Perompak Bendawa

1.1K 42 0
                                    

Tubuh Raden Kuning yang terperangkap jaring langsung tercebur ke sungai. Ancaman ternyata bukan hanya dari perahu. Perompak yang terampil bertarung di dalam air itu ternyata telah menyiapkan jebakan kedua. Ketika Raden Kuning terjatuh ke sungai dari dalam air muncul lima orang perompak yang menarik kaki Raden Kuning hingga ia tenggelam. Hebat sekali penyerangan ini. Mereka telah merencanakan dengan matang sehingga Raden Kuning terpedaya.

Sependidih air, tubuh Raden Kuning mencelat ke atas. Tangan kanannya memegang tubuh Asen yang sebelumnya juga ditenggelamkan perompak. Dengan satu kali totolan di air, Raden Kuning mendarat mulus di daratan. Tangannya menotok beberapa bagian tubuh Asen sebelum berkelebat menuju ke perahu perompak. Gerakannya cepat sekali sehingga perompak yang berada di perahu tak sempat melakukan perlawanan. Perahu mereka terbalik dan rombongan perompak naas itu tercebur ke dalam sungai.

Ajaib, mereka yang terjatuh ke sungai langsung menghilang tak terlihat di permukaan. Raden Kuning waspada. Musuh yang dihadapinya ini adalah orang-orang yang biasa berkelahi di air. Benar saja dugaannya, tetiba perahu yang ditumpangi Huanglo mendapat serangan gelap. Sontak perahu kecil itu terbalik dan penumpangnya tenggelam di air. Gerombolan perompak itu tahu benar jika Huanglo adalah pemimpin rombongan pendakwah itu. Mereka segera bermunculan di air dan menyandera Huanglo.

“Menyerahlah kau jagoan. Jika engkau melawan, maka orang tua ini akan kami habisi!” Si brewok mengancam Raden Kuning. Tak ingin ayah angkatnya terluka, Raden Kuning akhirnya pasrah. Gerombolan perompak itu langsung memerintahkan Raden Kuning minggir ke daratan dan mereka kemudian mengikat kedua kaki dan tangan prajurit pilih tanding Djipang itu dengan rantai besi. Asen yang baru memuntahkan air, juga diikat tangannya.  Di bawah ancaman senjata, mereka kemudian dibawa dengan menggunakan perahu terpisah dengan Huanglo.

“Buka mulutmu. Telan pil ini. Ingat jika engkau melawan, maka orang tua itu menjadi sanderanya!” Si brewok memaksa Raden Kuning menelan pil besar berwarna biru. Karena tidak punya pilihan, Raden Kuning terpaksa menelan pil yang dilempar ke mulutnya. Si brewok mengawasi dengan cermat ketika Raden Kuning menelan pil yang rasanya pahit itu. Sepertinya ia tak mau kecolongan.

Perahu perompak kemudian didayung menyusuri sungai kecil yang berkelak-kelok. Setengah hari perjalanan, Raden Kuning baru merasa jika pil yang ditelannya tadi bereaksi di tubuhnya. Perutnya terasa mulas dan hawa panas bergulung-gulung menyerang perutnya. Rasanya sakit sekali. Ia kemudian mengambil sikap tenang dan berupaya menghalangi penyebaran hawa panas yang berasal dari pil biru. Raden Kuning mengumpulkan tenaga semesta di dada. Meskipun Ia belum sembuh benar setelah menelan ikan dongli yu, tetapi tenaga esnya yang meningkat pesat mampu menahan racun panas yang berupaya merampas tenaganya.

Ya, Raden Kuning telah meminum pil pelemas tulang. Jika saja ia tidak memiliki tenaga semesta, pastilah sedari tadi racun itu bekerja merampas kesadarannya. Tetapi orang yang diracuni ini adalah pemuda pilih tanding yang telah berkali-kali mengalami peristiwa-peristiwa ajaib sehingga tubuhnya dipenuhi oleh tenaga inti semesta yang dapat membekukan air dalam sekejap. Si brewok yang memperhatikan Raden Kuning nampak takjub dengan kekebalan tubuh tawanannya. Padahal selama malang melintang di Muara Sungsang, tak ada satupun orang yang mampu bertahan lebih dari sependidih air jika telah diracuni dengan pil perampas tulang.

“Hebat sekali, engkau anak muda. Racun perampas tulang yang aku berikan kepadamu tak bereaksi. Ilmu siluman apa yang engkau pakai?” Si brewok tak tahan memendam penasarannya.

Ditanya orang yang menahannya, Raden Kuning diam saja. Ia bahkan menutup matanya, mematikan indera perasa untuk terus mencegah agar racun jahat yang ditelannya tak menjalar ke bagian vital tubuhnya. Hawa panas yang ditimbulkan racun perampas tulang membuat tubuh Raden Kuning berkeringat. Padahal sebelumnya pemuda yang seluruh tubuhnya dialiri tenaga inti es itu, tak pernah terlihat berkeringat.

“Kita telah sampai. Jaga tawanan, jangan sampai ia melarikan diri!” Suara parau si brewok mengagetkan Raden Kuning yang tengah tenggelam dalam semedinya.

“Amankan terlebih dahulu pemuda yang suka bikin onar ini. Jangan sampai ia mendapat kesempatan untuk mencelakai kita.” Si brewok kembali memberi perintah.

Para perompak yang berjumlah lima belas orang itu kemudian menggiring Raden Kuning dan Asen masuk ke rimbunan semak perdu. Sekilas jika dilihat dari pinggiran sungai, jalan yang kini dituju Raden Kuning tidak terlihat. Sepintas daerah itu hanyalah semak belukar yang ditumbuhi perdu liar. Tetapi, ketika belukar itu dilewati ternyata di belakangnya terbentang jalan setapak yang menuju ke pedalaman. Mereka terus menyusuri jalan setapak itu hingga akhirnya sampai ke sebuah jalan buntu. Di depan mereka mengalir air terjun. Ketinggiannya kira-kira tiga depa. Dari jalan setapak menuju air terjun itu terdapat jembatan tali yang cukup dilalui satu orang. Di tengah kebingungannya, tetiba si brewok bersiul nyaring.

Dari atas tebing air terjun bermunculan orang-orang bertampang sangar. Mereka kemudian melemparkan tali yang telah dibentuk menyerupai tangga. Si brewok memerintahkan mereka untuk meniti  jembatan dan naik ke atas tebing menggunakan bantuan tangga tali. Raden Kuning bergegas menuruti perintah orang yang menahannya. Dengan cekatan, ia telah bergelantungan di tangga tali dan dengan hati-hati akhirnya Raden Kuning sampai di atas tebing tempat air terjun mengalir.

Di atas tebing ia langsung ditodong dengan tombak. Sebatang tombak bahkan merobek bajunya. Perompak yang ada di atas itu lebih sangar dari si brewok. Mereka langsung menggelandang Raden Kuning menuju perkampungan yang menjadi sarang para perompak sangar. Ya, mereka ini adalah para bajak laut yang biasa melakukan perompakan sadis. Setiap kapal yang berhasil mereka rampas, pastilah penumpangnya kesemuanya tewas dibunuh. Dalam beraksi perompak sadis itu tidak pandang bulu apakah korbannya wanita atau anak-anak. Semuanya diperlakukan sama. Hartanya dirampas, korbannya dibunuh. Jika diantara korbannya terdapat perempuan, maka mereka akan memperkosanya terlebih dahulu dan setelah puas baru nyawanya dihabisi. Singkat cerita perompak ini sangat biadab setiap beraksi.

Gerombolan perompak sadis itu dikenal dengan kelompok bendawa. Mereka telah berkali-kali diburu baik oleh kelompok Shi Jinqing maupun oleh prajurit bayaran yang disewa oleh para pedagang. Tetapi kelompok itu dikenal sangat licin dan dalam setiap aksinya, selalu terencana. Setelah merompak di laut, maka secepat kilat gerombolan bendawa ini menghilang. Bertarung di dalam air adalah keahlian mereka. Tak heran jika anggota gerombolan perompak sadis itu bisa berlama-lama menahan nafas di bawah air. Konon menurut cerita nelayan setempat, anggota komplotan bendawa memiliki pil ajaib yang berkhasiat menyimpan udara di paru-paru lebih banyak dari orang biasa.

Raden Kuning tak tahu apa yang dikehendaki kelompok itu terhadap Huanglo. Padahal kelompok Litantong adalah kelompok perompak yang disegani baik oleh lawan ataupun sesama perompak. Jika perompak bendawa sampai berani mengganggu anggota Litantong, pastilah ada kepentingan besar di baliknya. Raden Kuning kemudian di bawa ke rumah kayu paling besar di kampung itu. Kampung itu cukup besar untuk menjadi sarang kelompok perompak sadis. Di kiri kanan jalan terdapat rumah kayu berbanjar. Beberapa anak kecil terlihat bermain di halaman rumah mereka. Melihat Raden Kuning berjalan di bawah todongan tombak, anak-anak kecil itu menghentikan mainnya. Dengan sorot mata penasaran mereka mengekor dari belakang. Pria sangar yang memegang tombak mengusir anak-anak kecil tersebut agar tidak mengekor mereka. Anak-anak itu kemudian berhenti dan hanya menatap dengan sorot mata penasaran.

Di depan rumah panggung dari kayu yang berukuran besar itu telah menanti pria paruh baya bermata teduh. Ia adalah Mentrabang, pimpinan perompak bendawa yang sangat ditakuti. Berbeda dengan anak buahnya, pria itu berkulit putih dan memakai pakaian bersih. Namun kesan bijaksana itu langsung hilang ketika Mentrabang mengeluarkan hardikan.

“Muntahkan lagi ikan dongli yu yang pernah engkau makan. Jika engkau tidak bisa memberiku dongli yu, maka darah dan dagingmu yang akan aku hidangkan!”

(Bersambung)
Jangan lupa vote

Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang