Duhhh pake kacamata aja manis begini om 😍
Frada POV
"Gue bingung sama elu, Fra"
Suara mas Ardi terdengar menarik perhatianku dari ilustrasi yang sedang aku kerjakan walaupun aku tidak langsung menoleh ke arahnya.
"Biasanya nih, kalo perempuan beneran, mereka abis putus sama pacarnya pada mellow gitu, tapi kenapa elu malah keliatan sumringah terus ya?"
Aku yang mendengar kata 'perempuan beneran' langsung menoleh ke arah meja mas Ardi dengan mata memicing menatapnya tajam.
"Sekali lagi gue denger elu nyebut kata-kata 'perempuan beneran', gue gak akan segan-segan ngerontokin satu atau paling banyak tiga gigi elu ya, mas" Ancamku dengan suara dingin dan suara gigi bergemeretak setelahnya.
"Hehehe... baper kan baper, lagian aneh sih elu tuh gak keliatan sedih-sedihnya putus sama Sialan, walopun gue seneng banget elu putus sama dia"
"Lelaki gak punya kemaluan kaya dia emang patut gak elu pikirin" Lanjutnya lagi dan tahu-tahu keberadaannya sudah di sampingku sambil membawa gelas kertas berisikan kopi hitam kegemarannya.
Aku kembali menghadap layar iMac karena malas meladeninya, ilustrasi yang sedang kukerjakan lebih penting daripada melayani manusia nyinyir ini.
"Elu keliatan cakep belakangan ini deh, Fra, senyum-senyum terus" Mas Ardi melongokkan wajahnya melewati lenganku, menaik-turunkan alisnya dengan cengiran aneh.
Aku tersenyum samar, dia belum tahu aja apa yang membuatku selalu tersenyum. Berpacaran dengan pak Edison memang baru hitungan hari, tetapi aku benar-benar dibuat meleleh setiap hari olehnya.
Pak Edison memperlakukan aku layaknya perempuan yang tidak pernah aku dapatkan dari Alan. Tanganku menepuk keningku pelan, jadi ikutan berpikiran seperti mas Ardi deh.
'Layaknya perempuan', 'perempuan beneran', memangnya selama ini aku apa ya?
Aku baru menyadari, bukannya aku ingin membandingkan antara pak Edison dengan Alan, hanya saja perlakuan Alan selama kami berpacaran tidak pernah membuatku meleleh seperti apa yang di lakukan oleh pak Edison.
Contoh kecil ya, pak Edison sering menggenggam tanganku dan terkadang ku rasakan remasan pelan ketika dia sedang mengemudi, kalau aku hendak menarik tangan, dia langsung menarik tanganku kembali dan mengecup punggung tanganku dengan lembut.
Kekenyalan bibirnya di punggung tanganku terasa sampai ke tulang dan membuat tubuhku menghangat.
Tak ku sangka, tak ku duga, manusia perfeksionis itu manis juga memperlakukan aku sebagai kekasihnya."Tuh kan senyum-senyum lagi, eh, eh, bentar deh, elu abis makan gorengan ya, Fra? Bibir elu berminyak banget"
Mataku melebar ketika mas Ardi hendak menyeka bibirku memakai tisu kering bekas ku pakai mengelap layar monitor iMac yang di ambil dari mejaku.
Dengan cepat aku memundurkan punggung dan menyeka bibirku memakai punggung tangan, mungkin tadi pagi aku terlalu kebanyakan mengolesi bibirku memakai cocoa butter lip therapy keluaran vaseline karena baru sekali-kalinya seumur hidup memakai produk kecantikan seperti itu.
Hei, aku kan mau berubah sedikit untuk pak Edison yang sudah membuatku meleleh setiap hari, gak salah, dong?
Yang salah nih manusia nyinyir di sampingku ini, ngaku-ngaku menganggap aku adiknya, tapi mulutnya sangat pedas mengomentari bibirku yang terlihat berminyak.
Abis makan gorengan, katanya? Kan reseh! Minta banget di tabokin sampe bonyok kaya mangga yang sudah kematangan dan jatuh dari pohonnya.
"Gue gak abis makan gorengan mas, tapi make lip therapy, laki-laki macam elu mah gak bakalan tau lip therapy apaan" Ucapku kesal lalu menghadap ke layar iMac melanjuti acara menggambar yang tertunda karena celotehannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Opposite
HumorWarning for +21 only Penulis hanya menuangkan ide cerita, tidak menganjurkan untuk dipraktekkan, harap bijak dalam membaca Happy reading 2/6/19 -