Hey all thanks banget udah mau vomments yaa, itu berarti banget buat aku hehehe.
Selamat membaca!
(Maafkeun kalau ada typo atau kalimat yang gak jelas)🍉🍉🍉
"Luke, aku mau pulang!" Aku tak menyangka bahwa suaraku terdengar merengek pada Luke. Dia merengkuh bahuku tapi kali ini aku membiarkannya. Aku melihat Zayn dan Chloe masih menikmati kebersamaan mereka.
Sesampainya di mobil, aku tak kuasa lagi menahan air mataku. Aku menangis sejadi-jadinya dan tak peduli dengan tatapan Luke yang ia tujukan padaku.
"Kau mempercayai ku sekarang?"
Dia benar-benar tak membantu, disaat-saat seperti ini dia mementingkan 'kemenangannya' yang tak berarti.
"Aku hanya ingin pulang sekarang, kalau kau tak berhenti bersikap menjengkelkan seperti ini lebih baik aku pulang dengan taksi!" Sentak ku ke arahnya. Dia terdiam dan mulai menyalakan mobil, melajukannya ke rumah.
...
Seharian penuh aku hanya menghabiskan waktu di kamar dari bangun tidur hingga detik ini, jam menunjukkan hampir pukul setengah 5 sore. Tak ada sedikitpun makanan yang mencapai lambungku bahkan air, aku merasa seperti akan sekarat sebentar lagi.
Sinar matahari yang indah sedikit membuatku terhibur. Tentunya tak bisa berhenti memikirkan tentang Harry. Ribuan pertanyaan ia tinggalkan padaku, membuatku stres dan sakit hati padanya. Aku tahu bahwa belum tentu yang dikatakan perempuan itu adalah benar tapi mengingat nama kontak itu, aku pun tak dapat berpikir seratus persen positif. Aku tahu Harry, sangat mustahil jika itu hanya seorang teman baginya, dia bahkan membuat nama kontak ku di ponselnya adalah nama panggilan ku saja, dan 'My Bitch'? dengan emoji hati? Itu membuatku sakit. Aku tahu kedengarannya sangat konyol dan tidak penting tapi tetap saja.
Apalagi dia tak menghubungi ku sama sekali hingga detik ini. Satu yang membuat ku jauh lebih penasaran, apakah dia berada di club itu juga semalam? Jika iya, maka aku sudah tahu harus memposisikan diriku dimana.
"Bea? Boleh aku masuk?" Lagi-lagi Chloe memanggilku, untuk yang ke 13 kalinya hari ini. Dia tak memiliki salah apapun tapi aku juga mengabaikannya.
Ia mengetuk-ngetuk pintu kamarku berulang kali, begitu sampai akhirnya aku bersuara.
"Aku sedang ingin sendiri, Chloe." Jawabku lemas, tak peduli dia mendengarkan atau tidak.
"Oke, tapi kau belum makan, seharian, nanti kau sakit!" Ujarnya terdengar khawatir. Aku menutup kedua lubang telinga ku dengan jari.
"Aku serius, Bea. Aku membawakan makanan untukmu, ayolah, atau aku akan menyuruh ibumu datang dan memaksamu untuk makan!"Oh, awas saja kau, pirang!
Dengan terpaksa aku membukakan pintu untuknya, dia tersenyum lebar dengan nampan berisi makanan untukku. Aku mengambilnya dengan malas.
"Jangan beritahu ibu tentang ini, oke? Dia akan mengomeli ku, berkata bahwa yang selama ini ia katakan itu benar."
"Kau bahkan tidak mau curhat padaku. Aku tidak percaya pada Luke. Lagipula aku bisa saja menjaga rahasia ini, tapi dia? Kau tahu dia bagaimana." Chloe memutar bola matanya dengan jengkel. Dia benar, pasti si bodyguard kurang ajar itu sudah memberitahu ibuku.
"Sial!" Umpat ku pelan
"Kau mau berbagi cerita?"
...
Esoknya aku bangun dengan keadaan yang jauh lebih baik, meskipun hatiku semakin sakit saat Harry benar-benar tidak menghubungi ku sama sekali satu harian penuh. Aku tidak menghubunginya, karena ku pikir dia yang seharusnya menghubungi ku.
Saat ini aku dan Chloe sedang membuat kue bersama. Ia sedang membuat adonan sedangkan aku mempersiapkan pemanis untuk sentuhan akhirnya nanti.
"Aku berpikir ingin membeli rumah." Ucapku tiba-tiba. Pikiran tentang rumah minimalis yang penuh dengan tanaman membuatku gila.
"Untuk apa? Kau tidak senang tinggal disini?"
"Tentu, ini sangat mewah, tapi rasanya tinggal di rumah yang asri jauh lebih nyaman, aku bisa mendekorasi tanaman-tanaman sesuka ku, nanti kalau aku sudah mulai bekerja, barulah aku akan pindah kemari lagi." Jawabku dan tertawa kecil setelahnya. Chloe menghela nafas.
"Kau terdengar seperti 'i see it, i like it, i want it, i got it yeah i want it i got it, yeah'" Dia bernyanyi sembari menari-nari tidak jelas. Aku menertawakannya dan karena dia terlalu sibuk menari adonannya tumpah. Dia berhenti karena kami sama-sama terkejut.
Kami lalu membersihkan tumpahannya sambil tak henti-hentinya tertawa dan terpaksa membuat adonan baru.
Kegiatan ini membuatku jauh lebih rileks.
,,,
"Harry ada di depan." Aku memutar bola mata dari majalah yang sedang ku baca. Luke menunggu keputusan ku dengan memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Tidakkah dia tahu apapun yang ia lakukan aku ingin sekali menendangnya dari hadapanku?
Aku menyilangkan kaki dan melempar majalah nya ke meja.
"Suruh dia masuk." Ucapku santai.
"Tapi--"
"Kau dengar aku? Aku bilang suruh dia masuk!" Ujarku cepat sehingga ia tidak meneruskan kalimatnya yang akan membuat darahku mendidih. Luke nampak menutup matanya sejenak seperti sedang mengubur amarahnya sendiri. Aneh, kenapa jadi dia yang mencoba mengatur hidupku. Dia sama saja dengan ibu.
Dia pergi dan membawa Harry masuk. Wajah Harry nampak memerah, aku yakin sekali dia kesal pada Luke tapi bukan itu yang ku pedulikan saat ini. Sebisa mungkin aku terlihat santai, mencoba terlihat tidak tersakiti sama sekali. Harry duduk di sofa, dia menunduk dan rambut ikalnya sedikit menutupi wajahnya.
"Luke?" Aku meliriknya dengan tatapan mengusir. Ia pun membawa bokongnya pergi dari ruang santai ini.
"Kau marah padaku?" Harry bersuara yang mana membuat kekesalan ku seketika muncul. Apakah dia benar-benar tidak menyadari kesalahannya?
"Aku marah, kecewa, dan ingin putus. Aku tidak mau berpacaran dengan seseorang yang sudah bertunangan." Sejujurnya aku tidak ingin berteriak padanya namun sakit hatiku sudah tak tertahankan lagi, apalagi dia bersikap seperti orang yang tidak tahu diri.
"Aku tidak bertunangan dengan siapapun, lupakan ucapan Stella dia hanya ingin menghancurkan hubungan mu denganku!" Katanya dengan frustasi.
"Well, aku tidak percaya padamu."
"Bea, aku berkata jujur." Dia mendekat, meletakkan bokongnya di sebelahku. Tangannya yang bertato menggenggam erat tanganku. Oh Harry, berhentilah mencoba meluluhkan ku, itu tidak akan mempan. "Seharusnya kau mempercayai ku bukannya gadis jalang itu"
"Oh gadis jalang, huh? 'My Bitch' dengan emoji hati? Memalukan. Kau seharusnya malu sudah berbohong padaku." Suaraku rendah, rasanya aku tak sanggup harus berteriak lagi, terdengar tak berguna.
"O-oke, ku akui itu adalah nama kontaknya di ponselku, benar dia yang menelpon ku waktu itu. Bea, itu tak berarti sama sekali."
Aku tergelak dibuatnya.
"Baiklah, lalu apakah kau berada di club bersamanya kemarin? Dialah alasan kau tak menghubungi ku sama sekali? Akui saja semuanya di hadapanku dan berhentilah membual karena aku sudah tahu semuanya, kau tak benar-benar mencintaiku."
"Mencintaimu?" Tanyanya, dan tiba-tiba saja dia terkekeh. Apa dia pikir itu lucu? "Bea, aku tidak mencintai siapapun." Ujarnya dengan angkuh. Aku berdiri dengan air mataku yang telah berderai, mencoba mengambil jarak darinya. "Kau memang kekasihku, karena aku nyaman bersamamu, tapi aku tidak pernah mencintaimu, satu hal yang harus kau tahu, aku bukan tipe seseorang yang akan memohon-mohon demi seorang gadis. Akan ada banyak gadis di luaran sana yang akan membuatku nyaman, sama seperti kau, dan aku pun tak akan memaksamu untuk memaafkan ku, untuk--"
"PERGI, Harry!"
"Aku ingin kau pergi!"Ouchh...si Harry jahat bet ya
KAMU SEDANG MEMBACA
The Homegirl {HARBARA}
FanfictionCompleted! Sexual content, be wise readers! Origina story by harryxtaylena 20 Juli 2019