Chapter 15 - Harapan

1.8K 73 46
                                    

....setitik cahaya harapan di tengah gelapnya langit malam....

*
**
***

Keesokan paginya.

Reina menjalani paginya seperti biasa. Namun, bedanya kali ini, ia bersiap dengan kemeja putih, dan jas hitam, serta rok hitam sepan di bawah lutut, dia tak ingin mengenakan rok terlalu pendek di atas lutus. Ia sadar bahwa itu tidak baik, apalagi ia sudah bersuami. Walaupun pakaian seperti itu sudah biasa di lingkungan perkantoran.

Setelah sarapan. Reina dan Bagus bersiap pergi bekerja. Namun, penampilan Bagus itu lain. Ia hanya memakai kaos putih longgar dan celana jeans dengan lutut sobeknya.

"Eh elo mau gue anterin nggak?" Tanya Bagus.

"Nggak usah, Kak." Jawab Reina. Jika Bagus mengantarkannya saat ini juga, maka suaminya itu akan tau ia bekerja di mana. Jadi, untuk menghindari sengketa. Ia mengulur waktu dalam memberitahukan Bagus.

"Ya udah, naik taksi aja yah elo nanti. Jangan naik ojek."

"Loh, emangnya kenapa, Kak?"

"Elo nyadar nggak? Lo lagi pake rok, entar tu paha keliatan sama banyak orang. Elo mau dikatain murahan hah?!" ... "Lagian nanti aset lo keliatan orang lain, lah gue aja belum sempet nikmatin, eh malah elo kasih liat orang lain."

"Ih apaan ih Kak Bagus? nggak usah becanda!"

"Ya elah, sapa juga yang becanda?" Bagus lalu mengulurkan tangannya. Reinapun meraihnya dan mencoba mencium punggung tangan suaminya itu. Tapi, ditarik segera oleh Bagus, dan acara saliman itu gagal.

"Kenapa, Kak?" Reina heran.

"Ya ampun, makanya dengerin dulu! Siapa juga nyuruh saliman?! Sini dompet lo!"

Reinapun meraih dompetnya dan memberikan itu kepada bagus. "Ini kak." Ujarnya masih dengan kebingungannya.

"Sini!" Baguspun menyambut dompet itu, dan membukanya, memeriksa isi dari dompet tersebut. Di dalamnya, ternyata, Uang tunai yang Reina punya tinggal sekitar lima puluh ribu. Baguspun memasukkan beberapa lembar uang seratus ribuan ke dalamnya.

Mata Reina membulat melihat itu. Jarang-jarang Bagus memberinya uang tunai. "Ba.. banyak banget, Kak. Buat apa?" Ucapnya tanpa sadar. Maklumlah, hubungan pernikahannya beda dengan orang lain. Jika, istri orang lain pasti akan bilang jika uang itu kurang.

"Buat naik taksi!" Awas kalo lo naik ojek hari ini."

"I.. iya, Kak. Tapikan, Kak Bagus udah ada ngasih aku kartu.." ujar Reina. Saat Reina akhirnya kembali ke unit apartemennya dengan Bagus dari rumah mertuanya. Suaminya itu akhirnya memberinya sebuah kartu kredit dan kartu debit.

"Itu buat keperluan rumah. Yang ini buat hari ini. Awas kalo elo gunain buat yang lain." Ancam Bagus.

"Iya, Kak. Aku nggak bakalan gunain buat hal lain kok." Sahut Reina.

Sebenarnya, Reina sangat penasaran dengan pekerjaan Bagus. Di mana ia bisa punya uang sebanyak ini, tanpa sedikitpun meminta dari Ayahnya. Bagus membeli unit apartemen ini sendiri, ia juga punya mobil sport dan motor sport. Bahkan kartu kredit dan debit. Sungguh timbul rasa curiga Reina, tapi ia tak ingin berprasangka buruk.

"Ya udah, ayo pergi." Bagus lalu mengulurkan tangannya sekali lagi dan Reina mencium punggung tangan suaminya itu.

Setelah itu mereka saling mengucap salam, dan berpamit pergi.

Di luar unit apartemen mereka. Tepat saat Reina menutup pintu. Tetangga mereka, Bu Monic, melihat keduanya.

"Eh... Selamat pagi, Bu Reina, Pak Bagus." Sapa Bu Monic. Ia melihat penampilan Bagus yang nyentrik, sangat berbeda dengan penampilan Reina.

Mr.CEO vs Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang