12. kisahnya fra

14.8K 2.2K 241
                                    

Terlepas om son oplas, ya tante mah tetep mengagumi lesung pipi mu itu om, tapi itu aseli kan ya? Ga KW kaya yg di tawarin org2 ke tante via IG? 🤭😆

Frada POV

"Dih, beneran kemari, tapi kan belum jam pulang kantor mas"

Mas Ardi yang kedatangannya lebih cepat dua jam sebelum bubaran kantor hanya terkekeh mendengar perkataanku.

Pandangannya malah mengedar sebelum dia mengambil duduk di kursi khusus pengunjung.

"Gimana kaki elu? Kayanya gak bengkak ya?" Tanyanya lalu pandangan matanya turun ke bawah meja dengan kepala sedikit menunduk ke bawah.

"Ngapain sih lu mas? Gue nanya apa elu malah balik nanya" Dengan reflek aku menutup kaki dan menurunkan rokku.

"Fra, gue sebat dulu ya" Pamit Jamal lalu tersenyum ke arah kami berdua.

"Eh iya Mal" Balasku.

"Lu gak sebat, mas?" Tanya Jamal ke mas Ardi.

"Kagak, gue lagi ngurangin rokok" Jawab mas Ardi.

"Apaan ngurangin? Tadi pagi elu kan ngerokok mas" Kataku cepat.

"Maksud gue ngurangin rokoknya mang Apri sebatang, ngurangin rokoknya Ferdian sebatang, ngurangin rokoknya Dika sebatang, hehehe..." Mas Ardi terkekeh lalu membuka tutup toples kue kering untuk pengunjung.

"Bisa aja lu mas. Fra, kalo pak Edi nyariin, bilang gue ke toilet ya" Kata Jamal sambil mengedipkan sebelah matanya ke arahku lalu melangkah pergi meninggalkan booth kami.

"Kantor sepi, padahal yang pergi cuma kalian berempat doang, kerjaan gue juga udah kelar kali Fra, makanya gue bisa cabut ke sini" Kata mas Ardi begitu Jamal hilang dari pandangan kami menjawab pertanyaanku sebelumnya.

Aku hanya mengangguk pelan menanggapinya, lagian bukan urusanku juga dia mau datang jam berapa.

"Eh, ngomong-ngomong pak Edi kemana?" Lanjutnya kemudian lalu mengedarkan pandangan lagi ketika aku hendak menunduk untuk melepaskan heels yang terasa menyiksa kakiku sampai sore ini.

"Tau tuh belum balik dari tadi, katanya sih nemuin klien" Jawabku.

Untungnya pengunjung sore ini tidak terlalu ramai seperti jam istirahat tadi, sampai aku kewalahan melayani dan menjawab pertanyaan mereka seputar penerbitan.

Apa yang pak Edi bilang soal rollingan agar semua bagian merasakan bagaimana rasanya bertemu dan menghadapi pengunjung pameran ternyata seperti ini.

Menjadi pengalaman baru bagiku untuk berinteraksi dengan pengunjung pameran yang minatnya sangat besar dengan pertanyaan-pertanyaan mereka seputar penerbitan.

Syukurnya pertanyaan-pertanyaan mereka masih seputaran soal ilustrasi yang dengan mudah bisa aku jawab, lain soal apabila pengunjung bertanya-tanya mengenai berapa minimum mencetak serta harganya, aku angkat tangan dan menyeret Jamal untuk menjawabnya.

Kulirik mbak Yuli sedang melayani pengunjung yang membawa anak perempuan berumur kisaran enam tahun.

Aku tersenyum ke arahnya ketika anak itu menoleh ke arahku.

"Lucu ya anak kecil itu mas" Kataku sambil merogoh buku sketsa dari tas.

"Makanya bikin" Sahut mas Ardi dengan santainya.

"Emang segampang itu tinggal ngomong bikin, nikah belum, pacaran juga di ambang kehancuran"

"Eh? Di ambang kehancuran? Kalian putus?" Tanya mas Ardi terkejut.

Opposite Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang