2. Prioritas Utama

3.8K 205 6
                                    

Happy Reading ♡♡

"Arionnnnnn!"
Suara Kallista yang begitu nyaring sontak membuat Arion yang masih meringkuk terlonjak kaget.

"I-iya.. Ta, kenapa?" meski sempoyongan, Arion tetap berjalan menuju kamarnya. "Kallista?"

Arion tak menemukan siapapun di dalam kamarnya, bahkan ranjangnya saja sudah rapi.

"Arionnnnnn!"
Suara Kallista kembali mencuat, yang ternyata berasal dari ponselnya. Ia lupa kalau semalam ia sudah menyeting nada dering khusus untuk nomor Kallista. Dan sepertinya Arion berhasil, telepon dari Kallista tak akan terabaikan lagi.

"Udah bangun, kan?" ujar seseorang ketika Arion mengangkat panggilan masuknya.

"Iya, udah."
Tut! tut!

Telepon terputus. Ya, hanya sebatas itu kepentingan Kallista. Gadis itu bahkan tidak memberi kesempatan Arion untuk mengutarakan kepentingannya juga, seperti kapan dan bagaimana caranya pulang?

Kallista beranjak dari sofanya, ia masih memiliki waktu 1 jam untuk bersiap-siap masuk di hari pertama semester 2. perkuliahannya. Namun ketika hendak ke kamar mandi, kakinya berbelok ke wrah meja makan yang di atasnya sudah tersedia sepiring nasi goreng+telur mata sapi di atasnya.

Awas makanan enak. Kalo nggak dimakan nyesel seumur hidup!

Tertanda

Kallista yang baik, cantik, pinter eh nggak, nggak pinter, tapi lumayan lah nilai nggak pernah di bawah KKM hehe

Arion hanya bisa tertawa membaca sebuah memo yang ditempel di gelas. Baiklah, karena takut menyesal seumur hidup, maka terkhusus hari ini Arion mengacak runtutan yang menjadi kebiasaannya. Makan dulu, baru setelahnya mandi.

***

"Dia perwakilan maba yang kemaren maju ke panggung, kan?" obrol Dira, menunjuk seseorang yang baru datang dengan gerakan dagunya.
Sesil melirik sekilas ke arah yang temannya tunjukan. Ia hanya mengangguk lalu kembali memerhatikan dosen yang sedang menerangkan di depan.

"Kalo dia aja gimana?"

"No!" tolak Sesil mentah-mentah. "Siapapun boleh, asal jangan orang itu."

"Dih, kogitu? jadi kakak tingkat ramahan dikit napa."

"Gue? haha siapapun bisa gue baikin asal jangan si Arion itu."

"Emm.. namanya Arion." Dira mengangguk paham.

"Kalo lo nggak mau yaudah, biar gue aja," tambahnya, berlanjut dengan mengendap-endap untuk pindah duduk ke kursi kosong samping lelaki yang ia perhatikan semenjak kedatangannya.
Sementara itu, Sesil yang tak sempat mencegah hanya bisa menutup matanya, tak ingin melihat penolakan yang akan temannya dapatkan.

"Sial banget sih!" gerutu Sesil yang tak sampai 5 menit sudah kembali ke tempat duduk semulanya. "Baru kali ini gue ketemu orang kayak gitu. Gue kan ngajak baik-baik, kalo nggak mau ya tinggal ngomong baik-baik lah, pakek bilang 'nggak usah sok akrab'. Kenapa bisa dia masuk kampus ini, sih?"

"Lo bukan satu-satunya." Sesil menampilkan senyumnya.

Dira mengernyit bingung. "Maksud lo?"

"Lo pikir dia maju jadi pembicara kemaren itu cuma-cuma?" Sesil mencebikkan bibirnya, "harus sujud-sujud kali."

"What?!"

Tak hanya suaranya yang keras, tapi juga ditambah gebrakan meja yang membuat seisi kelas terkejut, merasakan sensasi yang juga Dira rasakan.

"Ada apa Nadira?" Dosen akhirnya buka suara, memanggil pemilik nama yang sebenarnya tengah was-was. "Kamu mau bikin saya jantungan?"

"M-maaf, Pak!" cicit Dira, kembali bersidekap di tempatnya sampai pria paruh baya itu kembali fokus pada pengajarannya.

Fix, You! (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang