Happy Reading ♡♡
Arion meregangkan otot-otot tubuhnya yang kaku. Ternyata sekarang sudah lewat tengah malam. Kalau sudah mengenai mata pelajaran--ah ralat, mata perkuliahan, Arion sudah bukan lagi siswa SMA--ia memang sering lupa waktu.
Sebenarnya yang hendak Arion tuju itu kamar mandi, tapi entah mengapa kakinya malah membawa ke arah ranjang, dan akhirnya yang pertama Arion pegang adalah ponselnya.
2x panggilan tak terjawab
30 menit yang lalu
bosqu
Saking tidak ada yang bisa mengganggunya saat belajar, dering ponselnya saja sampai tidak kedengaran. Tanpa pikir ulang, ia pun menekan ikon telepon berwarna hijau untuk melakukan panggilan balik, namun nomor yang Arion tuju ternyata tidak aktif.
Yang pertama adalah Kallista tidak akan menelponnya selarut ini, dan yang ke dua gadis itu tidak akan menelpon lebih dari 1x kalau tidak ada hal penting.
Satu tangan Arion melepas kaca mata belajarnya yang masih tersangga, lalu tangan satunya lagi meraih jaket yang tergantung tak jauh darinya.Jika mengenai Kallista, mau itu tengah malam, masih subuh, dan tak peduli di mana pun keberadaannya, sejauh apapun, Arion tidak pernah segan untuk menyusulinya hanya untuk memastikan kalau gadis itu baik-baik saja.
Arion berjalan dengan tergesa sambil memakai jaketnya. Namun saat membuka pintu, seseorang tengah berdiri di depannya, seseorang yang ingin Arion pastikan keadaannya.
"Yon," cicit Kallista.
"Lo habis nangis?"
Kallista menggeleng, "nggak, kok."
Meski bibirnya mengatakan tidak, tapi Arion tahu jelas kebenarannya. Gadis itu hanya memperlihatkan wajah sedihnya pada Arion, maka lelaki itu bisa dengan mudah membedakan mana senyum Kallista yang asli dan mana yang bukan.
Tanpa bertanya lagi mengenai apa yang tidak ingin Kallista akui, kakinya maju beberapa langkah, menghampiri Kallista yang masih belum bergerak dari posisinya, dan lagi yang entah sejak kapan gadis itu berdiri di depan pintu apartementnya.
"Sorry, harusnya gue denger pas tadi lo--telepon."
Kallista memeluknya.
"Lo nggak apa-apa, kan?"
"G-Gilang," lirih Kallista, "Gilang selingkuh."
Tangis Kallista pun pecah. Pada akhirnya ia tak pernah bisa berbohong pada Arion.
"Ta?"
Arion hendak membuat jarak, namun Kallista menolak.
"Plis, kayak gini aja." Gadis itu malah semakin mengeratkan peluknya.
Kalau sudah begini, maka tak ada yang bisa Arion lakukan selain hanya mengikuti mau gadis itu saja.
"Ssstt," Arion menepuk lembut punggung Kallista. "Tenang, ya. Ada gue."
Kallista bisa terlihat baik-baik saja di depan semua orang, tapi anehnya di depan Arion ia tidak dapat melakukannya. Ketika kesedihannya tak tersembunyikan, maka satu-satunya yang bisa Kallista lakukan adalah menyembunyikan wajahnya seperti ini.
Tadinya ia kemari hanya ingin melihat wajah Arion untuk menghibur diri, tanpa dibumbui drama. Ia lupa kalau wajah Arion sudah seperti obat kejujuran, meski awalnya ia bohong, kebohongannya tak akan bertahan lama, persis seperti yang terjadi sekarang.
Suara Arion terdengar begitu lembut, tapi itu yang kedengarannya saja. Tanpa Kallista tahu, rahang Arion kini mengeras, tangannya pun mengepal kuat. Ini yang ke sekian kalinya Kallista menangis karena orang yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fix, You! (completed)
Teen FictionKetika biasanya seseorang bersahabat lalu jatuh cinta, seseorang ini jatuh cinta lalu bersahabat--hanya agar bisa dekat. Ini bukan tentang ketidakjujuran untuk mempertahankan persahabatan, melainkan pertahanan diri untuk hubungan yang lebih pasti. M...