Chapter 3

2.7K 179 45
                                    

Song for this chapter:

Taylor Swift - You Need To Calm Down
You are somebody that I don't know

But you're takin' shots at me like it's Patrón
And I'm just like, damn, it's 7 AM

🍉🍉🍉

Hari ini aku mengenakan gaun yang panjangnya menggantung sedikit di bawah lutut. Aku kemudian menyisir rambutku dan mencepolnya. Alarm ku kembali berbunyi dan sekarang waktunya untuk sarapan pagi. Memutar bola mataku, aku menekan tombol snooze sebelum pergi ke meja makan dan menemukan sarapan pagi ku yang berupa susu kuda dan roti panggang. Aku memang bosan dengan makanan ini tapi ini jauh lebih baik daripada kelaparan.

Aku menghabiskan waktu sarapanku sendirian dan ditemani mengobrol oleh Chloe saat dia membersihkan dapur. Dia mengatakan bahwa ibuku langsung pergi setelah memastikan bahwa aku masih tidur. Aku tidak tahu dia kemana sepagi itu karena Chloe juga tidak diberitahu. Memikirkannya membuatku sakit kepala, ibuku kelewat protektif, sampai kapan dia akan mengurungku di dalam rumah? Aku juga ingin memiliki teman yang seusia denganku, hang out dan mungkin memiliki seseorang yang memang mencintaiku. Well, kenapa aku terdengar sangat menyedihkan? Tapi itulah kenyataannya, aku bisa apa?

" Bea? Ada yang mencarimu." Aku menoleh pada Chloe yang memunculkan kepalanya dari pintu. Wajahnya nampak sedikit kaku. Aku pun berdiri dan menanyakannya. Dia hanya menggeleng dan memintaku segera menemui orang itu. Batinku berkata bahwa itu tetanggaku. Dia pasti mencariku dan memaksaku untuk datang ke rumahnya, demi menebus kesalahan ibuku, katanya.

Benar adanya, aku mendapati rambut ikalnya, mata hijaunya yang tajam, dan bibir merah mudanya yang membentuk garis lurus, apalagi tajam rahangnya yang sepertinya mampu memangkas rambutku. Aku tidak tahu, entah dia memang memiliki resting bitch face atau dia memang hanya sedang marah sekarang.

" Aku tahu. Aku baru saja selesai sarapan, kau tidak bisa bersabar sedikit? " Aku hampir saja menggerutu padanya. Ia memutar bola matanya secara tidak sopan dan aku tahu aku segera mendengar nada kasarnya.

" I don't give a fuck, aku mau kau ke rumahku sekarang! " Dia benar-benar tidak punya sopan santun. Aku ingin memukul kepalanya dengan flat shoes ku tapi rasanya mustahil untuk dilakukan. " Cepat sedikit! " Aku tak percaya dia memekik padaku yang bahkan berjalan dengan jarak dua langkah di belakangnya.

" Aku tepat di belakangmu, Mr.Polite! " Seruku penuh dengan kebencian padanya. Ya Tuhan kenapa aku harus berhadapan dengan orang menyebalkan seperti dia sih?

Rumahnya sepi, aku tidak mendapati kehadiran Anne maupun Gemma. Tapi aku sungguh berharap ada anggota keluarganya yang lain, aku bisa terserang stroke karena harus saling berteriak dengan pria yang bahkan tidak ku ketahui namanya hingga detik ini. Dia masih berjalan di depanku dan kemampuanku hanya mengekornya. Aku anak bebek tak tahu arah jalan dan harus membuntuti induknya yang berbentuk pria berantakan di depanku.

Mataku melebar saat dia membuka pintu, ini pasti kamarnya.

" Tunggu dulu! " Aku menyela pergerakannya dan dia berbalik padaku. "Apa yang akan kau lakukan padaku?" Aku terdengar sangat ketakutan apalagi saat dia tiba-tiba tertawa. Hey, tidak ada yang lucu disini!

" Aku benar-benar tak percaya gadis culun sepertimu baru saja memintaku untuk memperkosamu "

Apa?!?

Tawanya menabrak dinding. Aku frustasi di depannya dan ingin melarikan diri tapi aku tidak se-pengecut itu. Aku terkejut saat secara spontan aku membekap mulutnya dan dia dengan segera menyentak tanganku, tanganku terayun hingga kembali pada tempatnya.

" Apa-apaan kau, jalang? " Suaranya begitu menyakitkan apalagi kata-kata jahatnya. Mataku mulai berkaca-kaca dan aku menoleh kesana kemari berharap semua benda mati yang ada di rumahnya menjadi hidup dan menghantam pria ini.

" Kau--- kau brengsek! " Aku mulai menangis dan jariku berhenti di depannya. Aku ingin sekali menamparnya tapi aku mendapati diriku yang tengah berusaha keluar dari rumahnya.

" Hey kau mau kemana?!? " Aku mengabaikan teriakannya di belakangku dan aku hanya mempercepat langkahku dan berlari ke rumahku sendiri. Tanganku dengan kasar membanting pintu dan aku berlari ke lantai atas untuk mengurung diri di kamar. Sialnya, pria jahat itu berdiri di jendelanya seperti semalam dan berteriak lagi untuk memanggilku keluar. Aku menutup gordennya lalu meraih earphone ku dan memasang musik untuk menyumpal telingaku, agar aku tak bisa mendengarkannya.

Jantungku berdebar seiring dengan air mataku yang masih menetes. Aku benar-benar sakit hati. Pertama, dia mengataiku culun. Kedua, dia menuduhku memintanya memperkosaku. Ketiga, dia mengataiku jalang. Tidak ada yang pernah menyebutku begitu, bahkan Zayn yang memiliki pergaulan liar sekalipun tak pernah menyinggung ku.

Siapa dia? Dia hanya bocah laki-laki idiot yang kurang perhatian. Dia merendahkan wanita dan aku bahkan tak mengenalnya tapi dia sudah berhasil membuatku menangis hanya dengan mulutnya yang tak punya saringan itu. Aku kemudian ditenangkan oleh suara lembut dari penyanyi yang lagunya sedang ku dengarkan, setelah itu aku hanya hanyut dalam istirahatku.

...

Aku sedang memotong kuku ku yang sudah mulai memanjang karena kalau tidak ibuku bisa memangkasnya hingga menjadi setengah, itu menyakitkan. Aku dikejutkan oleh kedatangannya dan dia meraih majalah Vogue yang baru dia beli kemarin, ia memperhatikanku sebelum membuka majalahnya.

" Matamu sembab, kau habis menangis? " Benarkah? Aku memungut ponselku dan menempatkannya di depan wajahku. Mulutku terkatup rapat begitu ibuku memaksaku untuk menjawab.

" Benar, aku menangis karena menonton film yang menyedihkan." Beruntungnya aku karena ibuku sekarang tertawa atas kebohonganku yang ia percayai. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya lalu mulai fokus pada majalahnya.

" Oh ya besok ayahmu datang untuk menjemputku, kami punya meeting penting di luar kota jadi kemungkinan besar kami akan berada di sana selama dua hari. Aku tidak mau mendengar dari Chloe kau bermain di luar atau mencoba berinteraksi dengan orang-orang di sekitar sini." Kekesalanku padanya muncul lagi tapi aku memilih untuk diam. Aku tidak mau bertengkar dengannya karena seharusnya setelah ini aku makan malam lalu tidur bukannya menangis di kamarku dan memperparah mata sembabku.
" Kau menantangku? "

Tatapanku kosong pada ibuku. Seharusnya dia tidak memaksaku untuk menjawabnya, dia sangat menjengkelkan.

" Tidak." Dan ya, aku tidak begitu peduli pada ucapanmu,Bu. Untuk sekarang. Gadis batinku tertawa miris.

" Bagus. Jadilah gadis penurut! " Ia pergi dan melemparkan majalahnya di atas meja. Mood-ku menjadi hancur dan aku pergi ke kamarku. Aku memandangi langit-langit, kehilangan selera makan, dan pada akhirnya aku memaksakan diri untuk tidur meskipun jam digital di atas meja masih menunjukkan pukul setengah tujuh malam.




























Holaaaa thanks for everything guys ❤❤❤
Sorry kalo ada typo dan ga jelasss hehe
I'll try my best

The Homegirl {HARBARA}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang