31. kasian mas ardi

13K 2.3K 289
                                    

Si udel item is backkk 😆

Frada POV

"Lu gak balik mas?" Tanyaku ketika jam waktunya pulang sudah lewat lima belas menit tetapi tidak ada tanda-tanda mas Ardi merapikan mejanya untuk bersiap-siap pulang karena dia masih berkutat memegang mouse dengan erat dan matanya terlihat fokus menatap layar iMacnya.

Biasanya manusia yang baru belakangan ini mengaku sebagai abangku walaupun waktu belum menunjukkan jam lima, mas Ardi pasti sudah bersiap-siap.

Jam empat dia berada di pantry, jam empat lewat lima belas dia mematikan iMacnya, jam empat lewat tiga puluh dia pergi ke toilet dan jam lima kurang seperempat ranselnya sudah bertenger di pundaknya.

Dan sekarang, sejak dia balik dari ruangan pak Edison, mas Ardi tidak beranjak dari kursinya barang sedetikpun.

"Lu gak liat kerjaan gue numpuk gini?" Tanyanya dengan mata mendelik ke arahku lalu kembali menatap layar iMacnya.

"Liat kok, mau gue bantuin?" Tanyaku semangat karena sepertinya mencium bau-bau gratisan kopi.

Aku kembali duduk di kursi.

"Gak perlu" Jawab mas Ardi cepat sebelum aku bergerak mendekati mejanya.

"Tumben, gak kok mas, gue gak minta di beliin kopi sampe tiga jenis dari kedai yang berbeda kaya kemarinan, gue gak akan bikin elu sampe top up saldo"

"Cukup dari satu kedai kopi aja, tapi yang ukuran large hehehe..." Lanjutku lagi masih mencoba peruntungan untuk mendapatkan kopi gratisan.

Mas Ardi tampak menghela nafas lewat mulut.

"Gak perlu bantuin gue" Sahutnya dengan wajah muram.

Ini orang kenapa sih? Gelagatnya aneh banget.

"Beneran?" Tanyaku kurang yakin.

"Pak Edi entar ngamuk kalo tau elu bantuin gue" Jawabnya.

Keningku mengernyit mendengar perkataannya.

"Ngamuk?" Tanyaku bingung.

Pak Edison memberi tahu soal hubungan kami ke mas Ardi?

Wah!

Tetapi kenapa reaksi mas Ardi begini?

"Ngamuk gimana, mas?" Desakku lalu kursiku mendekatinya.

"Tau dah, tadi tuh gue di panggil dia kaya ngancam gitu" Punggung mas Ardi bergerak menyender ke punggung kursi, wajahnya masih tampak muram.

Jadi makin penasaran.

"Ngancam gimana?" Tanyaku.

"Dia ngasih gue kerjaan segini banyak dan harus selesai besok, gak boleh di bantuin sama elu" Jawabnya lalu punggungnya kembali menegak, tatapannya muram melihat tumpukan kertas di samping kanannya.

Aku semakin bingung.

"Mas, kita berdua kan sama-sama tau, gak ada orang yang bisa bedain hasil ilustrasi kita berdua, bahkan pak Edison sekalipun"

"Jadi menurut gue gak akan ketauan kalo gue bantuin elu, biasanya juga gitu" Lanjutku lagi kali ini bukan bermaksud untuk mendapatkan kopi gratisan tetapi murni karena aku ingin membantunya menyelesaikan ilustrasi segitu banyaknya.

"Udah lah Fra, lu balik sana, biar gue bisa selesain malam ini juga, kalo elu masih ada di sini dan ngajakin gue ngobrol, gak bakal kelar-kelar" Mas Ardi menghela nafas lewat mulut.

Aku menatapnya dengan pandangan bingung.

"Pak Edison ngancam elu kenapa? Kenapa dia bisa ngancam elu?" Tanyaku sambil memegang lengannya dengan perasaan was-was.

Opposite Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang