30. LUKA

1K 96 8
                                    

Nama sebenarnya dari cinta adalah kebencian.

Nama sebenarnya dari cinta adalah kebencian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading ...

Sudah lebih dari 5 menit Kallista berada di depan lift, tapi pintu lift tak juga terbuka. Mana mungkin hotel berbintang 5 memiliki lift yang rusak? kalaupun iya, seharusnya pihak hotel tidak akan membiarkan kerusakan terjadi, padahal di sini sedang berlangsung sebuah acara. Bagaimana caranya para pengunjung turun, nanti?

Damn! mata Kallista sudah sangat perih, ia tidak lagi bisa menahan sesuatu yang terus mendesak keluar dari matanya. Persetan dengan nasib orang lain, yang terpenting di dunia ini adalah dirinya sendiri. Tak ada pilihan lain, Kallista pun harus memakai tangga darurat, atau hatinya yang akan dibuat sekarat. Pilih saja.

Napas Kallista mulai terengah, tapi faktanya ia masih harus melewati 10 lantai lagi. Sampai akhirnya tubuh Kallista merosot di anak tangga yang terakhir, bersamaan dengan lolosnya butiran bening yang sudah sejak tadi tertahan.

Entah karena sakit pada kakinya yang lecet, atau saking lelahnya ia menuruni banyak tangga, atau karena kenyataan lainnya, kenyataan yang tidak pernah ingin Kallista dengar. Selama ini Kallista memang masih menunggu kabarnya, ia ingin tahu banyak tentangnya, tapi bukan hal yang semacam ini.

Sungguh, dadanya begitu sesak, sampai-sampai isak tangisnya terdengar begitu nyaring. Kallista tidak peduli suaranya didengar orang lain, toh untuk bisa turun mereka semua harus melewati banyak tangga seperti dirinya, ia masih punya banyak waktu untuk menangis sepuasnya di sini.

Entah berapa lama Kallista menangis, tapi yang jelas isakannya sudah membuat rahangnya pegal. Tapi meski begitu, air matanya masih saja terus jatuh walau sudah ia usap berkali-kali. Sampai akhirnya sebuah tangan terulur, mata Kallista yang tadinya sudah mulai mengering kembali berair sampai akhirnya kembali meluap.

Kallista meraih tangan itu, tapi bukan untuk berdiri, melainkan membuat pemilik tangan bergabung dengannya. Kallista kembali terisak, tapi bedanya sekarang ia tidak sendiri, membuat kesedihan Kallista sedikit terobati.

"Kenapa semakin berusaha buat lupa, malah semakin susah lupa," tutur Kallista parau. "Kalau masalahnya di waktu, setelah 5 tahun lamanya gue masih gak bisa, harus seberapa lama lagi gue nahan?"

"Gue gak nangis gara-gara itu kok, gue nangis gara-gara kaki gue sakit habis turun lewat tangga. Liftnya emang bener rusak, ya?"

Kallista mulai melonggarkan pelukannya, dan di saat yang sama pria itu pun memastikan kaki Kallista yang terluka. Melihat sosok yang sedang posisi menunduk, membuat Kallista ikut menurunkan kepalanya untuk bisa melihat wajah pria itu.

Sampai akhirnya dari sela pintu Kallista melihat sosok yang ia kenal. Bara, dia di sana. Lalu siapa orang yang bersamanya? Secara perlahan, mata Kallista kembali teralih pada sosok yang sudah berhasil membuka sepatu hak tinggi dari kakinya.

"Bisa jalan?"
Bersamaan dengan pertanyaan yang pria itu lontarkan.

Buk!
Arion didorong, sedangkan Kallista segera berlari keluar.

"Astaga, Kallista?!" Bara mengembuskan napasnya lega, "saya pikir kamu ke mana ... kaki kamu kenapa?"

"Gue mau pulang."

"Sepatu kamu ke mana?"

Kallista baru sadar kalau ia ternyata bertelanjang kaki, tapi tanpa peduli apapun lagi ia pun menarik Bara keluar bangunan. Di lain sisi, seseorang dengan sepasang sepatu di tangannya memperhatikan dari kejauhan.

"Happy Birthday, Kallista."

***

"Selamat malam, Kallista. Sampai ketemu besok."
Tak tanggung-tanggung, Bara mengantar Kallista sampai ke depan apartementnya, walau Kallista sempat menolak tapi pria itu tetap mengawal Kallista sampai ke depan pintu.

Dup! dup!
Kallista menekan kuat dadanya, merasakan degup jantungnya yang tak juga mereda.

"Kenapa, kenapa, kenapa?!" geram Kallista, memukul-mukul dadanya.

Benci. Kallista begitu tidak menyukai detak jantungnya yang masih bergerak hanya untuk satu orang. Tak peduli dengan siapapun yang menawarkan perlindungan, mendekatinya penuh harapan, menginginkan tempat dan kesempatan darinya. Setelah selama ini, tak ada sedikit pun yang berubah dari Kallista, baik perasaan maupun hatinya tetap masih diperuntukkan pada orang itu, orang yang bahkan tak menyimpan secuil ingatan tentangnya.

Kring! kring!
Dering ponsel Kallista berbunyi.
Dengan penuh kemalasan, Kallista mengambil tasnya yang sudah dibanting jauh ke ujung, tadi.

Arionqu♡ it's calling ...
Deg!
Kontak yang sudah memutus komunikasi di 5 tahun lalu, tiba-tiba kembali muncul di layar ponselnya.

Haruskah Kallista menjawabnya?
Jari Kallista sudah mengambang, tapi kemudian panggilan itu terhenti.

Di jeda yang cukup lama itu, Kallista melihat riwayat pesannya yang ternyata masih utuh di sana. Pesan yang ia kirim beberapa tahun lalu, baru berhasil terkirim beberapa detik lalu.

Arionqu♡ it's calling ...

Tak ingin terlambat, jari Kallista pun bergerak cepat untuk menekannya, menekan ikon telepon berwarna merah, menolak panggilan. Bukan hanya itu, ia pun tak segan-segan memblokir nomor tersebut.

Mulut Kallista melengkung membentuk senyum, menghiasi wajahnya yang sendu. Bukankah balasan seperti ini yang dapat pria itu dapatkan? Kallista hanya mengulang, ia bahkan belajar semua ini darinya.

"Selamat tinggal, Arion."

Contact
A


Airin
Arionqu♡
Delete
Asha
Ayna


Bersambung ...

Fix, You! (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang