gini."

"Iya. Makasih ya del."

Ya, disaat Hafidz lagi sedih kayak gini, selalu aja ada Adel yang nyemangatin dia. Gatau kenapa, Hafidz jadi kasihan sama Adel, karena selalu ia cuekin dan ga perduliin. Padahal si Adel selalu ada buat Hafidz.




ASSALAMU'ALAIKUM TEMEN-TEMEN. GIMANA? KANGEN GA SAMA CERITA GAJE INI? ENGGAK? OH EMANG CERITANYA GA JELAS SIH, MAKANYA PADA GA KANGEN KAN? WKWK. GA KOK, BERCANDA DOANG. BTW BUAT YANG NUNGGU CERITA INI, MAAFIN ANA YA, KARNA UDAH LAMA BANGET GA UPDATE. YA MAKLUMLAH, LAGI MENIKMATI LIBURAN SAMBIL REBAHAN 😁😁. JADI MUMPUNG SEKARANG UDAH UPDATE, YOK DIVOTE AMA KOMEN YANG BANYAK, BIAR GA BOSEN NULIS LAGI. DAN INSYAALLAH ANA BAKAL LEBIH RAJIN LAGI BUAT UPDATE KALO VOMENNYA BANYAK 😁

The Power of SantriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang