Duapuluh Sembilan

216 9 0
                                    

***

Sudah dua hari berlalu. Quenn masih enggan membuka matanya. Sepertinya Quenn memang selelah itu. Kedua orang tuanya sempat panik karena Quenn tak kunjung sadar. Mereka takut Quenn koma atau apapun kemungkinan buruk lain. Tapi dokter sudah mengatakan bahwa kondisi Quenn stabil.

Sudah dua hari pula Aldo bolak balik ke rumah sakit. Berjaga bergantian dengan ledua orang tua Quenn. Tak lupa juga Aldo rutin mengunjungi Dirga yang berhasil melewati masa kritisnya dua hari yang lalu. Ruangan Dirga dan Quenn memang bersebelahan jadi Aldo tidak terlalu repot kesana kemari.

Hal yang membuat Aldo takjub adalah kedua adik kelasnya ini sama-sama enggan segera membuka matanya. Dua hari pula Dirga tak sadarkan diri meskipun sudah melewati masa kritisnya. Aldo heran sekali. Apa mereka memiliki ikatan yang sangat kuat sehingga sangat kompak seperti ini? Ah sudahlah.

Hari ketiga dirumah sakit akhirnya Quenn membuka matanya. Kondisinya jauh dari kata baik-baik saja. Sejak membuka matanya beberapa jam yang lalu Quenn hanya diam dengan tatapan kosong. Tidak mau makan dan minum. Bahkan saat kedua orang tuanya bertanya dan mengajaknya bicara Quenn tak merespon sama sekali. Hal itu membuat kedua orang tua Quenn panik.

Setelah menjalani pemeriksaan dokter menganjurkan Quenn untuk dibawa ke Psikolog. Quenn sedikit trauma dengan apa yang terjadi kepadanya belakangan ini. Aldo masih belum mengetahui hal ini. Seharian ini Aldo belum datang mengunjungi Quenn. Pihak kepolisian memintanya datang untuk meminta keterangan.

Saat malam Aldo kembali berkunjung ke rumah sakit. Berharap Quenn sudah sadar dan kembali sehat seperti sedia kala. Tak membutuhkan waktu lama, kini Aldo sudah didepan ruangan Quenn. Kedua orang tua Quenn sedang duduk berbincang dengan seorang dokter didepan ruangan Quenn. Aldo mengeryit heran, apa kondisi Quenn memburuk? Batinnya.

"Oh Nak Aldo!" sapa Ayah Quenn saat melihat Aldo berjalan menuju ruangan Quenn.

"Om, Tante, Dokter. Gimana kondisi Quenn? Sudah membaik?" tanya Aldo penasaran.

Mendengar pertanyaan Aldo wajah kedua orang tua Quenn sedikit sendu. Aldo jadi berprasangka buruk.

"Sebaiknya Nak Aldo masuk saja. Quenn sudah sadar" jawab Ibu Quenn lembut.

Mendengar itu Aldo jadi sumringah. Dengan segera ia mengangguk dan masuk ke ruangan Quenn semangat.

Begitu masuk kedalam ruangan itu Aldo melihat Quenn sedang bersandar pada Headboard bangkarnya. Pandangannya kosong mengarah ke jendela samping ruangan. Wajah cantik itu sedang sendu. Aldo mencoba mendekat dan duduk dikursi samping bangkar itu.

"Quenn.." panggil Aldo selembut mungkin.

Yang dipanggil tidak menjawab. Bahkan menoleh pun tidak. Sepertinya Quenn tidak menyadari kehadiran Aldo disini.

"Hey.. Quenn. Ini Kakak" panggil Aldo sekali lagi.

Kali ini Quenn menoleh kearah Aldo. Tapi detik berikutnya matanya bergetar menahan tangis. Badannya bergetar ketakutan melihat Aldo ada disampingnya.

"Ja-jangan.." ucap Quenn terbata.

Aldo terkejut dengan respon Quenn seperti ketakutan dengannya. Tangannya mencoba menyentuh pundak Quenn untuk menenangkan. Tapi sebelum itu terjadi Quenn beringsut mundur. Menepis tangannya agar tidak menyentuh Quenn.

"P-please.. Go. Jangan sentuh Quenn! Pergi!" Quenn berteriak ketakutan. Quenn mulai menangis. Badannya bergerak heboh untuk menjauhi Aldo.

"Hey.. Quenn kenapa? Ini Kak Aldo. Jangan takut Quenn. Ini Kakak" Aldo berbicara selembut mungkin untuk menyadarkan Quenn.

"No! Go away from me! Mamaaa! Tolong Quenn! Papaaa!" Quenn semakin histeris.

Mendengar teriakan Quenn kedua orang tua Quenn berlari masuk. Panik mendengar anaknya berteriak heboh seperti itu. Dokter yang tadinya berbincang dengan kedua orang tua Quenn pun ikut masuk ke dalam ruangan mendengar pasiennya histeris seperti itu.

"Ada apa sayang? Kenapa berteriak seperti itu?" Ibu Quenn bertanya sambil memeluk Quenn yang ketakutan disudut bangkar.

"T-to.. tolong Quenn Ma! Dia orang jahat! Quenn takuut!" Quenn mulai berteriak lagi. Kemudian menyembunyikan badannya dipelukan Ibunya.

"Hey Nak. Itu kan Aldo. Dia bukan orang jahat sayang. Aldo yang sudah menolong Quenn" Ayah Quenn turut menenangkan Quenn. Mengelus punggung putrinya yang sedang bergetar dipelukan Isterinya.

"Bukan Pa! Dia orang jahat! Usir dia Pa! Dia mau nyakitin Quenn" sahut Quenn dengan menangis keras.

"Baiklah. Bisakah Nak Aldo ini keluar dulu. Saya akan memeriksa kondisi Quenn dulu." akhirnya sang dokter angkat bicara.

Aldo yang mengerti akhirnya berjalan keluar ruangan. Pikirannya kacau. Kenapa Quenn jadi ketakutan seperti itu? Apa yang membuat Quenn ketakutan? Apa Jendra mempengaruhi Quenn tentang dirinya? Argh sial! Batin Aldo frustasi.

Aldo memilih untuk masuk ke ruangan Dirga. Setelah mengetuk Aldo masuk ke ruangan dengan wajah frustasi. Dilihatnya Dirga sedang duduk bersandar dan menerima suapan bubur dari Ibunya.

"Wajah lo kusut banget Kak?" tanya Dirga heran. Pasalnya wajah Aldo masih ada lebam disana-sini, ditambah wajah frustasi itu membuat Aldo semakin kacau.

"Lo udah sadar? Dari kapan?" Aldo kembali bertanya kepada Dirga.

Mendengus kasar Dirga memberikan gestur kepada Ibunya supaya menyudahi acara makan bubur tawar itu.

"Barengan kali sama Quenn. Tadi heboh dokternya bingung yang mana dulu yang harus dicek." jawab Dirga santai.

"Gila ya. Lo ada apa sih sama Quenn? Bisa barengan gitu?" Aldo semakin sebal saja mendengarnya. Cemburu lah dia, bisa kompak banget.

"Ett.. Kenapa sih? Sensi amat lo!" sahut Dirga semakin heran. Pasalnya tidak pernah sekalipun Kakak kelasnya ini bersikap seperti orang yang cemburu seperti ini.

"Gue diusir Quenn. Dia ketakutan liat gue. Histeris banget. Apa Quenn trauma ya?" keluh Aldo

"Serius lo kak? Mana mungkin Quenn kayak gitu sama lo?" tanya Dirga terkejut. Harusnya Quenn tau dong saat itu Aldo juga menyelamatkan Quenn dihari penculikan itu.

"Ya gue ngapain kesini kalo gak diusir dari ruangan sebelah" jawab Aldo sewot.

"Gue belum ketemu Quenn sih. Apa gue liat sekarang ya?" Dirga jadi khawatir dengan kondisi Quenn. Bagaimana kalo Quenn benar-benar trauma dan jiwanya terguncang? Batin Dirga panik.

"Jangan deh. Besok aja. Palingan udah dikasih obat penenang. Lo juga istirahat aja. Gue balik dulu." Aldo beranjak lalu berpamitan dengan Dirga dan Ibunya.

"Take care Kak!" pesan Dirga setengah berteriak saat Aldo melambaikan tangannya hendak menutup pintu dari luar.

QUENNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang