Tenaga kawedar bagaikan penjaga yang menghalangi orang asing masuk ke dalam tubuh Raden Kuning. Tenaga inti bumi dan tenaga murninya bentrok. Kedua tenaga itu saling lilit dan berupaya saling menghancurkan. Akibatnya, tubuh Raden Kuning yang menjadi korban. Ia lalu menghentikan pelatihan tenaga inti bumi. Seketika tenaga yang terkumpul di dadanya ia lepaskan kembali ke semesta. Tubuhnya banjir keringat.
Penasaran dengan kegagalan pertamanya, Raden Kuning mengulangi lagi pelatihan itu. Diulanginya proses melatih tenaga inti bumi dari awal. Namun lagi-lagi ia gagal di tahap yang sama. Entah sudah berapa kali ia menemui kegagalan. Pergantian hari tak dirasakannya lagi. Raden Kuning tenggelam dalam keheningan.
"Tuban sebentar lagi sampai, kurangi kecepatan!"
Suara Punggawa Kedum yang keras menyadarkan dari latihannya yang gagal itu. Tak terasa Raden Kuning telah berlatih hingga malam. Sayang, ia belum berhasil menaklukkan teka-teki cara melatih tenaga inti bumi. Tak ingin larut dalam kegagalan, Raden Kuning segera menuju ruang di atas geladak kapal. Di tempat itu, ia melihat Bujang Jawa sedang berbincang dengan Punggawa Tuan.
"Raden Kuning, bagaimana dengan latihanmu. Sudahkah engkau mendapatkan petunjuk atas ilmu barumu itu?" Bujang Jawa bertanya.
"Aku belum dapat melatih tenaga inti bumi. Telah puluhan kali aku coba melatihnya, justru tenaga inti bumi tak mau menyatu dengan tenaga kawedar yang telah bersatu dalam tubuhku." Suara Raden Kuning terdengar frustasi.
Hari telah larut, suara binatang malam sahut menyahut mewarnai kegelapan. Dari kejauhan terlihat kelap-kelip cahaya yang bersumber dari penerangan pelabuhan. Di dermaga itu berjaga prajurit keraton Tuban yang mengenakan pakaian khas Jawa, surjan. Jumlah prajurit yang berjaga hanya kisaran lima belas orang saja. Mereka memang ditugaskan untuk menjemput rombongan kerabat keraton Djipang yang hendak berlayar ke pulau Sumatera. Saat kapal Jung keraton Djipang terlihat dekat, mereka memberikan tanda agar kapal besar itu merapat ke dermaga utama.
Raden Kuning langsung memimpin rombongan turun ke daratan. Prajurit Tuban menyambut kedatangan mereka dengan sikap hormat. Senopati Glagah Watu yang menjadi pemimpin pasukan langsung mengajak rombongan keraton Djipang menuju keraton Tuban. Kegelapan malam itu menjadi saksi eratnya kekerabatan Djipang dan Tuban yang tak pernah dikenang oleh sejarah.
"Selamat datang Yang Mulia Wirayudha Tunggul Ulung Raden Kuning. Kami mendapat perintah untuk mengawal rombongan dari keraton Djipang menuju ibukota. Monggo." Senopati Glagah Watu menjadi pemandu menuju ibukota Tuban.
Tidak ada persiapan khusus dalam menyambut kehadiran rombongan keraton Djipang. Maklum, di masa pelarian ini Pangeran Arya Mataram menjadi sasaran para prajurit bayaran yang memburu hadiah dari Pajang. Hanya saja dua bola mata lentik dari raut wajah ayu yang terus memasang telinga bagi kedatangan pujaan hatinya yang terus siaga. Dan ketika prajurit membawa berita tentang datangnya rombongan Raden Kuning di Tuban, gadis cantik yang baru jatuh cinta itu langsung melek dan merias wajah sekenanya. Ya, urusan rias-merias wajah ini memang Putri Wuwu bukan ahlinya. Tetapi entah mengapa semenjak ia mengenal Raden Kuning, ia selalu ingin bersolek.
"Aih, Kakang. Baru tiga malam engkau meninggalkanku betapa berat rindu yang kurasa," Putri Wuwu bergumam sendiri.
Dan ketika mereka diterima di paseban, Putri Wuwu yang antusias berada di sana. Pangeran Sekar Tanjung bertindak mewakili Adipati Tuban. Sedangkan Putri Wuwu mewakili Kanjeng Ratu Ayu Haryo Balewot yang telah pulas di peraduan.
"Sugeng rawuh, saudara-saudaraku dari keraton Djipang. Silakan bagi yang laki-laki telah disiapkan tempat di ksatriyan yang akan dipandu oleh prajurit Soka Lulung. Yang perempuan akan dipandu adikku, Putri Wuwu ke keputren. Anggap rumah sendiri dan jangan sungkan selama disini karena kita semua adalah saudara!" Pangeran Sekar Tanjung memberi kata sambutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)
Historical FictionDi ujung keruntuhan kerajaan Demak, Raden Arya Penangsang tewas. Adik kinasihnya Pangeran Arya Mataram dititahkan merawat keturunan dengan mencari suaka di bumi leluhur Palembang. Dalam pelariannya, ia ditemani abdi setia, Raden Kuning, Punggawa Tua...