Kek lagi nyanyi tombo ati, om kuuu 😆
Frada POV
Sesuai dengan permintaannya kemarin yang menyuruhku meletakkan map nya kembali di meja keesokan harinya, aku sengaja datang lebih awal agar dapat meletakkannya tanpa bertemu dengan pak Edison.
Dan banyak-banyak berdoa supaya apa yang sudah aku perbaiki, ralat, kesalahan mas Ardi yang aku kerjakan langsung di setujui tanpa perlu ada perbaikan lagi.
Paling malas memperbaiki gambar yang bukan kesalahan sendiri dan... huh, mengingatnya saja bikin mood ku kembali kesal.
Tubuhku berjengit ketika memutar tubuh dan mendapati pak Edison menutup pintu ruangannya, menatapku dengan sebelah alisnya terangkat.
Kulihat gerakannya menaikkan pergelangan tangan kanannya lalu kembali menatapku.
"Jam 7, kamu udah sampai kantor, rajin sekali" Katanya sambil berjalan ke mejanya.
Hampir saja dengusan keluar dari mulutku.
"Nyerahin kerjaan yang bapak minta perbaiki kemarin pak" Sahutku dengan mengusahakan nada suaraku tidak terdengar ketus.
"Oh, udah jadi?" Pak Edison meletakkan tas kerjanya di atas meja kecil di belakang lalu duduk di kursi.
Matanya terlihat normal ketika membuka map dan mulai melihat hasil perbaikanku.
Sedangkan aku hanya memperhatikannya saja tanpa menjawab pertanyaan yang keluar dari mulutnya barusan.
Ngapain juga pagi-pagi buta aku sudah berada di ruangannya kalau bukan menyerahkan pekerjaanku, masa ke sini mau mengepel lantai atau membersihkan debu di jendela ruangan ini?
"Ck, kertasnya kelipat begini, kamu tadi masukinnya gimana sih?" Pak Edison mengeluarkan satu lembar kertas yang ujungnya terlipat.
"Emang kenapa pak?" Tanyaku bingung.
"Kamu kalau menyerahkan sesuatu ke saya harus rapi"
"Eh?" Alisku mengernyit mendengar jawabannya.
"Perbaiki, print ulang" Perintahnya lalu melempar map yang sudah di tutup ke depan mejanya.
"Ha?" Mataku melebar.
"Eh? Ha? Kamu gak dengar apa yang saya bilang barusan? Print ulang kertas yang kelipat itu, saya maunya rapi" Katanya lalu tangannya bergerak mengusirku keluar dari ruangan.
Aku menelan ludah dengan susah payah.
"Tapi pak..."
"Print ulang, titik" Potongnya tanpa belas kasih.
Karena wajahnya menunduk kesempatan bagiku mencibir dan menggerakkan kepalan tanganku ke arahnya.
Ini orang mau nya apa sih? Musti rapi dia bilang? Ujung kertas cuma kelipat doang memangnya ada efek sama ilustrasi yang aku kerjakan?
Perfeksionis nya terlalu lebay, batinku dengan mata mendelik-delik ke arahnya yang masih menunduk.
Kulihat tangannya bergerak mengambil secarik kertas post-it yang terdapat tulisan di atasnya.
"Ngapain masih berdiri di situ, print ulang cepat, saya tunggu" Katanya tanpa melihat ke arahku.
Hampir saja aku menghentakkan kaki dan menggebrak mejanya.
Dengan dongkol aku meraih map lalu tanpa berkata-kata aku melangkah keluar dari ruangannya.
"Brengsek!" Runtukku dengan tangan mengepal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Opposite
HumorWarning for +21 only Penulis hanya menuangkan ide cerita, tidak menganjurkan untuk dipraktekkan, harap bijak dalam membaca Happy reading 2/6/19 -