Tigapuluh Tiga

196 12 0
                                    

Tepat dihari kepulangannya kerumah setelah menginap selama hampir satu bulan dirumah sakit Quenn tidak sengaja mendengar perdebatan kedua orang tuanya. Sang ayah yang sedang membangun bisnisnya mulai bisa merebakkan sayapnya. Cabang yang baru dibuka diluar kota kemarin mendapat respon yang sangat positif dari para investor. Alhasil cabang perusahaan itu sudah bisa dibilang sukses.

Kali ini ada investor dari LA yang ingin bekerja sama dengan Ayahnya. Membuka cabang baru disana dan sepertinya akan lama berada di LA. Sang Ibu tidak setuju jika harus tinggal lama disana. Apalagi putri semata wayangnya baru saja mengalami tragedi. Tidak mungkin mereka meninggalkan Quenn seorang diri apalagi kondisi Quenn masih belum bisa dikatakan stabil. Menurut Sang Ibu lebih baik fokus untuk menyembuhkan Quenn dahulu baru rencana-rencana yang lain bisa dilakukan.

"Tapi kenapa Quenn?" tanya Dirga setelah mendengar penjelasan Quenn tentang perdebatan kedua orang tuanya.

"Mereka itu mafia kan? Mereka pasti kembali lagi kan? Apa jaminannya mereka gak bakal nyari aku lagi? Kak? Aku bener kan?" jawab Quenn memandang kedua lelaki dihadapannya.

"Aku gak tau apa yang Kakak udah lakuin ke dia. Atau bahkan sekarang dia dimana aku gak tau dan gak mau cari tau. Tapi apa dengan aku gak tau dan tetep aktivitas normal kayak biasanya dia bakal diem aja? Sejak awal aku target kan Kak? Mereka gak bakal berhenti kan sebelum dapetin apa yang mereka mau kan?" lanjut Quenn saat tak mendapat jawaban.

"Mereka gak bakal ganggu kamu lagi Quenn" sahut Dirga menatap Quenn lembut. Sungguh Dirga gak akan mau jika Quenn pergi jauh darinya.

"Apa jaminannya Ga? Apa kamu bisa janji? Enggak kan? Kita gak bakal tau sejauh mana mereka bertindak." ucap Quenn realistis

"Tapi kita ada disini Quenn. Buat kamu, kita gak akan ngulangi kesalahan yang sama. Kita bakal lindungin kamu." kata Dirga meyakinkan

Sedangkan Aldo terdiam. Semua perkataan Quenn benar. Kenapa tidak pernah terpikir dibenak Aldo kalo anak buah Jendra gak bakal balas dendam? Mereka pasti akan balas dendam setelah kematian Jendra. Quenn belum tau tentang kematian Jendra saja dia sudah antisipasi seperti itu.

"Aku minta maaf udah libatin kamu disini Quenn. Tapi aku bener-bener janji sama kamu. Mereka gak bakal berhasil jangkau kamu lagi. Aku udah bilang ke semua temen-temen aku buat jagain kamu juga." jelas Aldo menyakinkan Quenn.

"Kamu masih gak percaya sama kita ya Quenn?" tanya Dirga saat Quenn terdiam tanpa menjawab penjelasan Aldo.

"Quenn cuma takut" ucap Quenn sambil menunduk dalam.

Kedua lelaki itu lantas mengambil tangan Quenn untuk digenggam. Dirga menggenggam tangan sebelah kiri Quenn dan Aldo tangan sebelah kanan bermaksud untuk memberi Quenn kekuatan.

Quenn mendongak lalu melihat kedua lelaki itu tersenyum teduh dan menatapnya lembut. Hati Quenn menghangat melihat mereka peduli kepada dirinya. Sebenarnya Quenn belum membicarakan perihal ingin ikut ke LA kepada kedua orang tuanya. Ini murni ambisi Quenn sendiri. Entah apa yang akan terjadi ke depannya Quenn masih belum bisa memutuskan.

Setelah perdebatan alot antara Quenn, Dirga dan Aldo akhirnya kedua lelaki itu memutuskan untuk pulang. Sebenarnya bukan berdebat juga sih lebih tepatnya negosiasi agar Quenn tidak benar-benar pergi ke luar negeri. Kedua lelaki itu bisa gila luntang lantung tidak ada semangat hidup jika Quenn pergi jauh.

Disini lah Aldo sekarang, markas Jendra dan teman-temannya. Sebenarnya teman Aldo juga sih, kan Aldo masih jadi bagian dari geng ini sebelum tragedi Quenn terjadi. Saat perjalanan pulang dari rumah Quenn ponselnya berdering panggilan dari markas mau tidak mau Aldo jadi datang ke tempat ini. Aldo tidak mau jika nanti akan ada tragedi season kedua jika dirinya mengabaikan panggilan mereka.

Dengan langkah pasti Aldo melangkahkan kakinya memasuki ruangan rapat. Katanya mereka sedang berkumpul diruang rapat. Entah apa yang sedang mereka diskusikan. Tentang pemberontakan Aldo atau malah serangan balasan? Semoga saja tidak. Aldo sudah sangat jengah untuk bertarung.

Ketika sampai didepan pintu besar berwarna coklat langkah kaki Aldo terhenti. Ragu untuk sekedar bertegur sapa dengan mereka semua. Karna sudah dipastikan mereka semua menaruh dendam terhadapnya atas kematian Jendra. Tangan Aldo terangkat untuk mengetuk pintu itu. Tiga ketukan lalu memundurkan diri untuk memberikan ruang pintu itu terbuka.

"Weh udah disini aja lu" sambut seseorang ceria dari balik pintu.

"Udah dateng nih dalangnya!" seru seseorang itu pada teman-temannya lalu memberi jalan untuk Aldo masuk.

"Masuk dah lu" sambung seseorang itu mempersilahkan masuk ke dalam ruang rapat markas.

Aldo meringis dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Rasa canggung menyeruak dari dalam dirinya sendiri. Melanjutkan langkahnya lalu duduk ditempat biasa dirinya duduk saat didalam ruangan itu. Pada meja berbentuk bundaran besar itu Aldo biasa duduk bersebrangan dengan Pemimpin geng.

"Apa kabar lu Do? Lama banget kagak mampir?" tanya Andre tangan kanan Jendra. Bisa dibilang si Andre ini wakil Jendra. Punya kuasa khusus dari Jendra untuk mengatur geng ini ketika Jendra sedang tidak ada ditempat. Belum tau apa posisi Jendra sekarang sudah bergeser atau masih tetap dikosongkan.

"Gue ok. Cuman lagi ada yang diurusin jadi belum sempet buat mampir" terang Aldo singkat. Malas jika bertele-tele dengan mereka.

"Oh. Sorry kalo panggilan markas ganggu urusan lo. Tapi kita bener-bener harus lurusin ini semua. Posisi Jendra yang kosong juga harus segera diganti. Lo gak keberatan kalo ikut rapat kan?" tanya Andre lagi

"Gue kira bakal dapet serangan balasan" jawab Aldo santai.

"Lo salah sih kalo berpikir kayak gitu. Disini sebenernya kita udah rapat dari bulan lalu. Cuman tinggal nunggu keputusan lo aja sih." sambung Andre to the point.

Sebenarnya Andre akan negoisasi jika Aldo memutuskan untuk keluar dari geng karena masalah kematian Jendra. Karena bagaimana pun mereka tetap butuh posisi ketua dalam geng.

"Jadi apa yang harus diputusin sampe keputusan gue jadi yang berpengaruh disini?" cibir Aldo santai sambil melpat kedua tangannya didepan dada.

"Lo yang jadi pengganti Jendra." final Andre menyeringai.

"hah?! Lo yang bener aja deh? Kenapa jadi gue? Bukanya harusnya lo pada balas dendam ke gue? Ngadi-ngadi deh lo." ucap Aldo tak percaya.

Bagaimana mau percaya? Mereka menyerahkan kepemimpinan ke seseorang yang udah bunuh pemimpin mereka apa itu masuk akal?

"Gue serius. Ini keputusan kita semua. Dan dulu Jendra pernah bilang siapapun yang mau jadi pemimpin disini harus ngelawan dia dulu. Lo kan udah ngelawan dia bahkan menang telak. So? What we waiting for?" cetus Andre

"Ya tapi kan gue panglima disini. Gimana ceritanya panglima naik jadi pemimpin geng? Jauh banget" jawab Aldo frustasi. Ya bukan gimana kan niatnya kesini kalau bisa Aldo mau keluar dari geng ini malah dikasih jabatan pemimpin apa kata Quenn nanti? Hais!

"Sorry. We are done. Lo pemimpin baru kita." lata Andre mutlak dan diangguk i seluruh anggota.

Melihat itu Aldo mengacak rambutnya frustasi. Niatnya ingin bebas malah jadi lebih terikat. Gimana kalau Quenn tau? Gimana kalo Quenn semakin takut padanya? Mungkin kalo Quenn tidak tau tidak akan masalah kan?

Tandanya Quenn jangan sampai tau

"Oke gue terima. Tapi gue punya syarat. Lo semua bantu gue jagain Quenn. Bisa dibilang jadi bodyguard Quenn dari jauh. Kalo dia dalam bahaya baru kita bertindak. And then jangan bilang ke dia atau siapapun kalo gue Pemimpin geng ini. Gimana?" tawar Aldo bernegoisasi.

"Gampanglah itu. Toh kita juga udah lama jadi mata-mata Quenn." jawab Andre santai.

"Good. We deal" final Aldo menjabat tangan Andre dengan senyum puas.

QUENNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang