Chapter 16

1.4K 144 61
                                    

First of all, aku minta maaf untuk chapter yang boring ini dan untuk typo yang bertebaran layaknya bintang di angkasa pada malam hari pada saat hati ini tengah suram *apaan seh nih orang ga jelas bat, ;) abaikan...

Hehehehe, aslinya aku lagi badmood but aku nulis chapter ini dengan harapan badmood ku terkikis sedikit demi sedikit meskipun hasilnya malah makin badmood karena chapter ini ga sesuai harapanku dan boring as fuck. I'm so sorry untuk menghancurkan hari kalian dengan memaksa kalian membaca cerita ini for God sake ✌

🍉🍉🍉

" Sampai jumpa, Bu! " Aku melambaikan tanganku pada ibuku yang telah duduk manis di mobilnya, ia menyetir sendirian ke kantor karena ayahku tidak pulang semalam, kesibukannya membuatnya jarang pulang.

Pikiranku teralihkan dari kedua orangtuaku saat teman baruku bersiul ke arahku di pagar pembatas. Aku memastikan mobil ibuku menghilang di ujung jalan, barulah aku menghampirinya.

" Hai, Harry! " Sapaku kegirangan, aku tidak tahu apa yang salah denganku sehingga aku sangat antusias sekarang.

" Manis." Aku mendengarnya bergumam tapi pikiranku memaksaku untuk membuatnya mengulangi gumamannya.

" Apa katamu? " Tanyaku dan dia menggeleng.

" Tidak. Aku hanya memujimu." Dia menjawab dan aku tahu bahwa yang ku dengar tadi adalah benar. Senyuman Harry mengembang, membuat kedua lubang di pipinya mengambil absen tanda kehadiran. " Kita akan melakukan apa hari ini? " Topik pembicaraan yang ia pilih secara otomatis mengalihkan pikiranku. Aku memikirkannya dengan ragu, takut ia tak akan menyukainya. " Kita pakai ide ku kali ini, wait for me! " Ujarnya cepat sebelum aku memberitahu ide ku. Harry berlari kecil ke rumahnya lalu keluar dalam beberapa menit untuk masuk ke dalam mobilnya. Woah, jangan-jangan dia mengajakku berkeliaran.

Pikiran dan hatiku mulai bekerja secara berlawanan saat Harry telah sampai di depan rumahku dan dia mengintruksikan agar aku datang padanya. Aku merasakan kehadiran Chloe saat aku akan melangkahkan kakiku.

" Aku akan pergi dengannya." Ucapku, melirik Chloe dan Harry secara bergantian. Aku tahu bahwa Chloe tak suka, terlihat dari air mukanya yang mendadak kesal.

" Tapi-- "

" Aku bisa jaga diri." Aku menyakinkannya sebelum ia melanjutkan ucapannya yang memungkinkan ku untuk menolak ajakan Harry, aku tahu itu.

Harry tersenyum melihatku datang dan duduk di sebelahnya, saat mobilnya melaju, aku melambaikan tanganku pada Chloe dan merasakan kelegaan saat Chloe menyunggingkan senyumannya, ia memang begitu pengertian.

" Kita akan pergi kemana? " Aku bertanya setelah menyadari bahwa Harry selalu mencuri perhatian ke arahku. Aku tak tahu tujuannya, mengingat bahwa aku tidak pernah berpergian.

" Tenang saja, aku yakin kau akan menyukainya." Ia mengedipkan matanya, genit, dan manis di saat yang bersamaan. Jantungku berdebar, tak pernah merasakan kegiatan ini sebelumnya bersama seorang teman, apalagi lawan jenisku.

Mobil Harry berhenti di sebuah pusat perbelanjaan dan ini mengingatkanku tentang hari itu, saat Zayn yang mengajakku. Aku merasa senang, karena dia tidak mengajakku ke tempat yang aneh-aneh, seperti club contohnya.

Kita keluar dari mobil, Harry dengan santainya menautkan tangannya di tanganku saat kami mulai memasuki area mall. Ini mall yang berbeda dari yang ku datangi bersama Zayn. Udara dingin yang berasal dari AC menyusuri kulitku yang pucat, tapi hatiku terasa hangat dan berdesir setiap kali aku melihat tangan kananku yang terbungkus erat oleh tangan Harry.

Harry melepaskan tanganku saat dia memperhatikan pakaian-pakaian yang tergantung di hanger maupun manekin. Ini pakaian wanita dan ku harap dia tak mencoba membelikan ku baju seperti yang dilakukan oleh Zayn.

" Apakah ini muat untukmu? " Matanya berbinar-binar memandangi sebuah gaun berbelahan dada rendah, yang sedikit mirip dengan yang dibelikan oleh Zayn.

" Harry itu-- "

" Aku tahu, biarkan saja." Ujarnya santai dan mendekatkan gaun itu k arahku, mencocokkan ukurannya denganku. " Oke, ini muat." Katanya lalu terkekeh.

" Apa aku gendut? " Tanyaku dan dia tertawa.

" Tidak juga, kau hanya berisi. Dan aku tidak menyukai kayu triplek."

Kayu triplek?

Aku memikirkannya tapi Harry memintaku untuk mencoba bajunya di ruang ganti. Aku dengan gugup melangkahkan kakiku ke sana dan melepaskan gaunku yang begitu tertutup, berbanding terbalik dengan apa yang akan aku pakai. Tiba-tiba Harry masuk ke dalam saat aku belum mengenakan gaunnya, aku menutupi dadaku yang bahkan masih terbungkus bra. Aku syok dan dia malah menyengir lebar.

" Harry? Apa yang kau lakukan disini? Keluarlah! " Aku menahan suaraku dan dia malah melangkah semakin ke dalam.

" Untuk apa? Aku hanya menemani mu disini." Wajahnya begitu tenang dan santai, matanya memperhatikan setiap jengkal kulitku.

" Tapi orang-orang diluar sana-- "

" Ayolah apa yang harus dipedulikan tentang pikiran mereka? Belajarlah untuk tidak peduli tentang apa yang orang lain pikirkan. Kau hidup, menjadi buruk atau baik itu bagi dirimu sendiri dan itu tidak ada hubungannya dengan pikiran orang lain." Aku tertegun mendengarnya kemudian aku menatap pantulan diriku di cermin. Aku telanjang di depan seorang pria yang sudah mencuri first kiss ku.

" Aku mengerti yang satu itu tapi aku juga malu seperti ini di depanmu." Kataku dan dia menyeringai. Ia mendekatkan tubuhnya ke arahku dan aromanya mulai menusuk hidungku, sebuah aroma yang mulai terasa familiar bagiku.

" Buang rasa malumu, Bea. Lagipula aku tidak akan menyentuhmu tanpa persetujuan mu." Suara Harry terdengar begitu berat dan rendah. Aku meneguk ludahku dan melepaskan tanganku dari dadaku. Dia benar, aku tidak perlu malu. Mengenakan pakaian dalam di negeri ini adalah hal yang lumrah. Orang-orang mengenakan bikini di sepanjang pantai, kolam renang, bahkan di acara-acara peragaan lini pakaian dalam.

Aku mulai mengenakan gaun yang akan ku coba, memasukkannya dari kakiku tapi Harry menyergahku.

" Gaun itu tidak membutuhkan bra." Katanya dan lagi-lagi memamerkan seringaiannya yang membuat bulu kudukku bangun setiap kali ia mengeluarkannya.

" Aku kan hanya mencoba Harry." Ucapku dan wajahnya berubah menjadi kecewa.

" Sial." Umpatnya. Aku tertawa dalam hati. Aku tidak tahu kenapa aku begitu senang sekarang, aku merasa diriku yang asli menghilang entah kemana. " Kalau begitu kau harus berjanji akan memakainya suatu saat nanti." Aku mengangguk setuju, lalu memakai gaunnya. Ukurannya pas untukku dan benar kata Harry, gaun ini tidak membutuhkan bra karena bra benar-benar merusak citranya.

Harry membeli gaunnya dan kita keluar dari sana. Kita masuk ke toko sepatu dan Harry lagi-lagi menggunakan uangnya untuk membelikan ku sebuah high heels cantik berwarna hitam.

Dia punya selera yang bagus.

" Kenapa kau membelikan ku barang-barang ini, Harry? Kau membuang-buang uang." Aku berkata sesaat setelah ia memberikanku paper bag berisi sepatuku. Ia menggenggam tanganku lagi dan kita keluar dari toko sepatu itu untuk beranjak ke toko perhiasan. Ini gila.

" Jangan berpikir bahwa aku tidak punya uang, Bea. Aku bahkan pernah menyewa 5 jalang sekaligus untuk ku pakai selama satu hari." Perkataannya membuatku menarik tanganku darinya secara spontan. Ia mengernyit dan aku sendiri tidak tahu kenapa aku merasa marah sekarang. Dadaku terasa sesak. " Ada yang salah? " Tanyanya. Aku menelan ludah sebelum menggeleng-gelengkan kepalaku.

" Tidak uh, aku hanya terkejut." Hanya itu yang ku katakan. Sebenarnya aku ingin mengatakan bahwa yang ia sebutkan itu tidak berguna, uang tidak bisa membusuk dan itu terdengar sangat keterlaluan. Tapi aku hanya menyimpannya lantaran aku tidak ingin dia tersinggung.

" Tentu saja, kau bahkan tidak tahu rasanya, bukan? " Ia menyeringai lagi lalu mengambil tanganku untuk mengajakku masuk ke toko perhiasan.
















Btw sampe jumpa di chapter berikutnya yang lebih baik dari sebelum-sebelumnya doain biar ga badmood mulu ya guys

And makasih banyak untuk yang masih setia membaca dan memberikan dukungan yang sangat berharga 😭 i love you guyss



The Homegirl {HARBARA}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang