Sembilan

690 22 2
                                    

Dirga menghampiri Bian yang sedang duduk melamun didepan ruangan. Mereka saling diam beberapa menit. Hingga akhirnya Bian membuka suara memecah keheningan.

“Ngapain lo dateng lagi?” tanya Bian datar tanpa menoleh ke Dirga.

“Menebus lah. Lo pikir apa?” ucap Dirga tak kalah santai

“Enteng banget ya idup lo? Dateng dan pergi sesuka lo. Lo kira Quenn kayak gini gara-gara siapa?”

“Gara-gara lo kan?” jawab Dirga sewot.

“Lo itu bener-bener ga punya malu ya Dir. Brengsek!” Bian mengepalkan tangannya.

“Lo yang brengsek. Lo mau ninggalin dia kan? Ini sebabnya dia sakit. Lo gak ingetin dia makan? Lo ajak kemana dia sampe pingsan kayak gitu. Quenn masih bisa bertahan biasanya. Ini Cuma berapa jam? Bahkan dia bisa tahan sampe dua hari meskipun setelahnya koleps.” Dirga menggebu-gebu

“Gue ajak dia ke bukit. Gue lupa ajak dia makan sebelum naik.” Singkat Bian

“Lo taukan dia phobia ketinggian. Lo gila?!” teriak Dirga emosi.

“Gue tau. Tapi gue gak pernah ngelepasin dia. Dia enjoy pas dipuncak meskipun tanggannya gemetar. Mungkin salah gue ngasih kabar yang gak pas.” Bian tetap santai memandang lurus kedepan.

“Otak lo geser emang!”

“Gue butuh lo Dir.” Dirga menoleh heran

“Gue normal anjir.”

“Gue serius buaya! Gue butuh lo jagain Quenn pas gue pergi. Lo ingetin dia makan tiap saat. Jangan biarin Quenn drop kayak gini! Lo harus jadi bodyguard Quenn. Yang paling penting, Lo jangan sakitin Dia lagi. Sedikitpun!” ucapan Bian penuh penekanan diakhir.

“Oke! Lo boleh pergi sekarang. Tanggung jawab Lo Gue ambil alih.” Dirga menyandarakan kepalanya ke tembok dengan lega.

“Thank’s.” Bian berlalu menemui Quenn.

Dirga tersenyum sangat lega. Ini adalah kesempatannya untuk menebus semua kesalahannya di masa lalu. Dirga yakin bisa meredam amarah Quenn.

***

Keesokan harinya Quenn sudah bisa pulang. Kedua orangtua Quenn sengaja cuti untuk putri semata wayang mereka itu. Mereka sangat cemas dengan kebiasaan Quenn yang jarang makan itu. Sudah berbagai cara dilakukan untuk membuat Quenn makan. Namun nihil, kebiasaan Quenn sudah mendarah daging.

“Sudah siap sayang? Lets go home”. Tanya Pria paruh baya itu sambil mengangkat tas Quenn.

“Yes Dad.” Jawab Quenn dengan senyum terbaiknya.

“Kita mampir makan diresto aja ya Pah? Mamah laper banget.” Ajak Dilara sambil memegang perutnya.

“Mamah lagi ngidam?” tanya Quenn menggoda Dilara.

“Quenn...” Dilara melotot ke arah Quenn.

“Becanda kali mah. Lagian pegang-pegang perut segala.” Quenn tertawa dengan Papahnya.

Akhirnya mereka makan diresto kesukaan mereka. Cukup dekat dari rumah sakit. Mereka juga sering menghabiskan waktu diresto itu hanya untuk makan siang pun malam. Hal itu yang membuat Quenn tidak merasa kesepian. Kedua orangtuanya selalu memberikan waktu luang untuk Quenn.

QUENNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang