Petunjuk Menikah

1K 41 0
                                    

Tanpa meminta persetujuan Putri Cala, Raden Kuning segera melahap ikan bakar yang masih tersisa. Diliriknya Putri Cala nampak tegang. Entah apa yang dipikirkan gadis cantik jelita itu. Raden Kuning dengan tenang menghabiskan ikan bakar yang telah dibumbui Jamur Sembilang. Kebetulan saat itu ia sedang kelaparan.

“Lezat sekali ikan bakar ini. Seandainya aku tahu jika jamur Sembilang bisa menjadi bumbu seenak ini, tentunya setiap hari aku minta dibakarkan ikan jamur Sembilang.” Raden Kuning terkekeh. Dalam hatinya ia ingin mengerjai Putri Cala.
“Aku khawatir, racun jamur Sembilang masih bereaksi dalam tubuhmu, Kakang. Bagaimana aku nanti mengobatimu jika engkau yang keracunan?”

“Hahahaha...., tidak usah diobati, Putri. Tadi kan aku sudah bicara bahwa jika aku mabuk nanti bersiap-siaplah engkau lari karena aku akan mengejarmu.” Raden Kuning tak henti-hentinya tertawa. Perasaannya senang sekali bisa mengerjai putri yang masih polos itu.

“Janganlah engkau bermain-main, Kakang. Tak kurelakan sejengkal tubuhku engkau mainkan. Aku akan bunuh diri jika itu terjadi!” Suara Putri Cala terdengar sangat tegas.

“Aih, Putri. Aku hanya bercanda saja. Jangan engkau ambil hati. Nanti jika aku mabuk, maka aku akan mengobati diriku sendiri dengan keris Kyai Layon. Tak mungkin aku menyentuhmu jika kita belum terikat hubungan perkawinan. Bagaimana kalau sekarang kita ikrarkan saja perkawinan kita?” Mimik wajah Raden Kuning terlihat serius.

“Engkau serius, Kakang. Lalu bagaimana dengan istrimu?”
“Belum tentu kita bisa keluar dari tempat ini, Putri. Bagaimana mungkin engkau masih mempertimbangkan hal yang ada di luar sana sedangkan kita tak bisa mengjangkaunya?”

“Bukan begitu maksudku, Kakang. Pertanyaanku tadi adalah bentuk keyakinanku bahwa kita pasti akan keluar dari tempat ini.”

“Aku mengerti maksudmu, Putri. Bukan bermaksud melemahkan keyakinanmu, untuk keluar dari tempat ini kita harus tahu jalan keluarnya. Hingga saat ini kita toh belum tahu bagaimana caranya keluar dari sini.”

“Tapi di dalam kitab Mantra Sembilang disebutkan jalan keluar dari telaga ini adalah dengan cara menguasai tiga jurus Mantra Sembilang. Saat ini aku sedang berusaha untuk menguasainya.”

“Ya, aku tahu, Putri. Hingga saat ini engkau masih berupaya keras untuk menguasai jurus itu. Tetapi kita harus sadar bahwa usaha untuk menguasai jurus itu selalu terkendala. Bagaimana mungkin engkau bisa dengan cepat menguasai jurus itu jika untuk menguasai tenaga Sembilang saja engkau selalu gagal.”

“Saat latihan terakhir, aku sudah mampu menawarkan racun dari jamur Sembilang. Menurutku itu pertanda bagus. Dan aku yakin sebentar lagi cara melatih tenaga Sembilang dapat aku kuasai. Jadi berikan aku waktu, Kakang.”

“Dengan pernyataanmu ini, berarti engkau menolak pinanganku, Putri?”

“Tidak juga berarti seperti itu, Kakang. Aku hanya meminta waktu. Engkau bersabarlah.”

Keduanya terlibat percakapan yang serius. Raden Kuning yang merasakan jalan buntu untuk keluar dari telaga Sembilang, meminta kepada Putri Cala untuk berpikir realistis. Bagaimana mungkin mereka bisa keluar dengan cepat dari telaga jika sampai saat ini mereka tidak tahu jalan keluarnya. Keduanya saat ini terdiam, tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Hingga akhirnya Raden Kuning sadar bahwa racun jamur Sembilang memang benar-benar tidak bereaksi dalam tubuhnya.

“Sudah cukup lama aku makan jamur Sembilang, tetapi racunnya tidak bereaksi dalam tubuhku. Benar-benar hilang racun jamur itu.”

“Nah, berarti benar kan ceritaku. Lalu apakah Kakang merasakan ada energi panas dari jamur Sembilang?”

“Itulah masalahnya, Putri. Aku tidak merasakan ada tenaga panas sebagaimana biasanya kita makan jamur Sembilang. Aku pikir khasiat jamur itu akan hilang jika dimasak terlebih dahulu.”

“Jadi menurutmu khasiat jamur Sembilang ikut hilang jika racunnya tidak bereaksi?”

“Betul, Putri. Justru tenaga yang berasal dari racun jamur Sembilang itu yang harus engkau kuasai. Menghilangkan racunnya sama dengan menghilangkan khasiat jamur itu. Terbukti ketika aku makan jamur Sembilang yang telah dibakar bersama ikan, aku tidak merasakan adanya hawa energi dari jamur Sembilang. Padahal saat makan jamur itu tanpa diolah, kita keracunan karena ada hawa energi panas yang mempengaruhi tubuh kita.”

“Lalu jika menuruti saranmu, aku harus menghilangkan tenagaku, apakah nanti tenaga dari jamur Sembilang itu bisa diserap oleh tubuhku yang telah kosong?”

“Aku pun sekarang ragu, Putri. Mungkin petunjuk yang aku dapatkan dalam mimpi adalah karena aku berpikir keras agar engkau bisa menguasai tenaga Mantra Sembilang. Aku khawatir itu bukan petunjuk tetapi hanya bunga tidur saja.”

“Bagaimana menurut Kakang. Apa yang harus kita lakukan agar aku bisa menguasai tiga jurus Mantra Sembilang itu. Dalam kitab yang aku baca ini, hanya itulah satu-satunya jalan untuk keluar dari tempat ini.”

“Aku juga belum tahu, Putri. Sebaiknya kita mencari petunjuk lain yang mungkin tertinggal di dalam gua tempat kita menemukan dua kitab ini. Mungkin di dalam sana masih tertinggal petunjuk untuk menguasai tenaga jamur Sembilang.”

Keduanya lalu kembali masuk ke dalam dinding gua. Meskipun telah mencari petunjuk di seluruh penjuru tempat itu, Putri Cala tidak menemukan apapun. Raden Kuning kemudian menarik lengan Putri Cala dan kembali bersujud di depan patung kayu Rakryan Rupagatri yang telah rusak terkena busur panah rahasia.

“Yang mulia Rakryan Rupagatri, izinkan aku Raden Kuning dan Putri Cala mendapat petunjuk darimu bagaimana caranya untuk menguasai kitab Mantra Sembilang!” Raden Kuning berulang kali memberi hormat bahkan keningnya sampai menyentuh lantai gua. Putri Cala mengikuti semua yang dilakukan oleh Raden Kuning.

“Hei, Kakang. Lihatlah di lantai gua ini sepertinya ada tulisan. Mungkin itu adalah petunjuk bagi kita!” Putri Cala berseru.
Raden Kuning kemudian membuat penerangan dengan mengambil obor yang tertanam di dinding gua. Benar saja di lantai gua mereka menemukan sebuah petunjuk yang disampaikan melalui tulisan. Tulisan itu seperti pesan yang disamarkan, Raden Kuning yang membaca petunjuk itu mengernyitkan dahi.

𝑀𝑒𝑛𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑎𝑛𝑎𝑘𝑘𝑢 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑢𝑛𝑡𝑢𝑛𝑔
𝐸𝑛𝑡𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑡𝑖𝑏𝑎 𝑚𝑎𝑠𝑎𝑚𝑢
𝑁𝑎𝑚𝑎 𝑘𝑖𝑡𝑎 𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑛𝑦𝑎𝑡𝑢
𝐼𝑛𝑔𝑖𝑛 𝑎𝑘𝑢 𝑎𝑔𝑎𝑟 𝑛𝑎𝑚𝑎 𝑖𝑡𝑢 𝑑𝑖𝑙𝑒𝑘𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑖 𝑛𝑎𝑚𝑎𝑚𝑢
𝐾𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑘𝑢𝑛𝑐𝑖𝑛𝑦𝑎
𝐴𝑠𝑎𝑙 𝑠𝑦𝑎𝑟𝑎𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑝𝑒𝑛𝑢ℎ𝑖
𝐻𝑢𝑘𝑢𝑚 𝑑𝑢𝑛𝑖𝑎 𝑑𝑎𝑛 𝑙𝑎𝑛𝑔𝑖𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑠𝑎𝑘𝑠𝑖
𝐼𝑛𝑑𝑎ℎ𝑛𝑦𝑎 𝑟𝑒𝑠𝑡𝑢 𝑠𝑦𝑎𝑖𝑟
𝑅𝑈𝑃𝐴𝐺𝐴𝑇𝑅𝐼

Raden Kuning berulang kali membaca pesan itu. Tetapi ia masih belum bisa menerka petunjuk apa yang tersirat dalam tulisan yang seperti syair itu. Diliriknya Putri Cala. Gadis itu pun terlihat berpikir keras. Mereka berdua terdiam. Hingga akhirnya Putri Cala mengucapkan petunjuk yang ia dapatkan dari pesan itu.

“Menikah!”

(Bersambung) 72

Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang