14. Me, Papa and My World

3K 178 0
                                    

"Assalamualaikum.." Ardial memberi salam di depan pintu masuk rumahnya.

"Waalaikumsalam... Mas Iyal?!" Ardi keluar dari ruang tengah sambil menjawab salam Masnya.

"Papa dimana?" tanya Ardial singkat.

Ardi agak terhentak, pasti ribut lagi sama papa...

"Tadi gue liat sih lagi di taman belakang. Sini duduk dulu, Mas. Mas Ardan lagi nganterin Mama pergi ke Carefour." jelas Ardi.

"Mas langsung ketemu Papa aja ya." ucap Ardial sambil berjalan masuk menuju taman belakang.

"Oke mas..." kata Ardi linglung.

Ia bingung harus bagaimana. Ia tau betul kali ini papa dan kakak sulungnya itu kembali bersitegang. Keadaan ini sebenarnya sudah bisa dibilang biasa bagi Ardi dan Ardan. Semenjak Ardial masuk Akademi Militer, hubungan dengan Papanya menjadi renggang. Bahkan sejak Ardial menginjak bangku SMA. Ardial yang ingin melanjutkan pendidikan musik di Singapura, tepatnya di Nanyang Academy of Fine Arts (NAFA), sangat berbanding terbalik dengan keinginan Papanya yang ingin Ardial melanjutkan pendidikan di Akademi Militer. Jangan lupakan peraturan keluarga besar Ardial, pilihan hanya ada 2 ; Sekolah militer atau kuliah hukum.

Hal kedua setelah perdebatan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi mana, adalah tentang Rayne.

Ardial heran, entah apa yang ada di pikiran Papanya itu. Semenjak pertemuan pertamanya dengan Rayne, Papanya sering menyinggung tentang Rayne bahkan sampai mendesak Ardial untuk 'mendekati' Rayne, dan pada akhirnya Ardial terpaksa menerima cinta Rayne lalu mereka berpacaran, walaupun telah putus. Dan sekarang, Ia tau bahwa pasti Papanya akan membahas tentang kesudahan hubungannya dengan Rayne.

Setibanya di taman belakang rumahnya, Ardial melihat Papanya sedang memberi makan ikan di kolam kecil.

Ardial mencoba tenang dan menarik nafasnya dalam dalam.

"Assalamualaikum, Pa."

Yang diberi salam masih setia dengan kegiatannya, Ardial tak heran lagi dengan hal semacam ini.

"Pa, Mas Iyal gak bisa lama lama. Harus balik lagi ke markas." kata Ardial.

"Duduk." akhirnya Papanya berbalik badan dan buka suara.

"ARDIII..." Ardianto berteriak memanggil anak bungsunya.

Tak lama, Ardi pun datang. "Iya kenapa, Pa?" tanya Ardi.

"Tolong bikinin kopi untuk Papa sama Mas-mu." perintah Ardianto.

"Oke sebentar yaa." lalu Ardi bergegas ke dapur untuk membuatkan kopi tersebut.

"Apa kabar kamu dan tim kamu?" Papanya memulai pembicaraan.

"Pa, ini lagi di rumah. Tolong bahas yang perlu dibahas." ucap Ardial.

Papanya hanya diam.

"Baik kok, Pa. Kami lagi persiapan untuk tugas selanjutnya. Ya papa pasti tau lah tugasnya gimana dan dimana." akhirnya Ardial menjawab pertanyaan Papanya.

Papanya hanya merespon dengan anggukan.

"Papa sendiri... apa kabar?" kini giliran Ardial yang bertanya.

"Seperti yang kamu lihat saat ini." jawabnya.

"Pa, to the point aja please. Iyal tau, Papa mau bahas soal Rayne kan? Pa, Iyal ini udah 28 tahun. Gak semua urusan pribadi Iyal tuh Papa harus tau. Iyal putusin Rayne karena emang hubungan kita udah seharusnya putus. Hubungan kita udah gak sehat lagi, Pa. Setiap harinya selalu ada perdebatan, Rayne yang gak pernah mau ngalah dan gak bisa merubah sikap kekanak-kanakannya. Iyal capek, Pa."

Kali KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang