4. Hongkong

4.6K 220 5
                                    

"Get ready, check in gih. Udah jam berapa nih? Sebentar lagi kamu flight, loh." saat ini Rayne sedang mengantar Ardial ke bandara sebelum berangkat tugas ke Hongkong. Tentunya disitu juga ada beberapa keluarga Ardial, yaitu Mama dan adiknya, Ardan.

"Tumben lo, mbak. Biasanya drama dulu." Ardan dengan kebiasaan asal nyeletuknya. Mama Ardial hanya tertawa.

"Rese lo, Dan. Ya gue kan udah mulai terbiasa dan emang harus terbiasa untuk ditinggal-tinggal tugas sama Iyal kayak begini." Whoa, dia beneran berubah kayaknya. Gak sia-sia ceramah gue tempo hari. Diam-diam Ardial bersyukur karena kekasihnya sudah mulai merubah kebiasaan buruk yang pernah dimiliki.

"Good girl! Yaudah aku check in ya. Mama, Iyal izin berangkat tugas. Iyal minta doa dan restu Mama, ya. Ardan, gue nitip Mama, Papa dan Ardi. Jangan berantem terus sama Ardi! Rayne, aku berangkat dulu. Jaga diri baik-baik, I'll see you very soon 4 hari setelah hari ini. Nanti aku yang jemput kamu di HKIA (Hongkong International Airport). Okay? Yuk, semua. Pergi dulu yaa, Assalamualaikum." setelah Ardial masuk untuk melakukan check in, mereka bertiga mampir ke sebuah kafe sebelum kembali ke rumah masing-masing.

"Papi dan Mami kamu apa kabar, Ne?" Mama Ardial, Ardilla, membuka pembicaraan dengan kekasih anak sulungnya.

"Mereka baik tante. Mami lagi sibuk-sibuknya ngurusin restaurant barunya, dan Papi dengan kesibukan yang sama dengan Oom Ardianto."

"Kalau kamu?" Ardan sudah mengerti arah pembicaraan Mamanya, jadi ia sedaritadi hanya diam menyimak pembicaraan antara dua wanita itu sambil meminum kopi hangatnya.

"Aku? Aku kenapa emangnya?" Rayne tampak bingung dan tidak mengerti dengan pertanyaan Mama Ardial.

"Kamu akan tetap seperti ini? Menjadi model? Sorry, no offense. Tapi apa gak sebaiknya kamu melanjutkan pendidikan kedokteran kamu, Ne? Sayang loh. Kamu kan bisa menjalani keduanya kalau memang kamu berat meninggalkan dunia permodelan. Just opinion, sih."

"Uhm.. Aku sempet mikirin soal itu juga sih, tante. Tapi aku masih nyaman dengan duniaku sekarang. Mami dan Papiku juga kayaknya fine fine aja, so does Ardial." Kalau sudah begini, sebut-sebut Ardial, deh, batin Mama Ardial. Sesungguhnya ia tak begitu srek dengan Rayne. Walaupun Rayne baik, tapi entah apa yang membuat dirinya ragu bahwa Rayne adalah wanita yang baik untuk anak sulungnya. Dari awal ia mengira Rayne hanya kagum terhadap Ardial, tapi selanjutnya Rayne semakin terlihat obsessed dengan anaknya. Sampai pada saat itu, sekitar satu tahun yang lalu, suaminya menyuruh Ardial untuk membuka hati kepada Rayne, dan entah ada angin apa, Ardial pun mengiyakan tanpa mengelak sedikitpun. Entah apa yang telah dibicarakan antara suami dan anak sulungnya itu, tapi saat itu Ardial tidak seperti biasanya.

"Hmm.. I see. Yaudah tante duluan deh ya. Ada urusan di kantor. Kamu pulang sendiri atau gimana?"

"Oh oke, tante. Aku... pulang naik taxi aja." Duh, kenapa jadi awkward begini sih.

"Okay then, hati-hati ya. Salam sama orang tua kamu. Ardan, ayo anterin Mama."

Setelah kejadian barusan, Rayne semakin menyadari bahwa kedua orang tua Ardial, terutama Mamanya, tidak suka kepada dirinya. Terlihat dari cara mereka berbicara dan memandang Rayne. Bahkan sampai detik ini, Ardial tidak pernah membawa Rayne untuk berkunjung ke rumahnya. Walaupun keduanya telah lama saling kenal─karena Papa Ardial dan Papi Rayne merupakan rekan kerja militer sekaligus rekan bisnis, tapi Rayne masih terkesan orang asing bagi keluarga Ardial.

Nggak, gue gak boleh kalah. Ini cuma hal sepele. Yang penting Ardial sayang sama gue, apapun gue lakuin biar Ardial stay sama gue. Persetan sama restu orang tua dan kedua adik Ardial. Let's see, sejauh mana mereka begini sama gue. Tunggu sampai Papi gue turun tangan. Pokoknya Ardial harus menikah sama gue.

Kali KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang