Tigapuluh Delapan

157 8 0
                                    

Saat sampai dimobil Jeffran mendudukkan Quenn dijok belakang. Lalu berpindah ke depan untuk mencari obat yang ada didasboard mobil. Diambilnya 2 butir obat dan sebotol minuman lalu kembali ke jok belakang untuk meminumkan obat itu kepada Quenn.

"Non obatnya tadi belum diminum ya? Ini diminum dulu habis itu tidur." Jeffran menyuapkan obat dan minuman itu lalu mengambil bantal dan membenarkan posisi Quenn untuk tidur.

Quenn hanya bisa diam dan menurut. Quenn sedang berusaha menahan diri agar rasa traumanya tidak terpancing lebih dalam. Setelah meminum obat Quenn mencoba memejamkan matanya untuk tidur. Tidak peduli dengan Aldo yang sedang duduk memandanginya dari samping.

"Masnya ini minum dulu." Jeffran menyerahkan satu botol air mineral kepada Aldo.

"Makasih Mas" jawab Aldo lalu ikut memejamkan matanya.

Tak lama kemudian Jeffran mulai menjalankan mobilnya untuk pulang. Sepanjang perjalanan Jeffran berkali-kali melirik ke kaca untuk melihat kondisi kedua remaja itu dibelakang. Jeffran tidak tahu ada masalah apa mereka berdua dengan anak-anak berandalan itu. Jeffran hanya feeling mengikuti gps Quenn yang terus berjalan kearah gang buntu dan gelap. Jadi kedatangannya tadi hanya inisiatif untuk memastikan anak Bos nya tidak sedang dalam bahaya. Tapi ternyata dugaannya sangat salah. Hampir saja Quenn babak belur ditangan berandalan itu.

Mobil yang dikendarai Jeffran sudah tiba dirumah Bosnya. Dibukanya pintu jok belakang untuk menggendong Quenn yang sudah tertidur pulas karena efek obat. Langkahnya terburu-buru memasuki rumah lalu meletakkan tubuh Quenn dikamarnya.

"Bi! Bibi!" teriak Jeffran memanggil maid rumah ini dari depan kamar Quenn.

"Iya Mas ada apa?" jawab Bibi sambil berlari tergopoh-gopoh

"Itu tolong bajunya Non Quenn diganti sama dibersihin juga badannya ya Bi. Sama kotak obat dimana ya Bi?" tanya Jeffran

"Oh itu ditembok dekat dapur Mas! Saya tinggal ke dalam ya" tunjuknya ke arah dapur.

Jeffran hanya mengangguk lalu beejalan menuju dapur untuk mengambil kotak obat. Tak lupa membuatkan teh hangat untuk Aldo. Setelah itu berjalan menuju teras untuk menemui Aldo. Feeling saja sih kalau Aldo ada disana. Tidak mungkin Aldo peegi begitu saja dengan kondisi seperti itu.

Dan benar saja Aldo sedang duduk dibangku teras dengan sesekali meringis memegang luka diwajahnya.

"Sini saya obatin Mas. Ini tehnya diminum dulu." ucap Jeffran menyodorkan cangkir teh hangat itu.

"Thanks ya Mas" ucap Aldo sedikit meringis saat Jeffran mulai mengobati luka diwajahnya.

"Masnya nginep disini dulu aja. Mobilnya masih disana kan? Nanti biar diambil supir aja." putus Jeffran saat selesai mengobati Aldo.

"Iya Mas thank you sekali lagi."

***

Esok harinya Quenn sudah siap untuk berangkat ke sekolah. Quenn berusaha sangat keras untuk melupakan kejadian semalam. Quenn tidak ingin perjuangan terapinya selama satu bulan ini berakhir sia-sia. Entah bagaimana kabar Aldo saat ini Quenn sungguh mencoba untuk tidak peduli. Benar-benar muak dengan Aldo dan segala masalahnya itu.

Saat perjalanan menuju sekolah tadi Jeffran mengatakan kalau Aldo menginap dan pergi pagi-pagi sekali. Quenn bahkan belum melihat kondisinya seperti apa tapi lelaki itu sudah pergi seenak jidatnya.

"Hey Quenn kok pagi-pagi udah bengong sih?" ucap Dirga saat menemukan Quenn sedang duduk melamun ditaman belakang sekolah.

Seperti biasa taman belakang sekolah masih tetap menjadi tempat favorit Quenn untuk healing time.

"Kenapa? Nyari aku?" tanya Quenn sambil memperhatikan Dirga yang sedang duduk disebelahnya.

"Iya. Diparkiran udah ada mobil kamu tapi dikelas gak ada. Jadi aku kesini." jawab Dirga mendesah lega

Quenn hanya menganggukkan kepalanya lalu kembali melamun dengan tatapan lurus kedepan.

"Tadi malem sukses nggak?" tanya Dirga memecah keheningan.
Hening

Tak terdengar jawaban apapun dari Quenn. Dirga yang penasaran perpindah jongkok dihadapan Quenn. Dilihatnya wajah Quenn yang sedang melamun dengan tatapan mata yang kosong.

"Quenn.. hey?" tangan Dirga terangkat untuk mengelus pipi Quenn perlahan.

"Akh.. Shh" Quenn mendesis pelan saat tangan Dirga menyentuh pipinya

"Loh kenapa?" tanya Dirga heran. Lalu mendekatkan wajahnya untuk memeriksa pipi Quenn yang tadi disentuhnya. Terdapat memar samar disana. Sepertinya tertutup bedak?

"It's okay. Cuman kebentur pintu" jawab Quenn random. Padahal Quenn sudah menutupi dengan bedak kenapa masih terlihat oleh mata scanner Dirga.

"Yang bener? Dipukul nih pasti." sahut Dirga tak percaya. Matanya masih menjelajahi wajah Quenn yang memar itu.

"Iyaa.. Udah yuk ke kelas. Bentar lagi bel masuk nih" Quenn berdiri dari duduknya sambil melihat jam tangan untuk mencari alasan agar tidak bertatapan dengan Dirga.

"Yaudah deh ayo aku anter ke kelas." Dirga meraih tangan Quenn untuk digenggam.

Langkah mereka sampai didepan kelas Quenn. Disana sudah ada Aldo yang menunggu didepan pintu kelas Quenn. Melihat itu Quenn mendesah malas. Niatnya ingin menghindar malah ditungguin didepan pintu kelas.

"Quenn lo darimana? Gue nungguin dari tadi." sapa Aldo dengan wajah sumringah.

"Iya nih Kak. Tadi gue temu di taman belakang tuh" sahut Dirga dengan wajah konyolnya.

Quenn melengos lalu berjalan hendak memasuki kelasnya tanpa menjawab pertanyaan Aldo. Tapi sebelum mencapai pintu tangannya ditahan oleh Aldo.

"Quenn dengerin dulu penjelasan gue." ucap Aldo setengah memohon

"Lepas" jawab Quenn dingin.

"Quenn ini gak kayak apa yang lo pikirin!" seru Aldo saat Quenn mulai memberontak untuk melepas cekalan tangannya

"Lepasin!" nada Quenn sedikit meninggi. Kesabarannya sudah diambang batas.

"Tunggu dulu dong Quenn!" seru Aldo lagi memperkuat cengkraman

"Sakit!" bentak Quenn. Habis sudah kesabarannya.

"Wets.. Tunggu-tunggu. Kenapa sih kok pada emosi?" Dirga yang sedari tadi diam melihat adegan tarik menarik akhirnya angkat suara. Tangannya melepaskan tautan Aldo dan Quenn secara perlahan.

"Tanya sama temen lu tuh" jawab Quenn sinis lalu masuk dan membanting pintu kelasnya.

Brakk

Dirga meringis melihat kemarahan Quenn. Semenjak mengalami trauma Quenn jadi bersumbu pendek. Bahkan terkadang tidak bisa mengontrol emosinya. Kadang terlalu bahagia kadang menjadi mudah marah bahkan histeris. Itu sudah hampir tidak terlihat
selama beberapa minggu sebelumnya. Dirga jadi khawatir trauma Quenn terpancing kembali.

"Kenapa sih Kak? Lo apain lagi?" tanya Dirga heran. Setelah dilihat-lihat wajah Kakak kelasnya ini sedikit babak belur. Apa ada hubungannya dengan memar yang ada dipipi Quenn?

"Ceritanya panjang. Ntar deh udah mau bel. Gue ke kelas dulu" pamit Aldo lalu berjalan meninggalkan Dirga yang masih terdiam heran.

QUENNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang