Empat

975 34 0
                                    

Nico dan kedua sahabatnya sudah berada dimeja makan, Sam sudah tidak sabar untuk melahap para makanan dihadapannya.

“Tunggu dulu Sam, nunggu adik gue juga mau ikut makan.” Tahan Nico

“Kaakkk- eh udah rame aja” menutup mulutnya yang hendak memanggil Kakaknya.

“Iya nih cepet Dek. Kakak udah laperrrr” ajak Nico.

Deg

Mata Quenn membulat, tangannya berubah dingin. Quenn terkejut Dirga ada di meja makan. Pandangan mereka saling bertemu. Membuat keduanya mematung.

“Quenn ayoo sini. Ngapain sih pandang-pandangan segala? Eh wajah lo kok jadi pucet gitu.” Menghampiri Quenn mengajak untuk duduk.

“Em.m eng..gak. Gu..gue gapapa kok. Udah yuk makan.” Ucap Quenn terbata-bata.

“Oh ada temennya ade lo. Kirain dia sendiri. Kenalan boleh gak sih?” Sam mengulurkan tangannya. “Samuel. Panggil Sam aja.”

“Gue Quenn.” Jawab Quenn ragu lalu kembali duduk.

“Lo kagak kenalan Dir?” tanya Sam

Uhukk uhukkk

“Woyyy biasa aja kali kagetnya gitu amat. Nih minum.” Nico menyerahkan segelas air mineral

‘Mau kenalan macam apa lagi? Udah kenal banget malah luar dalem’ batin Quenn.

“Quenn kok bengong sih. Cepetan makan.” Rachel menyenggol lengan Quenn

“Ehh iya Chel.” Sadar dari lamunannya

“Bukannya emang susah makan ya?” Dirga menyahut, sontak buat Quenn membelalakkan mata.

Kebiasaan Quenn yang susah makan sudah diketahui banyak orang. Bahkan satu sekolah menengah pertama Quenn sudah mengetahui kebiasaan buruk Quenn.

“Lah emang udah pada kenal ya? Pantesan dari tadi saling berpandangan.” Sindir Nico.

“Kita se SMP” ucap Quenn singkat.

“Iya kita satu SMP dulu. Pernah sekelas juga.” Jelas Dirga.

“Gituuu. Ya udah yuk lanjutin makannya.” Pinta Rachel

Selesai makan mereka berkumpul diruang keluarga untuk berbincang karena diluar hujan sangat deras Quenn, Dirga dan Sam jadi terjebak dirumah itu sampai jam menunjukkan pukul 9 malam.

“Duh gimana nih gue pulangnya mana tadi dianter Bokap. Malem-malem gini ada angkot nggak ya?” Quenn bingung

“Biar dianter sama Kakak gue aja Quenn.” Melirik ke arah Kakaknya yang sedang melotot.

“Eenggak usah deh. Ngerepotin ntar, gue pesen ojek online aja.” Quenn membuka tasnya dan mencari ponsel hendak memesan ojek online.

“Lo gue anterin.” Dirga beranjak dari tempatnya berpamitan dengan Nico.

Quenn mematung mendengar ucapan Dirga. Setengah tidak percaya “Gak usah deh. Gue bisa pulang sendiri.”

“Udah deh Quenn ini udah malem lo masak lo mau naik ojek? Ntar diculik kan berabe.” Cegah Rachel.

“Iya nih lagian Dirga bawa mobil ini, diluar masih ujan kalo lo mau naik ojek” sahut Sam.

“Iya. Gue anterin sampe depan rumah lo. Gak bakal gue culik tenang aja.” Ucap Dirga santai

‘Dia bisa sesantai itu kenapa sih? Bingung gue. Kalo kagak terpaksa ogah sih gue lo anterin’ batin Quenn sebal.

“Quenn! Ye malah bengong. Hayuk keburu malem.” Ajak Dirga.

“ehh i iyaa” Quenn menghampiri Dirga dan berpamitan dengan Rachel.

***

Dirga mendekat tangannya hendak meraih sesuatu dibelakang tubuhku. Aku mematung iris kami saling menumbuk detak jantungku seakan ingin berlari keluar dari tubuhku. Sudah sangat lama kami tak sedekat ini.

“Apa?!” Aku tersadar ketika Dirga semakin dekat.

“Gue mau masangin seatbelt”. Aku hanya diam karna ku merasa malu sudah kege-eran. Dia kembali duduk dibangku sopir sedangkan aku jadi salah tingkah sendiri. Aku benci situasi ini.
Arghhh!

Duapuluh menit sudah kami saling diam. Dirga hanya diam dan fokus dengan jalanan, sedang aku sibuk dengan pikiranku sendiri. Bagaimana tidak ? Dia yang selama ini sama sekali tidak pernah melihatku bisa menawarkan diri mengantarku pulang.

“Quenn” panggil Dirga ragu.

“Hmm” Jawabku singkat

“Lo oke kan?”

“Ya. Getting better.”

“Kenapa lo jadi gini sekarang?” Dirga memandangku sekilas.

“Gini? Maksud lo?” Aku menoleh heran

“Lo.. Lo jadi dingin sekarang.” Dirga terbata

“Oh. Ya gini, mau gimana?” kembali kumenatap keluar jendela.

“Sorry”.

“Buat?” tanyaku hampir tidak percaya.

“Gue merhatiin lo selama kita MOS dan belakangan ini lo jadi pendiem. Lo yang dulu periang sekarang berubah. Sorry mungkin semua gara-gara gue.”

Aku hanya diam tetap menatap kaca mobil berharap bendungan dimataku tidak jatuh. Ternyata dia sadar penyebab dari semua ini adalah dia sendiri.

“Sorry Quenn.” Sesal Dirga

“Hmm”.

Jadi ini sebabnya dia mau mengantarku pulang? Bagaimana bisa dia seenaknya minta maaf setelah apa yang dilakuin ke gue slama ini? Apa dia sedang tidak sadar dengan ucapannya atau hanya sekedar bualan? Gue belum siap bicarain soal ini ke dia. Mungkin hati gue masih terlalu sakit.

“Udah sampe Quenn.” Ucapan Dirga memecah lamunanku

“Oh iya. Thanks” jawabku singkat dan meninggalkan mobil Dirga. Kusangat ingin lari sejak detik pertama aku duduk dimobil Dirga. Entah mengapa aku sangat tidak nyaman disana. Bahkan saat aku keluar dari mobilnya, melihat wajahnya saja aku enggan. Ah sudahlah!

***

QUENNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang