Chapter 1

7.6K 267 47
                                    


Song for this chapter:

Melanie Martinez - Dollhouse
Places places
get in your places
Throw on your dress
and put on your doll faces
Everyone thinks
that we're perfect
Please don't let them
look through the curtains

🍉🍉🍉

(I love Melanie Martinez LOL!)

"Kita sudah sampai." Aku memutar bola mataku untuk kesekian kalinya pagi ini. Anggap aku anak kurang ajar tapi aku sangat membenci ibuku sekarang. Kita baru pindah tak sampai satu Minggu di salah satu perumahan yang juga tak terlalu jauh dari sini dan sekarang kami sudah pindah lagi, bukankah dia terlalu menghambur-hamburkan uangnya? Sejauh ini, keputusannya tidak berguna dan aku lelah akan semua peraturannya.

Aku menyilangkan tanganku saat dia nampak kerepotan membuka kuncinya, menghela nafas, aku lebih memilih untuk memperhatikan keadaan sekitar. Tepat di sebelah kanan, ada dua orang yang tengah bermain bulutangkis, meskipun sudah malam. Awalnya ku pikir mereka sepasang kekasih, tapi melihat mereka memiliki kemiripan maka ku anggap mereka bersaudara atau mataku saja yang terlalu sehat bisa menangkap mereka dengan jelas dalam cahaya remang-remang. Mungkin merasa ada yang memperhatikan, yang perempuan pun melihatku dan tanpa ragu menyunggingkan senyumannya. Aku membalasnya tak sampai lima detik, ibuku sudah menyeret ku ke dalam.

Aku menyimpan sumpah serapahku dalam hati saat ibuku lagi-lagi sibuk mengaturku. Umurku sembilan belas tahun dan aku diperlakukan sepuluh tahun lebih muda. Demi kebaikan adalah alasan utama mengapa aku hanya bisa menurut, semoga saja.

Ponsel genggam ku berbunyi, alarm bahwa aku harus mandi. Hebat bukan? Ibuku bahkan membuat dirinya mengatur jam mandiku.

Siraman air hangat mengendurkan otot-otot ku yang senantiasa tegang karena aku menjalani hidup ku dengan terpaksa. Shampo, sabun, krim cukur, conditioner dan lain-lain semua telah disiapkan oleh asisten ibuku, Chloe jadi aku tinggal menggunakannya saja. Hidupku lengkap tapi berjalan begitu-begitu saja. Orang-orang diluar sana yang mengenal keluarga ku, menganggap keluarga ku sempurna padahal aku merasa bahwa aku tinggal di rumah boneka, dimana tampak sempurna diluar dan tidak di dalamnya.

Keesokannya aku terbangun oleh suara ibuku yang mengomel. Sepagi ini dia memarahi Chloe? Ku harap tidak. Semoga saja ini karena tikus yang masih bersarang disini mengingat rumah ini sudah lama tak berpenghuni.

Aku turun ke bawah bersamaan dengan ibuku yang membuka pintu depan. Melirik pada Chloe, dia ternyata hanya mengangkat kedua bahunya pertanda dia tidak mengerti kemudian melanjutkan pekerjaannya untuk membersihkan meja.

Aku berdiri di belakang ibuku mendapati perempuan kemarin yang tersenyum padaku, tetangga. Ia membawa sepiring kue bolu beraroma pandan.

" Hai. Um, namaku Gemma. Aku dan adikku sengaja bangun pagi-pagi sekali untuk membuat ini sebagai tanda salam kenal dari kami." Dia menyodorkan piringnya dengan senyumannya yang tak pernah luntur se-inci pun dan seperti biasanya, ibuku dengan keberatan menerimanya.

Ibuku bergeming kemudian membuang kue itu beserta piringnya ke tong sampah yang berada tepat di samping kakinya. Aku dan Gemma sama-sama melongo tak percaya dan raut wajah kecewa segera menghiasi wajah tetangga baru ku yang malang ini. Ibuku menepuk kedua tangannya, membersihkannya dengan sombongnya seolah-olah dia baru saja membuang sampah. Aku begitu kecewa padanya. Inilah alasan kenapa kami selalu berpindah-pindah.

" Aku tidak mempercayai ini. Maafkan aku, nona." Dengan begitu wanita itu meninggalkan Gemma dan sedikit terkejut menemukanku menatapnya dengan kesal. Dia mengambil tanganku untuk memaksaku masuk ke dalam tapi aku menyentaknya. Ibuku jengah kemudian membiarkanku.

The Homegirl {HARBARA}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang