Duapuluh Empat

231 9 0
                                    

Pagi menjelang sinarnya menerobos masuk lewat celah gorden membuat Quenn mengeryitkan dahinya. Matanya seakan enggan terbuka karena terasa sangat berat. Mungkin efek dari acara menangis meraung-raung dipelukan Dirga semalam.

Mengingat Dirga mata Quenn jadi terbuka lebar. Apa Dirga sudah pergi? Apa yang harus Quenn jelaskan kepada Dirga saat ditanya apa yang merasuki Quenn semalam sehingga meracau lalu menangis meraung-raung? Kacau sudah! Pikir Quenn.

Mengabaikan pikiran anehnya Quenn bangkit menuju kamar mandinya untuk mandi dan mengompres matanya yang sudah sangat menyipit. Bagaimana tidak menyipit? Matanya sudah bengkak sebesar bola kasti.

Ugh rasanya kepalanya ikut-ikutan berat, apa sekarang kepalanya sudah sebesar bola basket? Apasih Quenn?!

Tok tok tok

Quenn bangkit dari meja riasnya membukakan pintu yang sudah ditutupnya kembali karena sedang mandi. Yaa memang tipe Dirga sekali tidak akan menutup pintu kamar Quenn rapat karena takut dirinya tidak mendengar saat Quenn memanggilnya ataupun hal genting lainnya. Saat membuka pintunya muncul wajah Dirga yang sudah rapi dan jangan lupa cengiran andalannya yang menyebalkan itu.

"Quennn.. Udah sadar?" tanyanya tengil. Quenn hanya memutar bola matanya lalu kembali mendudukkan diri dimeja riasnya. Melanjutkan kegiatannya menutupi wajah kacaunya karena terlalu lama menangis.

"Time's up Princess. Bisa kita pergi sekarang?" tanya Dirga sambil membungkuk ala pelayan yang sedang melayani tuan putrinya.

Setelah merasa sudah rapi Quenn berdiri lalu meninggalkan Dirga tanpa mengucapkan sepenggal kalimat apapun.

"Yaahh tipikal Quenn sekali" ujar Dirga santai.

Kali ini Quenn menumpang mobil Dirga untuk pergi ke sekolah. Kepalanya masih pening jika harus membawa mobil sendiri. Diperjalanan menuju sekolah Quenn lebih banyak diam. Hanya Dirga yang setia mengisi keheningan mobilnya. Bernyanyi, mengomel, menggoda Quenn dan apapun dirinya lakukan untuk menarik perhatian Quenn. Tapi tetap saja, Quenn yang sedang dalam mood tidak baik akan berubah menjadi patung.

Sampai disekolah mereka berpisah dikoridor, karena kelas mereka berlawanan arah. Biasanya Dirga akan mengantar Quenn sampai ke tempat duduknya tapi kali ini Quenn hanya ingin sendiri. Jadi dengan berat hati Dirga berbalik arah menuju kelasnya sendiri.

Saat sudah sampai dikelasnya Dirga sudah ditunggu oleh makhluk cantik berambut pirang untuk kali ini, tidak tahu besok bisa saja berubah menjadi warna kuning. Dirga menatap heran sosok cantik yang sudah duduk manis dibangkunya, pasalnya sosok cantik berambut pirang ini kelasnya ada disebelah. Lalu sedang apa dia disini? Tidak mungkin pindah kelas kan?

"Dirga.. Aku udah nungguin kamu dari tadi" sapanya ceria

"Oh ya? Kenapa?" jawab Dirga santai

"Emm.. Nanti pulang sekolah bisa nggak nemenin aku check up? Aku takut kenapa-kenapa dijalan kalo pergi sendiri." jelasnya dengan tampang memohon.

"Tapi gue harus nganterin Quenn pulang juga. Lo mau?" tanya Dirga

"Gak bisa dong! Nanti telat. Quenn nanti biar aku pesenin taxi ya? Pleasee" balasnya memohon.

Tampang memohon seperti ini yang sangat dibenci Dirga dari semua makhluk berjenis perempuan. Kan Dirga jadi tidak tega! Tapi gimana kalo Quennnya yang kenapa-kenapa? Aha! Mungkin bisa minta bantuan Aldo atau yang lainnya.

"Yaudah iya" finalnya.

"Aaaa makasih Dirgaa.. " ucapnya sambil memeluk Dirga.

"Sama-sama"

Disisi lain saat Quenn sedang berjalan santai menuju kelasnya seseorang menarik tangannya. Quenn dengan setengah terkejut mencoba mengamati siapa gerangan sosok lelaki yang sekarang menarik tangannya, berjalan dengan tergesa-gesa menoleh ke kanan dan ke kiri seolah takut akan ketahuan. Padahal sekolah masih terbilang cukup sepi, karena ini masih terlalu pagi. Ahh Quenn tau siapa lelaki ini.

Kak Aldonya?

Ehh? Belum hak milik kan?

Quenn sadar dari lamunannya saat mendengar suara pintu ditutup. Mengedarkan pandangannya Quenn merasa tempat ini gudang? Terlihat dari banyaknya bangku dan kursi yang sudah lama menumpuk diruangan ini. Debu-debu bertaburan tak kalah banyak. Sedikit menakutkan karena pencahayaan yang minim.

"Quenn maaf tiba-tiba narik lo kesini. Gue mau sampein sesuatu." ucap Aldo menggenggam kedua tangan Quenn.

"Kenapa Kak?" tanya Quenn penasaran. Hal genting apa yang membuat mereka harus sembunyi-sembunyi hanya untuk mengobrol.

"Quenn suatu saat kalo ada seseorang bernama Rajendra Athala deketin lo atau apapun jenisnya lo harus hindarin dia. Meskipun dia sedang minta tolong atau sekarat sekalipun lo gak boleh deketin dia. Paham?" jelas Aldo pelan

"Tapi kenapa Kak?" tanya Quenn polos.

"Lo hanya harus bisa bedain, mana orang yang tulus sayang sama lo dan mana orang yang hanya mau tubuh lo. Gak semua orang sebaik yang lo kira Quenn. Lo musti hati-hati mulai sekarang. Okay?" jelas Aldo lembut.

Quenn mengangguk paham. Pasti akan ada seseorang yang menyakitinya. Quenn jadi heran sendiri kenapa mereka jadi tertarik pada dirinya. Sejak kapan dirinya menjadi sepopuler itu. Larut dalam lamunannya Quenn terkejut saat sosok didepannya memeluknya secara tiba-tiba. Menelusupkan kepalanya ke ceruk leher Quenn. Quenn merasakan helaan napas berat keluar dari sosok yang merengkuhnya.

"K-kak?" lirih Quenn pelan

"Biarin kayak gini sebentar aja." balas Aldo pelan

Quenn mengerti, semakin mengeratkan pelukan sosok lelaki bertubuh tegap itu. Bisa Quenn rasakan otot-otot yang keras dalam tubuh itu. Perlahan tangannya mengelus punggung tegap itu.

"Quenn lo harus selalu baik-baik aja. Lo gak boleh biarin mereka nyakitin diri elo. Gue bakal berusaha lindungin elo." ucap Aldo

"Kakak tenang aja. Quenn baik-baik aja. Yang penting Kakak juga janji harus baik-baik aja." jawab Quenn meyakinkan

Melepaskan pelukannya Aldo menangkup wajah mungil Quenn lalu tersenyum teduh. Mata bulat berbinar yang selalu mempesona. Wajah yang selalu membuat kesalnya hilang. Wajah yang selalu ingin dibuat bahagia. Wajah menggemaskan ini yang tak akan Aldo sia-siakan.

"Gue punya sesuatu." ucap Aldo lalu melepaskan wajah Quenn untuk mengambil sebuah benda dari dalam tas sekolahnya.

"Ini buat lo. Gue juga pake" sambungnya sambil menyerahkan sebuah kotak bertuliskan Rolex.

"Ini buat aku? Serius?" tanya Quenn heran

"Iyalah. Cepet pake" jawabnya sambil membuka kotak itu dan mengambil sebuah jam untuk dipakaikan ke pergelangan tangan Quenn.

"Makasih Kak. Ini bagus banget." ucap Quenn dengan mata berbinar-binar

"Dipake terus ya? Kemanapun lo pergi harus dipake. Janji?" ujar Aldo menunjukkan kelingkingnya

"Janji!" balas Quenn semangat lalu menyatukan kelingkingnya dengan kelingking Aldo.

Senyum cerah terpatri di wajah keduanya. Kemudian Aldo mendekatkan dirinya untuk mencium kening Quenn lembut. Menyalurkan semua rasanya lewat ciuman itu. Sedangkan yang dicium memejamkan matanya. Seolah meresap semua rasa yang diberikan lawannya.

"Merah tuh pipinya. Lucu banget" ucap Aldo dengan nada menggoda

"Kakk Ih!" rengek Quenn sebal.

"Udah sana balik ke kelas. Jangan bilang-bilang kalo abis dicium pangeran ganteng." goda Aldo yang membuat wajah Quenn merah padam.

"Ish! Nyebelin banget!" ucap Quenn dengan bibir mengerucut.

"Udah sana! Keburu bel." balas Aldo dengan mendorong punggung Quenn untuk keluar dari gudang sekolah.

Quenn keluar dengan wajah merona. Tersenyum-senyum cerah seperti remaja kasmaran. Entah rasa apa yang tumbuh diantara mereka. Seperti sesuatu yang meledak-ledak dari dalam dirinya.

Tanpa Quenn sadari seseorang mengawasi dengan senyum mengerikan dari balik pohon didepan gudang sekolah.

QUENNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang