Bertahan hidup

1.1K 45 0
                                    

Teriakan Raden Kuning membuat Putri Cala terkejut. Tenaga yang dikerahkannya pada sisik emas buyar. Sisik emas kembali jatuh ke genggaman tangannya. Raden Kuning yang penasaran meminta sisik emas itu. Dalam benaknya jika Putri Cala saja mampu membuat sisik itu melayang, dengan kekuatan tenaga semesta yang dimilikinya mungkin saja sisik itu bisa melayang lebih tinggi lagi.

“Biar aku mencobanya, Putri. Semoga ini bisa menjadi petunjuk kita keluar dari sini.”

Putri Cala kemudian menyerahkan sisik emas yang berasal dari tubuhnya itu kepada Raden Kuning. Pria yang memiliki kepandaian tinggi itu menerima sisik emas dengan raut wajah tak menentu. Ia menahan nafas sebelum akhirnya mulai mengerahkan tenaga semesta.

“Hufs!” Raden Kuning mengerahkan tenaga semesta. Namun sisik emas tak mau bereaksi. Ia tetap diam tak bergerak. Setelah beberapa kali mencoba Raden Kuning akhirnya mengembalikan sisik emas kepada Putri Cala.

“Aneh. Mengapa ketika di genggaman tanganmu, sisik emas ini bereaksi. Tetapi di tanganku ia diam. Mungkin sisik emas ini memang hanya bisa bereaksi dengan dirimu. Ini aku kembalikan.”

“Berarti tertutup peluang kita untuk keluar dari sini. Eh, aku belum tau siapa namamu?”

“Orang-orang memanggilku Bagus Kuning. Tetapi aku sendiri tidak ingat siapa namaku sebenarnya,” ujar Raden Kuning murung.

“Engkau pemuda hebat. Pastilah nanti engkau akan ingat kembali semuanya. Sebelumnya engkau berkata bahwa mungkin sisik emas ini bisa jadi jalan keluar kita. Apa sebenarnya rencanamu?”

“Saat melihat sisik itu melayang, aku pikir ia bisa mengantar kita ke atas sana. Tetapi aku salah. Tenaga semestaku tak mampu membuatnya bergerak.”

“Lalu mengapa ketika aku yang memberinya tenaga, sisik ini bisa melayang di atas tanganku?”

“Itulah yang membuatku tak habis pikir. Jika dibandingkan tenaga yang engkau miliki, tidak sebanding dengan tenaga semesta yang aku kuasai. Tetapi ketika Kyai Layon menyembuhkanmu tadi, aku memang merasakan ada tenaga lain dalam tubuhmu. Mungkin tenaga lain itulah yang menggerakkannya. Sudahlah, untuk sementara kita tidak usah membahas dulu tentang bagaimana cara keluar dari telaga ini. Aku lapar, baiknya kita mencari bahan makanan selain jamur yang memabukkan itu.” Raden Kuning putus asa. Diliriknya Putri Cala nampak wajahnya bersemu merah ketika Raden Kuning bicara soal jamur yang nyaris membuat mereka berbuat dosa.

Mereka kemudian mencari ke segenap penjuru gua. Sepertinya memang tak ada tumbuhan lain yang bisa dijadikan makanan. Setelah memastikan bahwa tidak ada sumber makanan lainnya, Raden Kuning membuka bajunya lalu melolos Kyai Layon dan mencebur ke telaga. Benar sekali dugaannya, di telaga itu terdapat banyak ikan yang bisa dijadikan makanan. Dengan cekatan, Raden Kuning mulai berburu ikan dengan keris terhunus. Sependidih air, ia sudah berhasil menangkap empat ekor ikan besar.

“Ini bisa untuk mengganjal perut dan membuat kita bertahan hidup. Semoga saja ikan-ikan ini tidak cepat habis karena setiap hari kita makan.” Raden Kuning menyerahkan ikan tangkapannya kepada Putri Cala. Setelah menerima ikan, ia kebingungan karena tidak ada kayu bakar yang bisa dijadikan perapian. Tetapi gadis cantik itu rupanya tidak kehilangan akal. Ia membuat alat-alat masak dari batu yang berserakan di pinggir telaga. Ikan dibersihkan dengan batu pipih runcing yang dipungutnya dari tanah. Lalu batu sekepalan tangan tersebut ditumpuknya di perapian. Putri Cala mengerahkan tenaga dalamnya dan batu-batu yang dikumpulkannya itu membara.

“Aih, engkau cerdas sekali, Putri. Aku pun tidak terpikir bagaimana membuat perapian di tempat ini.” Raden Kuning yang memperhatikan Putri Cala, memuji kecerdasannya.

***

Malam itu, bulan sedang purnama. Cahaya terangnya menerobos melalui celah-celah batu di atas gua. Raden Kuning menghitung ini adalah purnama kedua mereka terjebak di dalam gua. Dua anak muda ini masih terus mencari jalan keluar dari telaga. Mereka pastinya tidak mau hingga tua terkurung di telaga. Putri Cala sedari sore menyelam ke dasar telaga. Air telaga yang selalu hangat, menurutnya pasti karena terhubung dengan sumber air panas di tempat lain.

Raden Kuning, Panglima Bayangan (Kisah Pelarian Arya Mataram di Palembang)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang