Anjana terkejut begitu memasuki ruangan rawat VVIP tersebut. Banyak orang memakai baju hitam lengkap dengan kacamata hitam. Begitupun dengan petugas medis, tak ada dokter dan perawat sama sekali disini kecuali Anjana.
Anjana sedikit takut dan bingung tentunya. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan dan mengapa Ardial memanggilnya untuk ke ruangan ini tanpa mengajak rekan medisnya yang lain. Langkah Anjana pun terhenti, begitu juga dengan Ardial. "Ada apa?" tanya Ardial.
"Aku...Aku takut, Yal." ucap Anjana lirih.
"No need to worry, aku disini. Kamu hanya perlu cek keadaan pasien yang lagi berbaring disana. Lakukan seperti biasanya, bisa kan?" kata Ardial lembut, menenangkan Anjana.
Ardial menuntun Anjana perlahan menuju ranjang tempat pasien VVIP berbaring yang Anjana kenal dengan nama Pak Bandriyo, Pejabat Kementrian.
"Sepertinya darah rendah beliau sedang kambuh karena akhir-akhir ini beliau kelelahan." akhirnya Abhi membuka suara.
Anjana tak merespon penjelasan Abhi, karena Ia sudah tau terkait hal itu. Ia fokus memeriksa keadaan Pak Bandriyo.
"Detak jantungnya masih belum normal, masih berdetak cepat." detak jantung yang tidak normal atau lebih cepat dari biasanya memang merupakan salah satu ciri dari kambuhnya penyakit darah rendah.
Lalu Anjana mendengar suara tarikan nafas yang sangat jelas dari pasien tersebut. Saat ia mengecek dengan meletakkan jari telunjuknya di depan hidung pasien, terasa tarikan nafas pasien pendek.
Mulai curiga, Anjana langsung mengecek lengan tangan dan pergelangan kaki si pasien. Anjana mendapati lengan tangan dan pergelangan kaki pasien bengkak.
"Anda yakin pasien hanya mengalami darah rendah?" tanya Anjana memastikan, karena di data riwayat penyakit pasien pun hanya tertera darah rendah. Sedikit aneh menurut Anjana. Orang yang memasuki usia paruh baya, kecil kemungkinannya hanya memiliki riwayat penyakit darah rendah. Kecuali orang tersebut benar - benar menerapkan pola hidup sehat.
Tak ada yang menjawab.
"Boleh saya cek gula darahnya?" Anjana meminta izin.
Saat Anjana bertanya, terdapat tiga orang laki-laki muda yang langsung berubah raut wajahnya, seperti panik dan seolah-olah melarang Anjana melakukan hal itu.
Terlihat, Ardial memberi kode kepada ketiga laki-laki muda itu dengan sebuah anggukan pelan.
"Silakan." kata Ardial pada Anjana.
Anjana terkejut saat mengetahui hasil tes menggunakan glukometer.
"Ini kadar gula darahnya 355 mg/dL!! Beliau hiperglikemia!" seru Anjana panik begitupun semua orang seisi ruangan.
"Gimana bisa anda bilang beliau hanya menderita darah rendah? Siapa dokter atau dokter jaga yang menangani beliau pagi ini?" tanya Anjana masih panik.
"Dokter pribadi beliau, Dokter Sarwono. Beliau akan kembali lagi sore ini." jawab Abhi. Dokter Sarwono juga merupakan dokter di RS tempat Anjana koas.
"Apa beliau memakai treatment suntik insulin?" tanya Anjana, karena sebenarnya Ia tak tahu banyak perihal pasien VVIP ini. Yang sering menangani beliau adalah dr. Sarwono.
"Iya." jawab Abhi singkat.
"Kapan terakhir suntik insulin itu diberikan?" tanya Anjana lagi.
"Tadi sesudah jam makan siang, ada dokter yang berkunjung kesini. Beliau bilang, beliau asisten dari Dokter Sarwono." Abhi kembali menjawab.
"Dokter Ferdi maksudnya?! Astagaaa, Dokter Ferdi masih di Los Angeles!"
"Ow sh*t." umpat Abhi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua
RomanceJust remember that some people will be worth to get a second chance -Ardial Adhitama If you're lucky enough to get a second chance, don't waste it -Anjana Elmira Dimitria Sometimes there is no next time, no second chance, no time out. It's about NOW...