Sinar mentari pada siang hari ini terasa berbeda. Akhir musim panas, udara menjadi begitu hangat. Warna kuning tidak begitu terang menembus jendela kamar yang terbuka, kain tirai menari-nari mengikuti tiupan angin, daun-daun kering yang berguguran di ajak terbang juga oleh angin.
Berdiri, seorang gadis remaja belasan akhir menatap kilauan warna keemasan Sang Penerang memenuhi seisi kamarnya. Gadis itu masih terdiam disana, sesekali mata berbinar miliknya mengerjap pelan, seperti pijar lensa kamera yang membidik, menyimpan gambar dalam memorinya.
"Sayang.. apa kau sudah memilih mana barang yang akan kau bawa?"
Suara itu. Gadis itu menoleh. Mata kecil yang dia warisi dari Pria yang memanggil namanya barusan, memiliki iris bewarna cokelat terang dihiasi bulu mata lentik. Sudut bibirnya menarik pipi bulatnya untuk naik, nyaris menenggelamkan matanya.
"Ya, Papa. Aku sudah selesai. Tak banyak yang ku bawa."
Pria yang memiliki helaian warna tembaga di kepalanya, merangkul bahu sempit anak gadis sematawayang yang Ia cintai.
"Apa kamu yakin hanya segini yang mau dibawa? Aku berikan waktu untukmu berfikir. Jangan sampai kamu menyesal, mobil ayah masih muat untuk membawa barang-barang kesayanganmu kok." Sang Ayah sangat mengenal putrinya, dan semua barang-barang yang pernah dibelikannya.
"Aniyo, semua barang ini tidak bisa ikut dengan kita. Aku hanya mengambil yang perlu saja." Ucap si anak perempuan mengelus bahu sang Ayah. Pria beruban itu tersenyum bangga ada sedikit maksud tersirat seperti meminta putrinya untuk tabah.
"Baiklah. Kalau gitu kita bawa semuanya Ke dalam mobil Van. Ayo manisku." Ujar sang Papa merangkul gadisnya beranjak meninggalkan ruangan yang selama 19 tahun dihuninya, menuruni anak tangga berdebu, menutup pintu megah yang masih menyimpan banyak barang-barang bagus.
Sudah waktunya untuk berpamitan pada rumah yang menyimpan segudang historinya. Musim panas sudah berakhir, Jisoo dan Sang Ayah berhasil melaluinya dengan baik dan tetap berpegangan tangan. Beberapa musim masih menunggu untuk dilaluinya bersama-sama, meski kini satu genggaman tangannya terlepas.
Sang Ayah berjalan mendahului Si anak gadis untuk menyalakan mobil Van yang mereka gunakan untuk pindahan rumah. Sekonyong-konyong langkah gadis itu menjadi berat meninggalkan halaman luas rumahnya, Gadis itu termangu menatap lagi rumah besar itu sambil memeluk kardus terakhir berisi barang-barang yang diperlukannya.
Kim Jisoo di balik nama itu tersimpan riwayat hidup seorang gadis cantik anak dari pembisnis global yang namanya pernah tercatat dalam urutan ke tiga orang terkaya di Korea Selatan, gaya hidupnya terbilang mewah, siang dan malamnya selalu ditaburi gemerlap bintang. Hidup dimanja dan bergelimang harta, apapun yang diinginkan akan dia dapatkan.
"Jisoo-ya! Kita akan berangkat sekarang. Ayo naik!" teriak Sang Ayah memanggil putrinya yang larut dalam lamunan panjang. "Nde Appa.." Sahut Jisoo berlari kecil menuju ke tempat baru yang lebih baik, melawan arah angin bertiup membiarkan rambut panjang lurus itu melayang.
Kemudian masuklah Ia ke dalam mobil Van itu. Sebelum mobil dikemudikan, Sang Ayah mengingatkannya lagi untuk memasang sabuk pengaman karena tak bisa di bohongi, Ayahnya tahu bahwa Ia sedang melamun.
"Jja.. kita berangkat.. kau bosan? Papa akan nyalakan musik sekarang.." ujar Sang Ayah mengajak Putrinya bercakap-cakap. "Aigoo," Jisoo mendesah seraya tersenyum geli mendengar Ayahnya ikut nge-rapp dari lagu RnB yang terputar di radio, akhir-akhir ini genre musik Pop/Hiphop/RnB sejenisnya memang sedang digandrungi remaja seusia anaknya.
Pada bagian refrain lagu kedua Ayah dan Anak pun kompak menyanyikan lagu bersama. Perjalanan akan sangat melelahkan mulai dari sekarang, maka dari itu Kim Seokhwan ingin melihat senyum juga tawa putri tercintanya lebih awal.
KAMU SEDANG MEMBACA
She Married Stranger (REMAKE)
FanfictionJisoo, seorang gadis cengeng tapi nakal, manja dan keras kepala sedang menjalani proses menuju kehidupan yang lebih baik untuk menebus kesalahan-kesalahannya pada Sang Ayah. Namun di tengah-tengah prosesnya meninggalkan kebiasaan buruknya, dia dinik...