PART 34.

280 10 0
                                    

"Bagaimana kalo seandainya nanti keluarga kita hancur?"

**

Sebuah pengacara datang ke ruangan jelita untuk meminta sidik jari jelita untuk berkas-berkas yang ada. Di saat pengacara datang vano tidak ada di ruangan jelita. Mungkin dia sedang menjemput mamanya.

"Ada yang dateng bos."

Kevin langsung menoleh.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya sinis kevin.

"Saya tidak ada urusan sama anda. Minggir." pengacara itu berjalan ke arah jelita.

"Lo berani sama kami? Jangan coba-coba berbuat sesuka hati lo di sini bangsat!" ledak emosi kevin.

"Kenapa saya harus takut? Saya kesini hanya untuk meminta sidik jari wanita ini. Kamu tidak usah ikut campur!"

"Sidik jari!?"

"Sidik jari untuk dapat melunaskan semua biaya administrasi rumah sakit ini."

Kevin mempercayai nya karena pengacara tadi mengenakan seragam cleanning servis agar tidak di curigai.

Saat pengacara tadi mengambil tangan jelita untuk menempelkan nya ke berkas-bekas nya. Seketika vano datang tepat waktu.

"Siapa anda?" tanya vano yang membuat pengacara tadi merasa kaget seketika.

"Lo ga liat? Gue di sini di suruh dokter Samsudin untuk meminta sidik jari wanita ini."

"Santai kali lo, gue juga cuma nanya doang. Gue bisa liat berkas-berkas nya?" pinta vano.

"Minggir." pengacara muda tadi meninggalkan ruangan jelita dengan tidak sopan.

"Aneh." Vano di buat kebingungan dengan orang tadi.

"Udah ya kan mama ada di sini. Ini temen-temen kamu bisa pulang sekarang aja. Makasih ya nak sudah mau menjaga jelita, tante trimakasih banget sama kalian." ucap Amara.

"Iya tante, kami pamit." ucap mereka dengan menyalami tangan Amara.

"Ada yang mau vano tanya ma."

"Ada apa sayang?"

"Bagaimana kalo seandainya nanti keluarga kita hancur?"

"Kok kamu ngomong gitu sih." balas Amara.

"Vano hanya bertanya ma." lanjutnya.

"Sekarang gantian mama yang nanya ke kamu."

"Haah? Nanya ap ma."

"Kamu udah jatuh cinta belom sama jelita?" goda Amara.

"Apaansih ma." Mereka terus mengobrol dan mengobrol yang dengan ending nya pasti akan membuat vano merasa malu karena mama nya selalu memojokan nya soal prasaan yang di milikinya tentang jelita.

"Nih makan." ujar vano membawakan banyak makanan untuk stok mereka makan nanti.

"Lo aj gue ga selera."

"Heh elo ya kebiasaan, niat gue baik eh malah lo nya yang ngelunjak."

"Sudah-sudah ntar mama makan kok." ucap Amara.

"Ma." panggil mereka berdua.

Amara tampak kebingungan dengan anak-anak nya.

"Iya?" balas Amara.

"Mama seneng ga kalo kami anak-anak mama selalu ada di samping mama?" tanya vando.

"Hahaha kamu ini, mama ya sangat seneng dan bahagia punya anak-anak yang selalu ada untuk mama. Tapi kalian juga harus cari jodoh kalian masing-masing kan, ga sepenuh nya kalian terus-terusan sama mama dan papa." ujar amara.

"Ma, kami janji apapun itu kami akan selalu ada di dekat mama. Kita akan selalu bahagia ma." ucap vano.

"Kalian ini kenapa sih? Heran deh mama."

Vano dan vando saling menatap. Dan langsung memeluk mama nya dengan erat. Terlihat manja emang tapi ya begini la mereka.

"Hey kalian, manja banget." ucap Amara sambil tertawa.

**

Amara dan vando sudah pulang beberapa menit tadi. Kini tinggal lah ia sendiri yang menjaga jelita. Ia tiada henti-hentinya menatap jelita terlihat dari bola mata vano ia sangat menginginkan jelita untuk sadar kembali.

"Lo kapan sadar jel? Gue gabisa nyelesain semua ini tanpa ada lo. Gue ga berniat ninggalin lo sendiri di sini, untuk nyelesain semua ini gue hanya butuh dukungan lo. immediately realized for my sake." vano mengecup kening jelita.

"Upss maaf... kami datang di waktu yang salah." manda hanya terkekeh melihat adegan romantis dari vano.

"Bisa juga lo romantis." -batin bima.

"Tunggu... Gue lihat tangan jelita mulai bergerak guys, gue serius." teriak manda yang lalu berlari menghampiri kasur jelita.

"Ngaco lo ahh." ucap bima.

"Gue srius bodo! Van lo kan mahir nya dalam pelajaran biologi sekarang lo periksa gih keadaan jelita. Biar sih kampret ini percaya sma gue." mata tajam manda beralih ke bima.

"Panggil dokter aja." datar vano.

"Lo gih yang manggil."

"Kok gue." ngegas bima.

"Males banget lo! Kalo gue yang manggil ntar semua orang pangling ngeliat suara gue yang semerdu raisa."

"Ngedenger kali bukan ngeliat."

"Komen wae muncong lo, kayak setang becak."

Bima terpelotot kaget melihat tangan jelita yang bergerak. Pertamanya ia tidak percaya dengan apa yang di ucapkan manda.

"Gue melihat nya." teriak bima di kuping manda.

"Elo ya! Bisa ga sih ngomong ga ush di kuping gue!"






🌻🌻

Okey. Jelita mulai sadar ga ya? Wkwk. Next cerita selanjutnya.

______________

Anak DESA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang